Tuduhan bahwa aplikasi di telepon pintar resmi Perdana Menteri India, Narendra Modi telah mengirim data pribadi rakyat India ke server luar negeri, berubah menjadi skandal politik di negara itu, di mana peraturan privasi lemah dan penggalian data merajalela.
Pemimpin oposisi India, Rahul Gandhi mempertanyakan perdana menteri setelah seorang peneliti dengan nama samaran mendapati, bahwa aplikasi Modi mengirim informasi pribadi seperti alamat email warga ke server yang dikendalikan oleh perusahaan AS.
“Hai! Namaku Narendra Modi. Saya Perdana Menteri India,'' Gandhi menulis dalam cuitannya yang bernada sarkastik di Twitter dan diterbitkan hari Minggu. ”Sewaktu Anda mendaftar pada aplikasi resmi saya, saya memberikan semua data Anda kepada teman-teman saya di perusahaan-perusahaan Amerika.''
Pihak Modi membela aplikasi itu mengatakan data yang terkumpul sedang digunakan “hanya untuk analisa”. Tetapi pembuat aplikasi diam-diam menulis ulang kebijakan privasi mereka setelah berita itu muncul akhir pekan lalu. Awalnya berbunyi: “Informasi pribadi Anda dan rincian kontak akan tetap rahasia.'' Kini berbunyi: “Informasi tertentu mungkin diproses oleh layanan pihak ketiga.''
Pengumpulan data yang mengganggu adalah hal biasa di dunia aplikasi telpon pintar dan media sosial. Tetapi skandal baru-baru ini atas dugaan pengumpulan data Facebook yang dilakukan oleh Cambridge Analytica yang tidak sah dan tuduhan melakukan pembocoran terkait dengan basis data biometrik India telah memfokuskan kembali perhatian publik pada privasi digital.
Pakar hukum digital dan penulis Pavan Duggal mengatakan, regulasi India memiliki pengamanan yang lemah.
“India tidak memiliki posisi hukum tertentu sehubungan penggalian data,'' katanya. “India tidak punya UU khusus tentang perlindungan data. India juga tidak mempunyai UU privasi, kami juga tidak memiliki undang-undang khusus tentang keamanan dunia maya.''
Peneliti yang karyanya memicu skandal itu tidak langsung menanggapi. [ps/jm]