Perwakilan Solidaritas untuk Anti Kekerasan pada Jamaah Syiah Sampang, Faiq Assidiqi mengatakan, terjadinya peristiwa berdarah di Sampang atas dasar konflik keyakinan, menjadi bukti kegagalan aparat kepolisian melindungi setiap warga masyarakat, sehingga diperlukan evaluasi secara serius.
“Kami menuntut secara tegas kepada kepala Kepolisian Republik Indonesia untuk melakukan evaluasi internal atas kegagalan Polres Sampang dalam menjamin rasa aman bagi jamaah Syiah. Kami minta Kapolri menginstruksikan dengan tegas kepada Kapolres Sampang untuk menangani peristiwa ini dengan cepat dan professional. Bahkan jika perlu, ketika ini tidak direspon dengan cepat oleh Kapolres Sampang, kami menuntut secara tegas agar Kapolri memecat Kapolres Sampang,” ujarnya.
Sekitar 80 rumah warga Syiah terbakar dan dirusak massa Minggu (26/8), setelah terjadi bentrokan antara warga Sunni dan Syiah di Desa Karang Gayam, Kecamatan Omben, Kabupaten Sampang, Madura, Jawa Timur. Dua orang dilaporkan tewas, sedangkan belasan lain mengalami luka-luka. Sementara itu 170an warga terpaksa dievakusi dan mengungsi dari rumah tempat tinggalnya, serta sebagian tidak diketahui keberadaannya karena menyelamatkan diri.
Kepala Divisi Advokasi Center for Marginalized Communities Studies (CMARs), Achmad Zainul Hamdi mengatakan, kasus Syiah Sampang merupakan konflik agama yang serius, sehingga diperlukan tindakan tegas dan sungguh-sungguh dari pemerintah, yang selama ini menganggap konflik Syiah Sampang hanya sebagai persoalan keluarga.
“Peristiwa ini dikecilkan, seakan-akan tidak berarti, hanya masalah keluarga. Terlalu banyak orang yang memiliki masalah keluarga dan tidak menjadi kekerasan seperti ini. Bahwa mungkin masalah keluarga menjadi pemicu awal, tapi eskalasi kekerasan sampai sekarang terjadi, ini adalah konflik keagamaan. Siapapun yang turun ke lapangan dan jujur dengan fakta di lapangan pasti melihat seperti itu,” ujarnya.
Faiq Assidiqi, juga direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya dan penasihat hukum pimpinan kelompok syiah Sampang Tajul Muluk, mendesak pemerintah berlaku adil dengan menjamin peristiwa serupa tidak terulang lagi, serta memulihkan kembali kondisi korban kekerasan dari pihak jamaah Syiah Sampang.
Kepolisian Republik Indonesia menyatakan telah memeriksa delapan orang pelaku, dan menetapkan seorang tersangka berinisial R, atas kasus kekerasan dan pembakaran yang terjadi di Sampang, pada Minggu siang. Kapolri Timur Pradopo menyatakan akan bertindak tegas terhadap setiap pelaku kekerasan, dan akan memproses hukum pelaku yang terlibat. Pihaknya juga memastikan keamanan warga Syiah Sampang, akan menjadi tanggungjawab kepolisian.
“Tentunya langkah-langkah preventif terus dilakukan, bagaimana menyadarkan masyarakat, baik yang terlibat langsung maupun masyarakat di sekitarnya untuk ikut menjaga wilayah kita masing-masing tetap tenang, tidak terpengaruh. Serahkan proses hukum kepaka kepolisian. Polisi dibantu TNI untuk tepat berjaga di sana,” ujar Timur.
Pemerintah Jawa Timur memastikan akan bertanggungjawab terhadap kelangsungan hidup jamaah Syiah Sampang yang ada di pengungsian dengan menyiapkan kebutuhan pokok dan kebutuhan lainnya, sambil mengupayakan perdamaian antara kedua belah pihak. Gubernur Jawa Timur Soekarwo mengatakan siap melakukan relokasi terhadap jamaah Syiah, bila pilihan itu dianggap paling baik untuk dilakukan.
“Prinsip dasar itu tidak direlokasi, karena memang dia penduduk di sana. Tetapi tadi ada permintaan dari dia [warga Syiah], dari masyarakat yang ada di pengungsian, dia tidak nyaman dan ingin dipindah. Kami belum yakin itu, tapi kalau memang betul ya harus kita luluskan,” ujarnya.
Menteri Agama Surya Dharma Ali mengatakan, bahwa konflik Sampang lebih dipicu permasalahan keluarga, hingga meluas menjadi permasalahan antar pengikut yang berbeda keyakinan.
“Yang harus digarisbawahi, mulanya ini bukanlah pertentangan antara Sunni dan Syiah,” ujarnya.
“Kami menuntut secara tegas kepada kepala Kepolisian Republik Indonesia untuk melakukan evaluasi internal atas kegagalan Polres Sampang dalam menjamin rasa aman bagi jamaah Syiah. Kami minta Kapolri menginstruksikan dengan tegas kepada Kapolres Sampang untuk menangani peristiwa ini dengan cepat dan professional. Bahkan jika perlu, ketika ini tidak direspon dengan cepat oleh Kapolres Sampang, kami menuntut secara tegas agar Kapolri memecat Kapolres Sampang,” ujarnya.
Sekitar 80 rumah warga Syiah terbakar dan dirusak massa Minggu (26/8), setelah terjadi bentrokan antara warga Sunni dan Syiah di Desa Karang Gayam, Kecamatan Omben, Kabupaten Sampang, Madura, Jawa Timur. Dua orang dilaporkan tewas, sedangkan belasan lain mengalami luka-luka. Sementara itu 170an warga terpaksa dievakusi dan mengungsi dari rumah tempat tinggalnya, serta sebagian tidak diketahui keberadaannya karena menyelamatkan diri.
Kepala Divisi Advokasi Center for Marginalized Communities Studies (CMARs), Achmad Zainul Hamdi mengatakan, kasus Syiah Sampang merupakan konflik agama yang serius, sehingga diperlukan tindakan tegas dan sungguh-sungguh dari pemerintah, yang selama ini menganggap konflik Syiah Sampang hanya sebagai persoalan keluarga.
“Peristiwa ini dikecilkan, seakan-akan tidak berarti, hanya masalah keluarga. Terlalu banyak orang yang memiliki masalah keluarga dan tidak menjadi kekerasan seperti ini. Bahwa mungkin masalah keluarga menjadi pemicu awal, tapi eskalasi kekerasan sampai sekarang terjadi, ini adalah konflik keagamaan. Siapapun yang turun ke lapangan dan jujur dengan fakta di lapangan pasti melihat seperti itu,” ujarnya.
Faiq Assidiqi, juga direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya dan penasihat hukum pimpinan kelompok syiah Sampang Tajul Muluk, mendesak pemerintah berlaku adil dengan menjamin peristiwa serupa tidak terulang lagi, serta memulihkan kembali kondisi korban kekerasan dari pihak jamaah Syiah Sampang.
Kepolisian Republik Indonesia menyatakan telah memeriksa delapan orang pelaku, dan menetapkan seorang tersangka berinisial R, atas kasus kekerasan dan pembakaran yang terjadi di Sampang, pada Minggu siang. Kapolri Timur Pradopo menyatakan akan bertindak tegas terhadap setiap pelaku kekerasan, dan akan memproses hukum pelaku yang terlibat. Pihaknya juga memastikan keamanan warga Syiah Sampang, akan menjadi tanggungjawab kepolisian.
“Tentunya langkah-langkah preventif terus dilakukan, bagaimana menyadarkan masyarakat, baik yang terlibat langsung maupun masyarakat di sekitarnya untuk ikut menjaga wilayah kita masing-masing tetap tenang, tidak terpengaruh. Serahkan proses hukum kepaka kepolisian. Polisi dibantu TNI untuk tepat berjaga di sana,” ujar Timur.
Pemerintah Jawa Timur memastikan akan bertanggungjawab terhadap kelangsungan hidup jamaah Syiah Sampang yang ada di pengungsian dengan menyiapkan kebutuhan pokok dan kebutuhan lainnya, sambil mengupayakan perdamaian antara kedua belah pihak. Gubernur Jawa Timur Soekarwo mengatakan siap melakukan relokasi terhadap jamaah Syiah, bila pilihan itu dianggap paling baik untuk dilakukan.
“Prinsip dasar itu tidak direlokasi, karena memang dia penduduk di sana. Tetapi tadi ada permintaan dari dia [warga Syiah], dari masyarakat yang ada di pengungsian, dia tidak nyaman dan ingin dipindah. Kami belum yakin itu, tapi kalau memang betul ya harus kita luluskan,” ujarnya.
Menteri Agama Surya Dharma Ali mengatakan, bahwa konflik Sampang lebih dipicu permasalahan keluarga, hingga meluas menjadi permasalahan antar pengikut yang berbeda keyakinan.
“Yang harus digarisbawahi, mulanya ini bukanlah pertentangan antara Sunni dan Syiah,” ujarnya.