Parlemen baru Irak hari Minggu (9/1) melangsungkan pertemuan pertama, hampir tiga bulan setelah warga Irak memberikan suara dalam pemilu yang hasilnya diperebutkan oleh faksi-faksi kuat yang didukung Iran.
Pertemuan itu menghasilkan apa yang tampaknya akan menjadi periode perselisihan politik yang panjang di antara kelompok-kelompok yang bersaing untuk memilih presiden dan perdana menteri baru.
Sebagai pemimpin blok terbesar, ulama Syiah Muqtada Al Sadr – yang memimpin pemberontakan melawan pasukan Amerika setelah invasi tahun 2003 – dinilai memiliki pengaruh dalam memilih perdana menteri baru. Tetapi ia harus mengatasi ketegangan dengan kelompok-kelompok Syiah lain yang saling bersaing, masih terus menolak hasil pemilu dan menuntut untuk memiliki suara dalam proses pembentukan pemerintah.
Sejumlah anggota parlemen dari blok Al Sadr tiba lebih dulu di gedung parlemen di Baghdad, mengenakan kain kafan, sebagai tanda kesediaan mereka untuk mati demi Al Sadr. Al Sadr, salah seorang pemimpin politik paling berpengaruh di Irak, adalah pemenang suara terbanyak dalam pemilu 10 Oktober di mana ia meraih 73 dari 329 kursi di parlemen.
Faksi-faksi pro-Iran yang menuduh telah terjadi kecurangan dalam pemilu, kehilangan sekitar dua per tiga kursi mereka; sebuah pukulan yang signifikan.
Selama lebih dari dua bulan pendukung kelompok bersenjata telah mendirikan tenda dan melakukan aksi duduk di sekitar lokasi yang disebut sebagai “Zona Hijau” ibu kota, kawasan di mana terdapat gedung-gedung pemerintah Irak dan banyak misi diplomasi asing; sementara mereka mengajukan banding ke pengadilan tinggi Irak.
Ketegangan memuncak November lalu ketika terjadi upaya pembunuhan dengan pesawat nirawak bersenjata terhadap kediaman Perdana Menteri Mustafa Al Kadhimi. Kelompok-kelompok yang bersekutu dengan Iran dituduh telah melancarkan serangan itu. Al Khadhimi selamat dalam upaya itu.
Pengadilan tinggi telah menolak permohonan banding yang disampaikan faksi-faksi yang didukung Iran dan akhir Desember lalu meratifikasi hasil pemilu.
Para anggota parlemen diperkirakan akan memilih seorang ketua parlemen dan dua wakil. Parlemen kemudian harus memilih presiden baru, yang kemudian memiliki waktu selama 15 hari untuk menunjuk seorang perdana menteri yang dinominasikan oleh blok terbesar untuk membentuk pemerintahan baru. [em/ka]