Pasukan keamanan di wilayah Papua yang bergolak telah mengepung separatis yang menahan seorang pilot Selandia Baru, tetapi berjanji akan menahan diri sementara negosiasi untuk pembebasannya berlanjut.
Philip Mehrtens, pilot Susi Air, disandera oleh Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) pada 7 Februari setelah mendarat di wilayah terpencil Nduga.
Pemberontak mengatakan mereka tidak akan membebaskan Mehrtens, 37, kecuali pemerintah Indonesia mengakui kemerdekaan wilayah itu dan menarik pasukannya.
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD mengatakan aparat keamanan telah menemukan lokasi kelompok yang menyandera pilot tersebut namun akan menahan diri dari tindakan yang mungkin membahayakan nyawanya.
"Sekarang mereka dikepung dan kita sudah tahu lokasinya. Tapi kita harus hati-hati," kata Mahfud seperti dilansir media setempat, Selasa (28/2)
Ia tidak merinci lokasi atau langkah apa yang mungkin diambil Indonesia untuk membebaskan pilot tersebut.
Pendiri dan pemilik Susi Air mengatakan pada hari Rabu (1/3) bahwa 70 persen penerbangannya di wilayah tersebut telah dibatalkan, dan meminta maaf atas gangguan pasokan vital ke daerah-daerah pegunungan yang terpencil.
“Ada dampak kemanusiaan yang besar. Ada yang sakit dan tidak bisa berobat…dan kemungkinan persediaan makanan semakin menipis,” kata Susi Pudjiastuti, pemilik Susi Air, kepada wartawan.
Kelompok-kelompok separatis telah mengobarkan perjuangan tingkat rendah untuk kemerdekaan sejak wilayah yang kaya sumber daya itu, yang pernah diperintah oleh Belanda, berada di bawah kendali Indonesia setelah pemungutan suara yang diawasi PBB pada tahun 1969.
Penyanderaan orang asing sebetulnya jarang terjadi namun konflik di wilayah itu telah meningkat sejak 2018. Kelompok-kelompok pemberontak meningkatkan serangan yang lebih mematikan dan lebih sering.
Panglima TNI, Laksamana Yudo Margono mengatakan operasi menjadi rumit dengan kehadiran warga sipil di wilayah tersebut.
"Tidak mudah untuk menangkap kelompok ini karena mereka berbaur dengan penduduk setempat. Kami akan mengutamakan langkah-langkah persuasif," katanya dalam sebuah pernyataan.
Pasukan keamanan sebelumnya mengatakan "operasi penegakan hukum" telah direncanakan, tetapi hanya sebagai upaya terakhir jika negosiasi gagal.
Pemerintah selama ini menggunakan tokoh-tokoh terkemuka di Papua seperti politikus, pendeta, dan tokoh masyarakat untuk berkomunikasi dengan para penyandera. [ab/lt]
Forum