SITTWE, RAKHINE —
Presiden Barack Obama menjanjikan dukungan bagi pembaharuan politik di Burma dalam pidatonya di Universitas Rangoon, tetapi juga menggarisbawahi resiko ketegangan antar etnis dan agama.
Menurut Obama, tidak ada proses reformasi akan berhasil tanpa rekonsiliasi nasional.
Kekerasan antar warga pemeluk agama Budha dan umat Muslim di negara bagian Rakhine menewaskan sedikitnya 170 orang dan menelantarkan lebih dari 100.000 lainnya, yang terpaksa memadati kamp-kamp penampungan sementara.
Mayoritas para pengungsi itu adalah umat Rohingya, kaum minoritas Muslim tanpa status yang dianggap sebagai salah satu kaum paling tertindas di dunia.
Pengelola kamp penampungan Thet Kae Pying, Shwe Hla, mengatakan orang-orang itu tidak ingin tinggal di sana, tetapi mereka tidak yakin apakah bisa kembali hidup
“Jika pihak berwenang bisa menemukan solusi bagi kami, saya rasa kami bisa hidup berdampingan lagi. Jika tidak, bagaimana kami bisa hidup bersama-sama? Kini kami tidak bisa saling berbicara, saya tidak bisa mendekati mereka,” ujarnya.
Banyak kampung dibakar habis akibat berbagai serangan balas dendam, termasuk sejumlah tempat ibadah. Kampung-kampung itu kini dijaga oleh militer dan polisi.
Masing-masing pihak saling tuding atas kekerasan yang telah membuat warga marah dan terpaksa tinggal di kam-kamp penampungan berbeda.
Pengelola kamp pengungsi Ywagi North, Oo Kyaw Then, mengatakan warga Rakhine ingin pulang tetapi banyak yang terlalu takut.
“Kami warga Rakhine berulang kali ditindas mereka. Ini adalah akhir hubungan ini. Akan lebih baik jika kedua komunitas hidup saling terpisah,” ujarnya.
Jurubicara Negara bagian Rakhine Win Myaing berharap pemisahan masyarakat seperti itu tidak akan terjadi.
“Ini tergantung pada pihak berwenang. Kita harus menunggu dan memantau. Seperti saya katakan sebelumnya, di masa lalu ada sejumlah insiden kekerasan antara kedua komunitas tetapi setelah satu atau dua minggu mereka bisa hidup bersama lagi. Tetapi berbagai insiden baru-baru ini berbeda dari sebelumnya. Karenanya kita harus menunggu,” katanya.
Pihak berwenang membantah tuduhan bahwa pasukan keamanan lokal berpihak pada kaum Budha di Rakhine saat terjadinya bentrokan.
Menurut Obama, tidak ada proses reformasi akan berhasil tanpa rekonsiliasi nasional.
Kekerasan antar warga pemeluk agama Budha dan umat Muslim di negara bagian Rakhine menewaskan sedikitnya 170 orang dan menelantarkan lebih dari 100.000 lainnya, yang terpaksa memadati kamp-kamp penampungan sementara.
Mayoritas para pengungsi itu adalah umat Rohingya, kaum minoritas Muslim tanpa status yang dianggap sebagai salah satu kaum paling tertindas di dunia.
Pengelola kamp penampungan Thet Kae Pying, Shwe Hla, mengatakan orang-orang itu tidak ingin tinggal di sana, tetapi mereka tidak yakin apakah bisa kembali hidup
“Jika pihak berwenang bisa menemukan solusi bagi kami, saya rasa kami bisa hidup berdampingan lagi. Jika tidak, bagaimana kami bisa hidup bersama-sama? Kini kami tidak bisa saling berbicara, saya tidak bisa mendekati mereka,” ujarnya.
Banyak kampung dibakar habis akibat berbagai serangan balas dendam, termasuk sejumlah tempat ibadah. Kampung-kampung itu kini dijaga oleh militer dan polisi.
Masing-masing pihak saling tuding atas kekerasan yang telah membuat warga marah dan terpaksa tinggal di kam-kamp penampungan berbeda.
Pengelola kamp pengungsi Ywagi North, Oo Kyaw Then, mengatakan warga Rakhine ingin pulang tetapi banyak yang terlalu takut.
“Kami warga Rakhine berulang kali ditindas mereka. Ini adalah akhir hubungan ini. Akan lebih baik jika kedua komunitas hidup saling terpisah,” ujarnya.
Jurubicara Negara bagian Rakhine Win Myaing berharap pemisahan masyarakat seperti itu tidak akan terjadi.
“Ini tergantung pada pihak berwenang. Kita harus menunggu dan memantau. Seperti saya katakan sebelumnya, di masa lalu ada sejumlah insiden kekerasan antara kedua komunitas tetapi setelah satu atau dua minggu mereka bisa hidup bersama lagi. Tetapi berbagai insiden baru-baru ini berbeda dari sebelumnya. Karenanya kita harus menunggu,” katanya.
Pihak berwenang membantah tuduhan bahwa pasukan keamanan lokal berpihak pada kaum Budha di Rakhine saat terjadinya bentrokan.