Tautan-tautan Akses

PBB Pemberantasan HIV/AIDS Terhambat Tabu dan Stigma


Michel Sidibe, Direktur Eksekutif Program Bersama PBB untuk HIV/AIDS, dalam sebuah konferensi pers mengumumkan penunjukan desainer fesyen Victoria Beckham, tidak tampak dalam gambar, sebagai Duta PBB untuk Kampanye HIV/AIDS, 25 September 2014.
Michel Sidibe, Direktur Eksekutif Program Bersama PBB untuk HIV/AIDS, dalam sebuah konferensi pers mengumumkan penunjukan desainer fesyen Victoria Beckham, tidak tampak dalam gambar, sebagai Duta PBB untuk Kampanye HIV/AIDS, 25 September 2014.

Kepala UNAIDS, sebuah komite bersama untuk program HIV-AIDS di PBB, mengatakan pengujian virus HIV penting untuk mencapai tujuan memberantas virus itu selambat-lambatnya pada 2030. Tetapi pejabat-pejabat PBB mengatakan kepada VOA bahwa upaya tersebut di banyak negara terhambat karena tabu sosial dan stigma yang melekat pada AIDS dan penyakit terkait HIV lainnya.

Hanya beberapa tahun yang lalu sulit mendapatkan perawatan bagi semua orang yang terinfeksi virus yang dapat menyebabkan AIDS dan penyakit lain. Tetapi kini, para pejabat kesehatan berharap dapat memberantas virus mematikan itu selambat-lambatnya pada tahun 2030.

“Pada tahun 2001, di Afrika Selatan hanya ada 90 orang yang mendapat perawatan layanan publik. Kini ada sekitar 4,3 juta orang yang mendapat perawatan,” kata Michel Sidibe, Direktur Eksekutif UNAIDS.

Michel Sidibe adalah pejabat PBB yang bertanggungjawab atas upaya global untuk memberantas HIV. Ia mengatakan kemajuan telah dicapai berkat solidaritas antar negara dan kerjasama antara sektor publik dan swasta. Dengan semakin efektifnya pengobatan dan ketersediaan perawatan, sebagian besar negara-negara Afrika kini berhasil mengendalikan penyakit tersebut. Tetapi belum semua.

“Afrika Barat, Afrika Tengah, benar-benar masih tertinggal. Ketika ada 61 persen orang di seluruh dunia yang mendapat perawatan, di kawasan ini hanya ada 35 persen orang yang mendapat perawatan,” kata Sidibe.

Upaya-upaya harus ditingkatkan di negara-negara yang tertinggal itu.

“Kami masih memiliki cakupan rendah dalam hal perawatan untuk anak-anak dan kami harus benar-benar mempercepat tindakan di bidang itu,” kata Sidibe.

Christinah Motsoahae, menerima obat-obatan dari seorang apoteker di klinik HIV/AIDS Themba Lethu yang disponsori AS, RS Helen Joseph, di Johannesburg, Afrika Selatan, 15 November 2012.
Christinah Motsoahae, menerima obat-obatan dari seorang apoteker di klinik HIV/AIDS Themba Lethu yang disponsori AS, RS Helen Joseph, di Johannesburg, Afrika Selatan, 15 November 2012.

Tabu budaya adalah rintangan lain dalam memberantas penyakit ini. Sidibe mengatakan sebagian besar laki-laki Afrika berusia 25-39 tahun menghindari tes HIV karena stigma yang melekat, dan mereka terus menyebarluaskan virus itu tanpa sadar. Ditambahkannya, dalam masyarakat seperti itu, harus ada upaya-upaya agar tersedia “uji-mandiri.”

“Pendekatan yang berpusat pada keluarga dan juga pendekatan berbasis masyarakat akan menjadi upaya utama kita di masa depan, jika kita ingin benar-benar menjangkau jutaan orang yang belum tahu status mereka dan masih terus menulari orang lain,” kata Sidibe.

Konferensi UNAIDS mendatang akan memusatkan perhatian pada perbaikan program pencegahan, khususnya bagi kelompok-kelompok paling rentan seperti pecandu narkoba, pekerja seks dan homoseksual. Sidibe mengatakan penting untuk memahami bahwa HIV bukan kasus terisolasi, tetapi terkait dengan kanker rahim, TBC, kesehatan ibu dan masalah lain.

Sejak kasus pertama HIV dilaporkan lebih dari 35 tahun lalu, 78 juta orang telah terinfeksi HIV, dan 35 juta meninggal karena penyakit terkait AIDS. UNAIDS memulai operasinya pada1996 untuk memacu upaya dan inovasi lokal, yang pada akhirnya akan memasukkan HIV sebagai sesuatu yang hanya ada dalam sejarah. [em/ds]

XS
SM
MD
LG