Pemimpin de facto Suriah Ahmed al-Sharaa bertemu dengan pemimpin senior Kristen pada Selasa (31/12), di tengah seruan kepada pemimpin Islam tersebut untuk menjamin hak-hak minoritas setelah merebut kekuasaan awal bulan ini.
“Pemimpin pemerintahan baru Suriah, Ahmed al-Sharaa, bertemu dengan delegasi dari komunitas Kristen di Damaskus,” kata Komando Umum Suriah dalam sebuah pernyataan di Telegram.
Pernyataan tersebut menyertakan rekaman pertemuan dengan para pemimpin Katolik, Ortodoks, dan Anglikan.
Sebelumnya pada Selasa, Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Noel Barrot menyerukan transisi politik inklusif di Suriah yang menjamin hak-hak masyarakat yang beragam di negara tersebut.
Dia menyatakan harapan bahwa “rakyat Suriah dapat kembali menentukan nasib mereka sendiri”.
Namun agar hal ini terjadi, negara tersebut membutuhkan “transisi politik di Suriah yang mencakup semua komunitas dalam keragaman mereka, yang menjunjung tinggi hak-hak paling dasar dan kebebasan fundamental,” kata Barrot kepada kantor berita AFPTV selama kunjungan ke Lebanon bersama Menteri Pertahanan Sebastien Lecornu.
Barrot dan Lecornu juga bertemu dengan kepala militer Lebanon Joseph Aoun dan mengunjungi pasukan penjaga perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang berpatroli di perbatasan selatan, di mana gencatan senjata yang rapuh mengakhiri pertempuran sengit antara Israel dan Hizbullah pada akhir November.
Pembicaraan “Positif” dengan Kurdi
Sejak merebut kekuasaan, kepemimpinan baru Suriah telah berulang kali mencoba meyakinkan kaum minoritas bahwa mereka tidak akan disakiti, meskipun beberapa insiden telah memicu aksi protes.
Pada 25 Desember, ribuan orang berunjuk rasa di beberapa wilayah Suriah setelah beredar video yang menunjukkan serangan terhadap kuil Alawi di bagian utara negara itu.
Sehari sebelumnya, ratusan demonstran turun ke jalan-jalan di wilayah Kristen Damaskus untuk memprotes pembakaran pohon Natal di dekat Hama di Suriah tengah.
Sebelum perang saudara meletus pada 2011, Suriah adalah rumah bagi sekitar satu juta orang Kristen, menurut analis Fabrice Balanche, yang mengatakan jumlah mereka telah menyusut menjadi sekitar 300 ribu.
Sebelumnya, seorang pejabat Suriah mengatakan kepada AFP bahwa Sharaa mengadakan pembicaraan “positif” dengan delegasi Pasukan Demokratik Suriah (Syrian Democratice Forces/SDF) yang dipimpin Kurdi pada Senin (30/12).
Pembicaraan tersebut merupakan yang pertama bagi Sharaa dengan para komandan Kurdi sejak pemberontak yang dipimpin Islamis menggulingkan orang kuat lama, Bashar al-Assad pada awal Desember. Penggulingan itu terjadi saat SDF terpojok dalam pertempuran dengan faksi-faksi yang didukung Turki di Suriah utara.
SDF yang didukung AS memelopori serangan militer yang mengusir para jihadis dari kelompok ISIS dari wilayah terakhir mereka di Suriah pada 2019.
Namun Turki, yang telah lama memiliki hubungan dengan kelompok Hayat Tahrir al-Sham yang dipimpin Sharaa, menuduh komponen utama SDF tersebut memiliki hubungan dengan Partai Pekerja Kurdistan (PKK), yang telah menggerakkan pemberontakan selama empat dekade terhadap negara Turki.
Pada Minggu, Sharaa mengatakan kepada televisi Al Arabiya bahwa pasukan yang dipimpin Kurdi harus diintegrasikan ke dalam tentara nasional yang baru.
“Senjata harus berada di tangan negara. Siapa pun yang bersenjata dan memenuhi syarat untuk bergabung dengan Kementerian Pertahanan, kami akan menyambut mereka,” kata dia. [ns/ab]
Forum