Diplomat senior PBB untuk proses perdamaian Timur Tengah, Selasa memperingatkan gangguan kerja sama antara kepemimpinan Israel dan Palestina akibat ancaman aneksasi menghambat penanganan COVID-19.
"Sayangnya, situasi di lapangan dengan cepat dipengaruhi oleh peningkatan dramatis kasus COVID-19 di Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur, dan di Israel," kata utusan PBB, Nickolay Mladenov kepada Dewan Keamanan PBB dalam pertemuan virtual.
Israel telah mencatat lebih dari 52.600 kasus virus korona yang dikonfirmasi dan 422 kematian, sementara Otoritas Palestina (PA) telah mengkonfirmasi lebih dari 9.200 kasus dan 64 kematian.
"Saya juga mengkhawatirkan, tingkat koordinasi yang jauh lebih rendah dibandingkan pada awal tahun, ketika gelombang pertama virus itu menyerang," kata Mladenov. "Situasi ini bisa berakibat serius pada kemampuan untuk mengontrol penyebarannya dan dampaknya terhadap kehidupan warga."
Ketegangan meningkat di kedua pihak ketika pemerintah koalisi Israel yang dipimpin oleh Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, bulan Mei mengumumkan rencananya untuk mencaplok sekitar 30% Tepi Barat, termasuk permukiman Israel dan daerah-daerah yang utamanya dihuni warga Palestina.
Mladenov mengatakan untuk mengatasi pandemi, Otoritas Palestina telah mengambil langkah-langkah untuk membatasi pergerakan di Tepi Barat dan daerah-daerah lain yang terkena dampak. Israel juga telah memberlakukan kembali pembatasan untuk pertemuan dan sebagian bisnis yang tidak penting, dan menerapkan penutupan wilayah di daerah-daerah tertentu.
Perpindahan orang di antara daerah Israel dan wilayah Palestina tetap sangat dibatasi, dan perbatasan Rafah antara Jalur Gaza dan Mesir telah ditutup sejak pertengahan Mei. [my/jm]