Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan pendekatan keamanan juga akan diimbangi dengan pembangunan ekonomi, untuk kesejahteraan masyarakat Papua. Pemerintah tidak akan mengulangi pendekatan keamanan yang represif seperti di masa silam. Ini dibuktikan dengan pemberian otonomi khusus bagi Papua dan Papua Barat.
“Sejak tujuh tahun yang lalu, segera setelah saya mengemban amanah menjadi Presiden di negeri ini, saya telah melakukan pendekatan untuk penyelesaian masalah Papua," Presiden SBY mengatakan. "Yang dulu pendekatannya mungkin bersifat kepada keamanan, setelah kita evaluasi nampaknya kita pandang kurang tepat. Oleh karena itulah, kita ubah menjadi pendekatan kesejahteraan demi keadilan, kesejahteraan, dan kemajuan saudara-saudara kita di Papua dan Papua Barat.”
Pemerintah telah menerbitkan PP Nomor 54 tahun 2004 tentang Majelis Rakyat Papua, yang menjadi amanah UU Otonomi Khusus. Presiden menjelaskan, bahwa dalam perkembangannya pemerintah telah mengalokasikan anggaran, termasuk mendesentralisasikan fiskal ke Papua dan Papua Barat, yang meningkat secara signifikan.
Seterusnya, Pemerintah juga telah meneribitkan Inpres No 5 tahun 2007 tentang Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat, yang sekarang ini juga telah dilaksanakan oleh jajaran Pemda Papua dan Papua barat juga kementerian dan lembaga terkait.
Meskipun sejumlah UU dan peraturan telah diterbitkan, harus diakui ada beragam kelemahan dalam pelaksanaannya; terutama menyangkut audit penggunaan dana otonomi khusus, yang sudah dikucurkan triliunan rupiah sejak tujuh tahun terakhir.
Umar Askad Sabuku, seorang tokoh adat Papua Barat, dalam sebuah diskusi di Jakarta, pekan ini mengatakan payung hukum otonomi khusus yang dibuat pemerintah Jakarta, ternyata gagal melindungi dan menyejahterakan seluruh masyarakat Papua.
Ia mengatakan, “Sampai hari ini Otsus Papua dijalankan dengan mengeluarkan berbagai kebijakan yang membingungkan tentang bagaimana penanganan Papua yang bermartabat sesuai ruh UU Otsus itu. Kalau UU Otsus dijalankan dengan baik, saya sangat percaya bahwa sekalipun ada pihak-pihak yang menginginkan untuk memisahkan diri dari negara ini, lama kelamaan akan terjadi perubahan yang signifikan di Papua dan tidak ada orang yang berbicara tentang Papua Merdeka.”
Di bidang politik, Umar Askar Sabuku meminta Mahkamah Konstitusi mempertimbangkan pemberian sebelas kursi kepada warga asli Papua, sesuai amanat Otonomi Khusus. “Kalau di Aceh ada partai politik lokal mengapa di Papua tidak ada partai politik lokal?" ia bertanya.
Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi kepada VOA mengatakan bahwa gagasan baru dalam urusan politik tersebut harus ditanyakan kepada parlemen. “Sebenarnya dari segi atau aspek pemerintahan semua sudah diatur dalam UU otonomi Khusus Papua, itu sudah selesai. Kalau ada gagasan-gagasan baru tentu mestinya disampaikan ke parlemen saja nanti. Menurut saya itu idenya (partai politik lokal di Papua) juga belum jelas,” ujar Mendagri.