Tautan-tautan Akses

Deplu AS: Pelanggaran Teroris terhadap Kelompok Agama Meluas


Etnis minoritas Muslim Rohingya di Sittwe, Myanmar menjadi sasaran pelanggaran dan diskriminasi (foto: dok).
Etnis minoritas Muslim Rohingya di Sittwe, Myanmar menjadi sasaran pelanggaran dan diskriminasi (foto: dok).

Departemen Luar Negeri AS mengeluarkan laporan Rabu (14/10) yang mengatakan kelompok agama semakin menjadi sasaran pelanggaran dan diskriminasi organisasi teroris.

Departemen Luar Negeri Amerika hari Rabu (14/10) mengatakan berbagai organisasi teroris dan kelompok-kelompok non-negara lain telah mengakibatkan “kekerasan dan kebencian” terhadap kelompok-kelompok agama di seluruh Timur Tengah, sub-Sahara Afrika dan Asia.

Dalam laporan tahunan ke-17 tentang kebebasan beragama internasional itu, Departemen Luar Negeri mengatakan ketika kelompok-kelompok agama di tiga kawasan itu menjadi sasaran pelanggaran dan diskriminasi, “intoleransi agama dan permusuhan, yang dikombinasikan dengan masalah politik, ekonomi dan etnis kerap memicu aksi kekerasan”.

Laporan itu mengatakan pemerintah telah berdiam diri, baik “karena tidak mau atau tidak mampu mengambil tindakan terhadap aksi kekerasan yang menimbulkan korban tewas, luka-luka atau pengungsian”.

Departemen Luar Negeri Amerika menuduh ISIS atas pelanggaran terhadap kebebasan beragama di Irak dan Suriah.

Sebagai contoh di kota Mosul, Irak dimana kelompok militan itu merampas seorang anak perempuan berusia tiga tahun dari tangan ibunya yang beragama Kristen dan memaksa ibu itu kembali ke dalam bis, dengan ancaman akan dibunuh jika ia tidak mematuhi perintah tersebut. Laporan itu mengatakan ibu tersebut “tidak pernah tahu apa yang terjadi pada anak perempuannya itu”.

Laporan itu juga menyebut pelanggaran yang dilakukan kelompok milisi Syiah di Irak, Front Al Nusra di Suriah, Boko Haram di Nigeria, Lashkar i-Jhangvi di Pakistan, anti-Yahudi di Perancis dan Jerman, dan diskriminasi terhadap warga minoritas Rohingya di Myanmar.

Ketika merilis laporan itu, Duta Besar Khusus Untuk Kebebasan Beragama Internasional David Saperstein mengatakan “kebutuhan mutlak dan tidak bisa ditawar-tawar untuk menyampaikan suara mereka yang tertekan karena agama di setiap negara, yang takut menyampaikan apa yang mereka yakini, yang terancam kematian atau hidup dalam ketakutan, yang beribadah di gereja – mesjid atau kuil rahasia, yang merasa begitu menderita sehingga meninggalkan rumah mereka agar tidak dibunuh atau dihakimi hanya karena mereka mencintai Tuhan dengan cara mereka atau mempertanyakan keberadaan Tuhan”. [em/ii]

XS
SM
MD
LG