Sepuluh tahun setelah Kosovo menyatakan kemerdekaan, lepas dari Serbia, tidak banyak kemajuan yang dicapai antara kedua negara itu untuk menyelesaikan sengketa kawasan mereka.
Kosovo menganggap dirinya sebagai negara merdeka, tapi Serbia menolak mengakuinya. Kedua negara ingin bergabung dengan Uni Eropa, tapi Uni Eropa baru akan memungkinkan hal itu terjadi setelah masalah kedaulatan Kosovo diselesaikan.
Presiden Kosovo Hashi Thaci dan Presiden Serbia Aleksandar Vucic mengusulkan agar diadakan pertukaran kawasan atau mengubah garis perbatasan antara kedua negara. Sebagian pakar memperingatkan langkah seperti itu hanya akan menimbulkan lebih banyak masalah sulit.
“Ini bisa menciptakan ketidakstabilan yang berbahaya. Langkah ini juga bisa memicu kerusuhan di Kosovo dan juga di Serbia,” kata David Phillips, direktur program On Peace-building and Rights di Universitas Columbia.
Dalam usul pertukaran wilayah itu, Serbia akan mendapat sebagian Kosovo sebelah utara, kawasan yang penduduknya sebagian besar warga Serbia, dan Kosovo akan mendapat Lembah Presevo yang kini berada di Serbia, yang penduduknya mayoritas etnis Albania. Itu berarti pertukaran wilayah dilakukan atas dasar garis-garis etnis.
David Kanin, pembantu profesor dalam bidang hubungan internasional di Universitas Johns Hopkins mencatat bahwa Eropa punya sejarah panjang dimana terjadi perubahan batas-batas negara dan perpindahan penduduk.
“Hal itu masih terjadi. Setiap perubahan sejak runtuhnya Yugoslavia dulu mencakup perubahan perbatasan, dan perpindahan penduduk, yang sebagian didukung dunia Barat dan sebagian lagi ditentang.
Kanselir Jerman Angela Merkel menolak perubahan garis perbatasan dan mengatakan “integritas teritorial negara-negara di Balkan Barat telah dituntaskan dan tidak bisa diubah lagi.”
Departemen LN Amerika mengatakan, “Kalau Kosovo dan Serbia bisa sepakat mengadakan penyelesaian yang akan menciptakan perdamaian yang langgeng, dan saling mengakui kedaulatan masing-masing, saya kira hal itu akan bisa menyelesaikan masalah politik di Serbia, dan memberi jalan bagi Kosovo untuk melihat ke depan,” kata Kurt Volker, wakil khusus Amerika dan mantan Duta Besar AS untuk NATO. [ii]