Pemerintah Myanmar mengatakan mereka memerlukan "bukti kuat" bukannya dugaan sebelum mereka menyelidiki laporan-laporan mengenai kekerasan seksual terhadap komunitas Rohingya oleh pasukan keamanan.
Penasihat khusus PBB untuk pencegahan genosida, Adama Dieng, telah mengatakan bahwa kelompok Rohingya telah menderita penyiksaan yang dapat dikategorikan "kejahatan terhadap kemanusiaan."
"Posisi kita jelas: Tuduhan-tuduhan ini sangat serius," ujar sekretaris permanen Kementerian Luar Negeri Myanmar, U Kyaw Zaya, hari Selasa (7/2).
"Namun dugaan-dugaan ini tidak cukup. Jika mereka memberi kami bukti, kami akan menyelidiki dugaan-dugaan ini."
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres dilaporkan sangat terkejut dengan laporan baru-baru ini mengenai kekerasan seksual yang dikatakan dilakukan pasukan Myanmar terhadap etnis Muslim Rohingya yang minoritas.
Juru bicara PBB Stephane Dujarric mengungkapkan reaksi Guterres itu hari Selasa (7/2) atas laporan yang bersumber dari Human Rights Watch yang berkantor pusat di New York.
Organisasi hak asasi manusia itu menuduh anggota militer dan polisi perbatasan turut dalam pemerkosaan, pemerkosaan beramai-ramai, penggeledahan tubuh yang melampaui batas, dan kekerasan seksual dalam melakukan operasi kontra-pemberontak di negara bagian Rakhine, Myanmar barat, dari Oktober sampai pertengahan Desember.
Human Rights Watch mendesak pemerintah Myanmar hari Senin agar mendukung dilakukannya penyelidikan internasional yang independen.
Etnis Rohingya yang diperkirakan berjumlah satu juta orang menghadapi diskriminasi resmi dan sosial di Myanmar yang berpenduduk mayoritas Buddhis. Sebagian besar Rohingya dianggap migran dari Bangladesh. Banyak dari mereka mengungsi sewaktu kerusuhan antarkelompok tahun 2012 dan dewasa ini terdapat lebih dari 100 ribu orang yang tinggal di kamp pengungsi. [ps/al]