Deklarasi dihadiri Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Ristek Dikti), Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, perwakilan Pimpinan Universitas serta Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-Jawa Timur.
Deklarasi ini dilakukan oleh Pimpinan Universitas dan perwakilan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi se-Jawa Timur, dihadapan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Ristek Dikti) Muhammad Nasir, serta perwakilan dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
Hal ini dilakukan sebagai bentuk kesetiaan dan tekad civitas akademika dari berbagai perguruan tinggi, untuk mempertahankan empat pilar kebangsaan, yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.
Menteri Ristek Dikti, Muhammad Nasir menegaskan, tidak ada tempat bagi gerakan radikalisme dan terorisme di dalam kampus, sehingga semua elemen bangsa termasuk yang ada di perguruan tinggi wajib memeranginya.
“Jangan sampai kampus menjadi pusat terorism. Kampus jangan sampai jadi pusat radicalism. Kampus adalah masyarakat akademik, masyarakat ilmiah yang berpikir secara akademik untuk memajukan bangsa Indonesia,” kata Menristek Muhammad Nasir.
Nasir menegaskan bila ada mahasiswa atau dosen di perguruan tinggi yang terlibat atau terkait dengan radikalisme dan terorisme, Rektor harus bertanggungjawab dan menindak secara tegas.
“Rektor kedepan harus bertanggungjawab, jangan sampai mahasiswanya terjadi radikalisme, terjadi terorisme jangan sampai. Dosennya juga harus diawasi juga, sama, ini harus dilakukan bersama-sama karena kita tidak bisa melakukan secara sendiri-sendiri. Walau pun saya tidak melihat perguruan tinggi secara nyata melakukan hal itu, tetapi kita harus waspada,” kata Muhammad Nasir.
Deklarasi Anti Radikalisme di dalam kampus mendapat dukungan dari mahasiswa di Jawa Timur, yang menolak Kampus dijadikan tempat menabur benih kebencian, kekerasan, maupun terorisme. Mahasiswa asal Sidoarjo, Anang mengatakan, peran mahasiswa salah satunya adalah pengabdian kepada masyarakat, sehingga tidak tepat bila institusi pendidikan dijadikan tempat untuk mengajarkan kekerasan dan radikalisme.
“Kalau saya sangat kurang setuju itu, karena itu nanti arahnya jadi radikalisme, jadi kurang bagus. Jadi mahasiswa kan peranannya sebagai wujud aspirasi masyarakat, jadi arahnya nanti kan ke pengabdian masyarakat. Jadi kalau unsurnya itu kekerasan atau pun radikal, itu menurut saya kurang bagus,” kata Anang, mahasiswa dari Sidoarjo.
Sementara itu Sekretaris Utama Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Gautama Wiranegara mengatakan, ancaman radikalisme dan terorisme saat ini harus menjadi perhatian serius semua pihak. Hal ini karena potensi radikalisme dan terorisme banyak ditemukan dari generasi muda termasuk mahasiswa, selain warga negara Indonesia di luar negeri yang sudah terkait dengan kelompok terorisme dunia.
Gautama mengatakan, BNPT bersama lembaga terkait terus berupaya melakukan deradikalisasi, terhadap semua orang yang menjadi ancaman karena terkait radikalisme dan terorisme.
“Bersama Kementerian terkait semua, melakukan rehabilitasi, ditampung di Cipayung, ada dari Kementerian Sosial itu sama penampungan di Cipayung, itu ditampung disana. Semua aparat disana memberi juga pembinaan-pembinaan, pengarahan dan sebagainya di sana,” kata Gautama Wiranegara. [pr/ii]