Rehan Shurrab, seorang perempuan dari Khan Younis, kota di bagian selatan Gaza, membuat lentera Ramadan untuk menambah penghasilan. Ia mendaur ulang bekas kardus-kardus bantuan.
Shurrab mengatakan, "Tahun ini berbeda dari tahun-tahun lain dalam pekerjaan saya. Tahun ini, saya ingin mendaur ulang kardus. Selama perang, kardus ada di mana-mana – orang-orang menerima berkotak-kotak bantuan dan membuang kardusnya. Sebagian menggunakannya untuk api unggun. Jadi saya ingin menggunakannya dengan cara yang spesial – dengan membuatnya menjadi lentera dan hiasan bulan sabit untuk Ramadan.”
Kita juga dapat menciptakan sesuatu yang indah yang dapat membawa kegembiraan untuk semua orang, lanjut Shurrab.
Katanya, "Dengan cara sederhana, kita dapat menciptakan sesuatu yang indah yang membawa suka cita bagi orang-orang, anak-anak. Tentu saja, tidak ada lentera buatan pabrik yang tersedia di pasar. Jadi saya ingin memanfaatkan kesempatan ini – untuk mendaur ulang, membuat dan menjual produk saya untuk membantu menutup kebutuhan anak-anak saya. Semua yang ada di pasar begitu mahal. Jadi saya ingin kuat dan mampu memenuhi kebutuhan anak-anak saya.”
Jadi, membuat lentera juga merupakan cara Shurrab untuk membantu memberi makan keluarganya di tengah-tengah kondisi mengerikan di berbagai penjuru Gaza setelah 15 bulan pertempuran antara Israel dan Hamas.
Shurrab membuat lentera dan menjualnya di pasar dengan harga sangat terjangkau untuk semua orang, khususnya pada masa-masa sulit seperti sekarang, ketika banyak orang tidak mampu membeli lentera karena harganya yang mahal.
Tahun lalu, orang-orang Palestina di Gaza menjalankan ibadah Ramadan di tengah perang yang menghancurkan. Kali ini, bulan puasa dimulai tepat ketika tahap pertama perjanjian gencatan senjata rapuh yang telah menghentikan perang, berakhir.
Muslim sangat beragam secara etnik dan ras, dan tidak semua tradisi Ramadan berakar dari agama Islam. Beberapa adat istiadat mungkin dilakukan hingga melampaui batas-batas negara, sementara yang lainnya dapat beragam di antara berbagai budaya. Banyak ritual sosial berpusat pada kegiatan berkumpul dan bersosialisasi setelah berbuka puasa.
Sebagian Muslim mendekorasi rumah mereka, menggunakan peralatan makan atau hiasan utama di meja makan yang bertema Ramadan, atau berbondong-bondong ke pasar dan bazar Ramadan.
Lentera warna-warni, dalam berbagai bentuk dan ukuran, dijinjing oleh anak-anak dan menghiasi rumah-rumah atau pintu-pintu masuk bangunan dan toko.
Lagu-lagu Ramadan mungkin diputar untuk menyambut bulan suci ini.
Tetapi sebagian besar penduduk Gaza tidak mampu membeli lentera. Mereka sendiri hampir-hampir tidak mampu menyediakan kebutuhan dasar untuk anak-anak mereka.
Fatima Barbakh, juga seorang warga Khan Younis, mengatakan, "Kami tidak dapat membeli lentera atau dekorasi seperti yang kami lakukan setiap Ramadan. Ramadan adalah bulan kebaikan. Saya datang ke sini untuk membeli kebutuhan sederhana, hanya beberapa kebutuhan dasar untuk sahur, seperti keju dan lain-lainnya. Tapi ini tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan Ramadan lainnya.” [uh/ab]
Forum