Ada tiga jalur masuk ke perguruan tinggi bagi lulusan sekolah menengah atas selama ini. Pertama, jalur prestasi atau Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Kedua, tes nasional atau Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN). Sedangkan cara ketiga adalah jalur mandiri yang diselenggarakan masing-masing PTN.
Mendikbukristek, Nadiem Anwar Makarim, mengumumkan perubahan mendasar untuk tiga skema seleksi itu, yang intinya mendorong siswa menguasai penalaran dan literasi daripada hanya menghabiskan waktu dengan menghafal materi pelajaran.
Di skema SNMPTN misalnya, Nadiem menambahkan minimum kriteria bobot 50 persen rata-rata nilai rapor seluruh mata pelajaran.
“Sehingga setiap pencapaian siswa, setiap mata pelajaran itu ada bobotnya, dalam seleksi proses ini. Sisanya itu kita berikan kebebasan kepada Prodi (program studi, red) dan PTN, untuk menentukan bobotnya, antara mata pelajaran yang spesifik ke Prodi itu, prestasi, atau portofolio,” kata Nadiem, dalam acara Merdeka Belajar seri 22, Rabu (7/9).
Perubahan revolusioner juga terjadi dalam skema SBMPTN, di mana tidak ada lagi tes mata pelajaran spesifik.
“Hanya ada satu tes skolastik, yang mengukur potensi kognitif, penalaran matematika, literasi dalam bahasa Indonesia, dan bahasa Inggris, dan ini akan menyederhanakan secara drastis tes seleksi ini,” kata Nadiem.
Aturan baru ini juga akan meringankan beban orang tua, karena tidak perlu mengirimkan anaknya ke lembaga bimbingan belajar yang mahal. Guru di sekolah juga tidak berada dalam tekanan untuk mendongkrak kemampuan siswa, dan fokus mengembangkan kemampuan nalar siswa serta mendalami kurikulum mereka.
“Dan untuk seleksi secara mandiri, kita akan meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dan memberikan kesempatan untuk masyarakat, mengawasi proses tersebut. Dengan memastikan bahwa PTN mengumumkan semua kriteria dan proses dari seleksi jalur mandiri, sebelum dan sesudah seleksi terjadi,” papar Nadiem.
Perubahan di jalur mandiri ini, sekaligus menjadi gebrakan setelah KPK menangkap Rektor Universitas Lampung pada bulan lalu, karena menerima suap terkait penerimaan mahasiswa baru.
Nadiem berharap, perubahan besar ini menciptakan jalur seleksi yang jauh lebih transparan, lebih demokratis, menjunjung tinggi keadilan sosial, dan lebih sederhana untuk siswa.
Disambut Baik Seluruh Pihak
Astuti Andriyani, orang tua salah satu siswa di SMA N I Yogyakarta menyambut positif gebrakan Nadiem.
“Transformasi ini sangat luar biasa, karena mengurangi beban belajar dari anak kami yang kemarin harus menyelesaikan 15 mata pelajaran di sekolah, masih harus persiapan khusus untuk soal-soal UTBK, yang fokus pada rumus, hafalan kemudian tips-tips jitu mengenali tipe-tipe soal,” kata Astuti.
UTBK yang disebut Astuti, adalah Ujian Tulis Berbasis Komputer.
Seperti juga kebanyakan orang tua di Yogyakarta, Astuti juga harus mengirim anaknya ke lembaga bimbingan belajar.
“Anaknya juga merasa enggak yakin dengan kemampuannya mengerjakan UTBK, sehingga anaknya minta les khusus persiapan UTBK. Otomatis itu dilakukan diluar jam sekolah dan juga ada biaya tambahan,” ujarnya.
Skema baru ini juga disambut baik Suhendiana Noor, Kepala SMAN I Lembang, Bandung Barat, karena dinilai memberikan keselarasan antara proses pembelajaran di sekolah dengan proses seleksi masuk perguruan tinggi itu sendiri.
“Kami, guru-guru, menjadi yakin sekarang, bahwa proses pembelajaran yang kami lakukan adalah benar. Karena pembelajaran di sekolah kami, sudah menerapkan pembelajaran tematik, integratif, kolaboratif,” kata Suhendiana.
Siswa sekolah saat ini, lanjut dia, telah dididik berkolaborasi memecahkan masalah di kehidupan sehari-hari, baik terkait ekonomi, sosial dan lingkungan. Mereka dipersiapkan untuk memiliki kemampuan yang dibutuhkan ke depan.
“Yaitu kemampuan bernalar atau berpikir kritis, kemampuan memecahkan masalah, kemampuan berpikir kreatif, kemampuan berkolaborasi dan kemampuan berkomunikasi, ujarnya.
Prof Ganefri, Rektor Universitas Negeri Padang meyakini kebijakan ini akan mendorong lebih banyak siswa percaya diri mengikuti seleksi masuk PTN tahun ini. Salah satu faktornya adalah bimbingan belajar tidak menjadi faktor yang cukup berpengaruh. Otomatis, siswa dari keluarga tidak mampu dan tidak dapat mengakses bimbingan belajar di luar sekolah lebih percaya diri.
Selain itu, Ganefri juga menyebut skema seleksi mandiri tahun depan akan lebih baik.
“Memang kita harus bisa menunjukkan transparansi dan akuntabilitas publik pada masyarakat, bahwa proses tes seleksi mandiri itu memang mengedepankan nilai-nilai akademik. Tidak ada unsur-unsur komersial disini sebenarnya,” ucapnya, yang secara tidak langsung merujuk pada kasus penangkapan Rektor Universitas Lampung.
Tugas selanjutnya adalah mengawasi dan menjaga skema baru tersebut. Termasuk, memanfaatkan ruang pengawasan yang diberikan kementerian, bagi masyarakat untuk memantau pelaksanaan seleksi. Jika ada penyimpangan, kementerian telah menyiapkan kanal pelaporan, dan hal ini disambut baik Ganefri.
Sementara Uuf Brajawidagda Ph D, Direktur Politeknik Negeri Batam bersyukur bahwa skema baru ini juga memungkinkan seluruh jalur di politeknik baik diploma maupun sarjana terapan, masuk menjadi menu pilihan bagi seluruh calon mahasiswa.
“Dan yang kedua, utamanya adalah perluasan akses bagi mahasiswa-mahasiswa yang memang selama ini tidak beruntung secara sosio-ekonomi,” kata Uuf. [ns/ab]
Forum