Pertemuan tertutup digelar di Kementerian Dalam Negeri, untuk membahas konflik UU Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Aceh. Pertemuan selama 4 jam itu dihadiri oleh tiga pihak, yaitu Gubernur Irwandi Yusuf, Ketua Komisi Independen Pemilihan Aceh (KIP), Abdul Salam Poroh, dan Wakil Ketua DPRA Aceh, Sulaiman Abda.
Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, Djoehermansyah, mengatakan pertemuan itu sangat positif, dan semua pihak sama-sama menyepakati ‘masa pendinginan’ atau "cooling down" hingga akhir bulan puasa. Selanjutnya, pembahasan Qanun akan dilanjutkan kembali pada 5 September mendatang, di Banda Aceh.
Djoehermansyah mengatakan, “Disepakati para pihak, yaitu DPRA, Gubernur, dan KIP serta pihak-pihak lainnya untuk bisa melakukan langkah-langkah mendinginkan situasi politik yang memanas itu. Kita ‘cooling down’ selama bulan puasa ini. Kita harapkan dua minggu setelah tanggal 5 september akan ada hasilnya.”
Di samping itu, kata Djoehermansyah, pemerintah pusat sangat berharap para pihak yang terlibat dalam Pilkada di Aceh dapat menyepakati keputusan soal Qanun, terutama aturan mengenai keikutsertaan kandidat dari calon independen.
Lebih lanjut ia mengatakan, “Yang diharapkan semua pihak dengan lapang dada mau mengakomodasi keputusan MK untuk dimasukkan calon perseorangan. Kalau sudah ada maka terbitlah qanun yang mengatur secara lengkap tata cara pilkada di Aceh. Ini menjadi pintu masuk bagi kita menjalankan proses tahapan Pilkada di Aceh.”
Sesuai jadwal semula, KIP tetap melaksanakan kegiatan sesuai urut-urutan yang sudah disepakati. Maka, penundaan pembahasaan qanun tidak akan berpengaruh pada kegiatan KIP. Menurut Djoehermansyah, pilkada Aceh akan menelan banyak biaya jika semua tahapan harus dimentahkan kembali akibat penundaan pembahasan Qanun.
Ia mengatakan, “Tadi kita cenderung minta semua tahapan jangan disia-siakan, jadi pemutakhiran data kemudian pencalonan dari calon persorangan sudah jalan, kita minta semua pihak agar bisa menerima supaya kita mengakomodasi itu. Walaupun memang ada teman-teman yang belum bulat suaranya. Kita arahnya jelas, harus efisien jangan sia-siakan uang rakyat untuk pemutakhiran data. Uang rakyat yang digunakan cukup besar, kalau kita tunda mahal biayanya.”
Pemerintah pusat memastikan Pilkada Aceh tetap akan dilaksanakan pada 14 November 2011 mendatang, berdasarkan qanun baru dari hasil pembahasan pada awal September.
Dengan dikeluarkannya keputusan Kementerian Dalam Negeri untuk membahas qanun baru, boleh jadi ini menjadi “kemenangan” awal pada kubu Irwandi, untuk dapat maju kembali dalam Pilkada tahun ini. Gubernur Irwandi Yusuf mengatakan ia tidak masalah dengan penetapan masa pendinginan hingga September, asalkan keputusan yang dikeluarkan tidak membuat rakyat di Aceh bingung.
Gubernur Irwandi Yusuf mengatakan, “Mereka (pemerintah pusat), meminta ada ‘cooling down’, saya terima juga apalagi ini bulan puasa. Di tingkat rakyat itu mereka bingung, melihat elite-nya berkelahi dan rakyat kasihan dengan saya, karena saya korban. Saya ‘kan dibuang oleh Partai Aceh, lalu saya maju sebagai calon independen juga tidak boleh?”
Kepada VOA, ahli hukum tata negara dari Universitas Andalas, Padang, Sumatera Barat, Saldi Isra, mengatakan perpecahan internal dalam Partai Aceh seharusnya memang tidak menutup ruang demokrasi di Aceh.
“Ruang untuk proses yang lebih demokratis itu tidak boleh mereka tutup, dan itu salah satu ‘back-up’ (tulang punggung) yang paling kuat terhadap Aceh selama ini karena proses demokratis itu muncul setelah perjanjian damai (Helsinki). Saya kira hanya sebentar untuk memperbaiki dan menambah unsur calon perseorangan, karena sebetulnya juga sudah ada jadi tidak akan butuh lama. Yang penting mereka jangan mencederai apa yang sudah mereka (elite politik Aceh) bangun bersama,” ujar Saldi Isra.