Pasukan keamanan Myanmar melepaskan tembakan pada upacara pemakaman hari Minggu (28/3), sehari setelah lebih dari 100 orang tewas dalam protes terhadap kudeta militer 1 Februari.
Para pelayat melarikan diri dari pemakaman di Bago, dekat ibu kota komersial Yangon, ketika mendengar suara tembakan, menurut para saksi mata. Tidak ada laporan tentang jatuhnya korban jiwa.
Pemakaman berlangsung bagi Thae Maung Maung, 20 tahun, yang merupakan salah satu dari sekitar 114 orang yang tewas pada Sabtu (27/3), hari paling berdarah sejak junta militer merebut kekuasaan.
Para kepala pertahanan dari belasan negara, termasuk Amerika Serikat, mengeluarkan pernyataan bersama yang langka pada Sabtu yang mengecam penggunaan kekerasan mematikan oleh Myanmar terhadap rakyat yang tidak bersenjata.
“Militer profesional mengikuti standar perilaku internasional dan bertanggung jawab untuk melindungi – bukan melukai – rakyat yang dilayaninya,” kata pernyataan itu.
“Kami mendesak Angkatan Bersenjata Myanmar untuk menghentikan kekerasan dan bekerja untuk memulihkan rasa hormat dan kepercayaan dari rakyat Myanmar yang telah hilang karena tindakannya.”
Pernyataan tersebut didukung oleh kepala pertahanan dari Australia, Inggris, Kanada, Denmark, Jerman, Yunani, Italia, Jepang, Belanda, Korea Selatan dan Selandia Baru.
Menanggapi pembunuhan hari Sabtu, juru bicara Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa mengatakan Antonio Guterres “mengutuk keras pembunuhan puluhan warga sipil, termasuk anak-anak dan remaja, oleh pasukan keamanan di Myanmar" dan mendesak militer agar menahan diri dari kekerasan dan represi. [lt/jm]