Sekitar 300 orang warga Syiah memenuhi Gelanggang Olahraga Sampang, setelah bentrokan antara warga Sunni dan Syiah kembali terjadi pada Minggu siang. Di antara ratusan orang itu terdapat anak-anak dan orang lanjut usia, sedangkan yang belum bergabung di pengungsian masih terpencar di berbagai tempat.
Hasbul, seorang remaja dari komunitas Syiah yang mengungsi, mengatakan mengalami trauma karena ikut menjadi korban kekerasan yang dilakukan kelompok anti Syiah. Menurutnya, sejak aksi penyerangan pertama pada Desember 2011 yang lalu, anak-anak jamaah Syiah seringkali mendapatkan intimidasi dan penghinaan yang dilakukan guru maupun teman sekolah.
“[Mereka mengatakan] orang Syiah kafir, sesat, diejek terus. Saya tidak mau mukul duluan sebelum orang itu mukul,” ujarnya.
Muhlisin, seorang pengungsi yang lain sedang berada di rumah saudaranya saat penyerangan itu terjadi.
“Saat itu saya di rumah saudara, yang termasuk jauh, jadi tidak ada ancaman. Saya merasa aman, jadi tidur di situ. Jam tiga malam ada jemputan dari sini dari pak polisi,” ujarnya.
Beberapa warga Syiah yang ikut menjadi korban hingga kini masih banyak yang bersembunyi di hutan dan rumah sanak keluarga sampai situasi aman dan kondusif.
Wacana relokasi yang berkembang ditolak jamaah Syiah yang ada di pengungsian, karena bukan merupakan solusi yang baik dan tidak ada jaminan tidak akan terjadi lagi tindak kekerasan. Tokoh Syiah Sampang, Iklil Almilal, mengatakan penegakan hukum harus terlebih dahulu dilakukan pemerintah beserta aparat kemanan sebagai jaminan tidak ada lagi penyerangan terhadap warga Syiah.
“Di kampung halaman seperti ini, apalagi di daerah lain. Menurut saya relokasi bukan jalan keluar yang baik. Jika tidak ada penegakan hukum, pelanggaran-pelanggaran hukum ini dibiarkan, akan terulang kembali,” ujar Iklil.
Koordinator Komite untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Surabaya, Andy Irfan Junaidi, mendesak para pemuka agama di tingkat lokal ikut terlibat dalam mewujudkan dialog yang damai antara pihak yang bertikai.
“Saya kira tokoh-tokoh agama, terutama dari kalangan Nahdlatul Ulama (NU), harus bersikap, yaitu memastikan bahwa pemuka agama NU di Sampang itu siap untuk berdialog secara damai dan menerima keberadaan kelompok minoritas. Hanya dengan itulah maka kemudian komunitas Syiah di Sampang bisa terlindungi. Dan hanya dengan itu pula kita bisa menunjukkan suatu situasi yang terjamin dan ada penghargaan atas keberagaman di wilayah Sampang khususnya,” ujar Andy.
Investigasi
Sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat yang tergabung dalam Aliansi Solidaritas Kasus Sampang – termasuk Yayasan LBH Universalia, Elsam dan Wahid Institute -- bersama Komnas HAM akan melakukan investigasi bersama untuk mengungkap siapa aktor dibalik peristiwa penyerangan terhadap kelompok Syiah di Sampang, Madura itu.
Koodinator Aliansi Solidaritas Kasus Sampang, Hertasning Ichlas, menyatakan
berdasarkan investigasi yang dilakukan pihaknya beberapa waktu lalu, ada tiga akar masalah yang menyebabkan meningkatnya kebencian terhadap kelompok Syiah di Sampang.
Pertama, meningkatnya pamor dari pemimpin Syiah Ustadz Tajul Muluk sehingga menimbulkan kecemburuan bagi kyai-kyai yang ada disana, adanya kelompok yang menyebar kebencian terhadap kelompok Syiah dan adanya keterlibatan dan pembiaran yang dilakukan oleh elit-elit politik yang ada di Sampang, Madura.
“Satu kelompok ini adalah Al Bainat, memang agenda organisasi dia adalah menyebarkan kebencian dan ingin memberangus Syiah di sana. Juga lebih serius keterlibatan dan pembiaran yang dilakukan oleh elit-elit politik yang ada di Sampang khususnya kita bisa menyebut Bupati Sampang yang menjadikan sentimen terhadap Syiah ini cara dia untuk menarik simpati warga NU (Nahdatul Ulama) yang ada di sana karena akan terjadi pemilihan bupati di Desember 2012 ini,” ujarnya.
Hertasning membantah pendapat yang menyatakan penyerangan terhadap kelompok syiah itu dilatarbelakangi masalah keluarga antara Tajul Muluk pemimpin Syiah dengan adiknya yang beraliran Sunni.
Sementara itu, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri Komisaris Besar Boy Rafli Amar mengungkapkan dengan terjadinya peristiwa di Sampang ini, pihaknya akan melakukan evaluasi.
Pihak kepolisian, menurut Boy, sangat berharap para kyai yang ada di Jawa Timur dapat membantu menyikapi perbedaan keberagaman dalam keyakinan ini tidak berujung pada aksi kekerasan.
“Kami berharap dengan sinergitas dengan alim ulama ini dapat kita reduksi gangguan itu dan kepada semua pihak jangan memanfaatkan kondisi ini dengan memprovokasi keadaan,” ujarnya.
Saat ini polisi telah menentapkan 1 orang tersangka dari 8 pelaku kekerasan yang diperiksa terkait penyerangan terhadap kelompok Syiah di Sampang, Madura.
Hasbul, seorang remaja dari komunitas Syiah yang mengungsi, mengatakan mengalami trauma karena ikut menjadi korban kekerasan yang dilakukan kelompok anti Syiah. Menurutnya, sejak aksi penyerangan pertama pada Desember 2011 yang lalu, anak-anak jamaah Syiah seringkali mendapatkan intimidasi dan penghinaan yang dilakukan guru maupun teman sekolah.
“[Mereka mengatakan] orang Syiah kafir, sesat, diejek terus. Saya tidak mau mukul duluan sebelum orang itu mukul,” ujarnya.
Muhlisin, seorang pengungsi yang lain sedang berada di rumah saudaranya saat penyerangan itu terjadi.
“Saat itu saya di rumah saudara, yang termasuk jauh, jadi tidak ada ancaman. Saya merasa aman, jadi tidur di situ. Jam tiga malam ada jemputan dari sini dari pak polisi,” ujarnya.
Beberapa warga Syiah yang ikut menjadi korban hingga kini masih banyak yang bersembunyi di hutan dan rumah sanak keluarga sampai situasi aman dan kondusif.
Wacana relokasi yang berkembang ditolak jamaah Syiah yang ada di pengungsian, karena bukan merupakan solusi yang baik dan tidak ada jaminan tidak akan terjadi lagi tindak kekerasan. Tokoh Syiah Sampang, Iklil Almilal, mengatakan penegakan hukum harus terlebih dahulu dilakukan pemerintah beserta aparat kemanan sebagai jaminan tidak ada lagi penyerangan terhadap warga Syiah.
“Di kampung halaman seperti ini, apalagi di daerah lain. Menurut saya relokasi bukan jalan keluar yang baik. Jika tidak ada penegakan hukum, pelanggaran-pelanggaran hukum ini dibiarkan, akan terulang kembali,” ujar Iklil.
Koordinator Komite untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Surabaya, Andy Irfan Junaidi, mendesak para pemuka agama di tingkat lokal ikut terlibat dalam mewujudkan dialog yang damai antara pihak yang bertikai.
“Saya kira tokoh-tokoh agama, terutama dari kalangan Nahdlatul Ulama (NU), harus bersikap, yaitu memastikan bahwa pemuka agama NU di Sampang itu siap untuk berdialog secara damai dan menerima keberadaan kelompok minoritas. Hanya dengan itulah maka kemudian komunitas Syiah di Sampang bisa terlindungi. Dan hanya dengan itu pula kita bisa menunjukkan suatu situasi yang terjamin dan ada penghargaan atas keberagaman di wilayah Sampang khususnya,” ujar Andy.
Investigasi
Sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat yang tergabung dalam Aliansi Solidaritas Kasus Sampang – termasuk Yayasan LBH Universalia, Elsam dan Wahid Institute -- bersama Komnas HAM akan melakukan investigasi bersama untuk mengungkap siapa aktor dibalik peristiwa penyerangan terhadap kelompok Syiah di Sampang, Madura itu.
Koodinator Aliansi Solidaritas Kasus Sampang, Hertasning Ichlas, menyatakan
berdasarkan investigasi yang dilakukan pihaknya beberapa waktu lalu, ada tiga akar masalah yang menyebabkan meningkatnya kebencian terhadap kelompok Syiah di Sampang.
Pertama, meningkatnya pamor dari pemimpin Syiah Ustadz Tajul Muluk sehingga menimbulkan kecemburuan bagi kyai-kyai yang ada disana, adanya kelompok yang menyebar kebencian terhadap kelompok Syiah dan adanya keterlibatan dan pembiaran yang dilakukan oleh elit-elit politik yang ada di Sampang, Madura.
“Satu kelompok ini adalah Al Bainat, memang agenda organisasi dia adalah menyebarkan kebencian dan ingin memberangus Syiah di sana. Juga lebih serius keterlibatan dan pembiaran yang dilakukan oleh elit-elit politik yang ada di Sampang khususnya kita bisa menyebut Bupati Sampang yang menjadikan sentimen terhadap Syiah ini cara dia untuk menarik simpati warga NU (Nahdatul Ulama) yang ada di sana karena akan terjadi pemilihan bupati di Desember 2012 ini,” ujarnya.
Hertasning membantah pendapat yang menyatakan penyerangan terhadap kelompok syiah itu dilatarbelakangi masalah keluarga antara Tajul Muluk pemimpin Syiah dengan adiknya yang beraliran Sunni.
Sementara itu, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri Komisaris Besar Boy Rafli Amar mengungkapkan dengan terjadinya peristiwa di Sampang ini, pihaknya akan melakukan evaluasi.
Pihak kepolisian, menurut Boy, sangat berharap para kyai yang ada di Jawa Timur dapat membantu menyikapi perbedaan keberagaman dalam keyakinan ini tidak berujung pada aksi kekerasan.
“Kami berharap dengan sinergitas dengan alim ulama ini dapat kita reduksi gangguan itu dan kepada semua pihak jangan memanfaatkan kondisi ini dengan memprovokasi keadaan,” ujarnya.
Saat ini polisi telah menentapkan 1 orang tersangka dari 8 pelaku kekerasan yang diperiksa terkait penyerangan terhadap kelompok Syiah di Sampang, Madura.