REUTERS - Indonesia menolak seruan para pakar hak asasi manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk melakukan penyelidikan independen atas laporan "pelanggaran mengejutkan" terhadap penduduk asli Papua. Pemerintah mengatakan telah menangani tuduhan itu.
Kelompok separatis melakukan sejumlah aksi selama beberapa dekade dalam upaya membuat Papua merdeka. Mereka mengklaim pemungutan suara tahun 1969 yang diawasi oleh PBB dan membawa bekas jajahan Belanda di bawah kendali Indonesia tidak sah.
Dalam sebuah pernyataan pada Selasa (1/3), tiga ahli independen PBB mengatakan bahwa antara April dan November 2021 mereka telah menerima pengaduan yang mengindikasikan beberapa contoh pembunuhan di luar proses hukum, termasuk anak-anak, penghilangan paksa, penyiksaan dan pemindahan paksa setidaknya 5.000 orang Papua.
Pernyataan dari para ahli PBB mengutip perkiraan bahwa 60.000 hingga 100.000 orang telah mengungsi di Papua sejak eskalasi kekerasan pada Desember 2018.
"Ribuan penduduk desa yang terlantar telah melarikan diri ke hutan di mana menghadapi cuaca yang esktrem di dataran tinggi tanpa akses ke fasilitas makanan, kesehatan dan pendidikan," kata para ahli.
Dalam sebuah surat yang dikirim ke pemerintah Indonesia pada 27 Desember, para ahli juga menyoroti meningkatnya kekerasan sejak 2021 dan mengatakan telah terjadi "lonjakan" dalam penggerebekan untuk menangkap separatis bersenjata yang menyebabkan penangkapan dan penahanan sewenang-wenang.
Salah satu kasus yang dikutip adalah seorang anak berusia dua tahun yang tewas setelah baku tembak, meskipun kelompok separatis dan pasukan keamanan memiliki laporan yang berbeda tentang bagaimana anak tersebut meninggal.
Menggambarkan pernyataan para ahli PBB sebagai "bias", misi tetap Indonesia di Jenewa dalam sebuah pernyataan mengatakan rilis berita tersebut mengabaikan "data dan informasi yang dapat diverifikasi" yang telah diajukan oleh Indonesia atas tuduhan yang sama.
Hal itu membantah pihak berwenang telah menghalangi bantuan atau melakukan pemindahan paksa dan mengatakan orang-orang telah mengungsi karena berbagai faktor termasuk bencana alam dan konflik suku.
Pernyataan itu mengatakan pasukan keamanan perlu dikerahkan di beberapa daerah karena serangan terhadap warga sipil oleh "kelompok kriminal bersenjata." [ah/rs]