Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi mengatakan di tahun 2018 ini, ada banyak kemajuan dalam hal diplomasi terkait negosiasi perbatasan maritim dan darat Indonesia dengan negara tetangga, salah satunya dengan Malaysia. Meskipun tidak menjelaskan lebih jauh, negosiasi perbatasan dengan Malaysia tersebut, kata Retno hanya tinggal menunggu waktu untuk segera mensahkannya dalam bentuk penjanjian antar kedua negara.
Usai memberikan kuliah umum di Universitas Pancasila, Jakarta, Kamis (13/12) Retno menegaskan pentingnya negosiasi perbatasan antar negara, yaitu selain untuk mempertegas batas wilayah negara masing-masing, hal tersebut juga bisa meminimalisir terjadinya insiden dengan berbagai negara tetangga.
"Tahun ini seperti yang saya sampaikan ada kemajuan, yang kita lakukan dengan Malaysia, jadi kita tinggal memformalkan saja capai-capaian untuk negosiasi maritim kita, dengan Malaysia. Jadi dari waktu ke waktu kita berusaha untuk menyelesaikan, negosiasi perbatasan maritim dengan negara tetangga, karena sekali lagi perbatasan ini penting sekali dengan kita , untuk menghindari terjadinya insiden, dan sebagaimana teman-teman tahu kalau pagar kita sudah jelas maka akan lebih mudah kita akan mengelolanya," ujar Retno.
Retno pun mengakui bahwa tidak mudah melakukan diplomasi dengan berbagai negara terkait perbatasan antar negara tersebut. Dari waktu ke waktu tantangan dan permasalahan yang dihadapi pemerintah cenderung berbeda mengikuti perkembangan yang ada.
Dalam praktek negosiasi, khususnya dalam perundingan perbatasan maritim Indonesia, pemerintah selalu mengadaptasi konsep dalam Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang
Hukum Laut atau United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982. Retno juga mengatakan bahwa UNCLOS tersebut juga merupakan hasil capaian diplomasi Indonesia yang cukup baik di PBB.
"Jadi ini adalah hari Nusantara, konsep Nusantara ini merupakan salah satu capaian dari diplomasi kita dan sekarang kita sudah menikmatinya dalam satu konsep , kita sudah menikmatinya dan kita akan terus berjuang, dan salah satu hasil dari diplomasi kita zaman dulu yang panjang adalah mengenai masalah UNCLOS, di mana dengan UNCLOS 1982 kita pakai terus dalam perundingan-perundingan termasuk dalam menyelesaikan perundingan perbatasan maritim kita dengan negara lain. Jadi ini adalah peringatan dari sebuah capaian diplomasi yang besar," imbuhnya.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Hukum Internasional dan Perjanjian Internasional Kemenlu RI Damos Dumoli Agusman mengatakan bahwa ada dua wilayah perbatasan maritim yang akan diresmikan Indonesia dengan Malaysia yaitu di sekitar laut Sulawesi dan Selat Malaka.
Proses perundingan tersebut, kata Damos sudah masuk ke dalam tahap politis dan birokratis pada masing-masing negara. Namun secara prinsip, bagian tersulit dari perundingan tersebut sudah terlewati dengan baik.
"Pada level teknis mereka udah ketemu garis, garis yang pada level teknis ini harus diangkat kepada level politisnya, apa yang dimaksud dengan level politis? Disini harus dibawa ke pemerintah pusatnya, kita juga akan membawa ke polhukam, ini loh garisnya, yang sudah di endorse oleh teknis, nanti tinggal bagaimana kedua negara itu mentreatment garis yang sudah disepakati di teknis, itu yang saya sebut a great principal. Sudah ada. Artinya sudah ketemu satu garis, yang kita katakan adopted gitu. Itu hasil perundingan kemarin yang diannounce oleh Bu Menlu, nah ini harus menjalani proses-proses lagi, belum lagi ratifikasi DPR, nah panjang masih jalannya," tukas Damos.
Selain Malaysia, Indonesia juga sedang melakukan negosiasi tentang perbatasan antar negara dengan negara-negara lainnya. Damos mengatakan negara tersebut antara lain, Timor Leste,
Vietnam, Filipina yang juga menjadikan Indonesia sebagai negara paling sibuk di Asia untuk membuat perjanjian perbatasan tersebut.
Damos mengatakan bahwa semua negara tersebut merupakan prioritas daripada pemerintah Indonesia untuk segera menyelesaikan perundingan perbatasan. Namun secara personal, dia mengaku bahwa negara yang paling kompleks penyelesaian perundingannya adalah dengan negara Timor Leste karena harus bersinggungan dengan Australia. [gi/em]