Kanselir Olaf Scholz kalah dalam mosi tidak percaya di parlemen Jerman pada hari Senin (16/12), sehingga negara dengan jumlah penduduk terpadat dan tingkat perekonomian terbesar di Uni Eropa itu akan melangsungkan pemilihan umum lebih awal, yaitu pada Februari 2025.
Scholz memenangkan dukungan dari 207 anggota parlemen di majelis rendah yang terdiri dari 733 kursi, atau Bundestag. Namun 394 anggota parlemen menolak dan 116 abstain. Hal ini membuatnya jauh dari mayoritas 367 suara yang dibutuhkan untuk menang.
Scholz memimpin pemerintahan minoritas setelah koalisi tiga partai yang tidak populer dan terkenal penuh permusuhan runtuh pada 6 November ketika ia memecat menteri keuangannya dalam sebuah perselisihan mengenai cara merevitalisasi ekonomi Jerman yang stagnan.
Para pemimpin dari beberapa partai besar kemudian setuju untuk menyelenggarakan pemilu pada 23 Februari, tujuh bulan lebih awal dari yang direncanakan.
Mosi percaya diperlukan karena konstitusi Jerman pasca-Perang Dunia II tidak mengizinkan Bundestag membubarkan diri. Kini Presiden Frank-Walter Steinmeier harus memutuskan apakah akan membubarkan parlemen dan mengadakan pemilu.
Steinmeier memiliki waktu 21 hari untuk mengambil keputusan. Setelah parlemen dibubarkan, pemilu harus dilangsungkan dalam waktu 60 hari.
Sistem pemilihan umum Jerman secara tradisional menghasilkan koalisi, dan jajak pendapat menunjukkan tidak ada partai yang bisa mencapai mayoritas absolut sendirian. Pemilihan umum ini diperkirakan akan diikuti dengan negosiasi selama berminggu-minggu untuk membentuk pemerintahan baru.
Pemilihan untuk melihat tingkat kepercayaan jarang terjadi di Jerman, negara berpenduduk 83 juta orang yang mengutamakan stabilitas. Ini merupakan kali keenam dalam sejarah pascaperang, seorang kanselir melakukan pemungutan suara.
Yang terakhir terjadi pada tahun 2005, ketika Kanselir Gerhard Schröder saat itu merekayasa pemilihan awal yang dimenangkan dengan tipis oleh penantang dari sayap kanan-tengah, Angela Merkel. [em/jm]
Forum