Upaya menemukan solusi politik terhadap perang saudara di Suriah dimulai kembali hari Selasa (24/4) ketika para wakil dan menteri dari 85 negara berkumpul di Brussels untuk mengikuti konferensi dua hari yang diselenggarakan bersama oleh PBB dan Uni Eropa.
Tujuannya adalah memobilisasi bantuan kemanusiaan bagi warga Suriah dan menggalakan dukungan bagi proses perdamaian yang dipimpin PBB. Namun keberadaan pasukan pemerintah Suriah – yang didukung Rusia sebagai sekutu mereka – dan tekad Suriah meraih kemenangan, kecil harapan akan adanya terobosan diplomatik di Brussels.
Pesawat-pesawat tempur Suriah terus menghantam target-target oposisi di bagian selatan Damaskus hari Senin (23/4). Pemukiman Hajr Al-Aswad dan kamp pengungsi Palestina di Yarmouk adalah kantung terakhir ibukota yang dikuasai ISIS dan kelompok-kelompok militan lainnya.
Kawasan itu juga merupakan kediaman ribuan warga sipil. Juru bicara badan PBB untuk urusan pengungsi Palestina Chris Gunness menggambarkan kondisi di kamp Yarmouk itu sebagai “mirip dengan neraka.”
“Kami melihat bentrokan sengit di darat, juga letusan senjata dari udara, sehingga tentu saja rumah warga menjadi tidak aman. Selain itu sama sekali tidak ada infrastruktur publik. Rumah sakit terakhir yang tersisa di kamp Yarmouk telah benar-benar tidak berfungsi,” ujar Gunnes hari Senin.
Tujuh tahun sejak demonstrasi pertama terjadi di kota-kota Suriah guna menentang pemerintahan Bashar Al-Assad, tidak ada tanda akan
berakhirnya perang saudara yang telah menewaskan sekitar 400 ribu orang dan memaksa 12 juta lainnya mengungsi dari rumah mereka.
Konferensi di Brussels ini mengambil tema “mendukung masa depan Suriah dan kawasan,” dan merupakan upaya terbaru untuk mendorong perundingan damai pasca gagalnya perundingan-perundingan PBB di Jenewa, dan putaran perundingan di Astana dan Sochi yang dimediasi Rusia. [em/al]