Saat ini pengembangan konektivitas merupakan hal penting bagi Indonesia, terlebih setelah berhasil mencapai kemajuan ekonomi. Konektivitas yang dimaksud bukan saja yang bersifat fisik seperti jalan, jembatan, pelabuhan dan bandara; tetapi juga konektivitas digital.
Dalam sebuah seminar yang digelar di sebuah hotel di Jakarta, Rabu (21/11), Ketua Dewan Teknologi Informasi dan Komunikasi Nasional Ilham A. Habibie menjelaskan ASEAN harus menjadi penyangga bagi dua negara kekuatan ekonomi dunia, yakni Amerika Serikat dan China. Untuk mencapai hal itu, lanjut Ilham Habibie, kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh ASEAN harus sejalan tidak hanya dengan kepentingan ASEAN tetapi juga mengakomodir kepentingan Amerika dan China.
"ASEAN sendiri mesti bertindak sebagai blok ekonomi keenam. Saat ini ASEAN lebih cenderung sebagai blok politik ketimbang blok ekonomi. Untuk mencapai hal itu, koordinasi ekonomi tanpa harus menyalin model seperti Uni Eropa atau blok ekonomi lainnya, kebijakan-kebijakan ekonomi seluruh anggota ASEAN harus lebih koheren untuk menjadikan ASEAN sebagai blok ekonomi keenam," papar Ilham.
Dalam konteks Indonesia, Ilham Habibie menegaskan salah satu prioritas utama adalah meningkatkan kualitas sistem pendidikan sehingga mampu menjawab kebutuhan dan permintaan akan ekonomi yang saling terhubung (connected economy). Hal ini, tambahnya bukan hanya melibatkan pengajaran dalam kelas tetapi juga pendidikan vokasional pelatihan bagi para pekerja.
Ilham juga menyarankan pemerintah untuk merumuskan sebuah program nasional untuk meningkatkan keterampilan tenaga kerja karena perusahaan-perusahaan swasta tidak sanggup memenuhi hal ini.
Mantan Menteri Perdagangan yang juga Direktur Utama Ancora Group Gita Wirjawan menjelaskan Indonesia selama ini telah menghabiskan US$ 30 miliar untuk membangun infrastruktur, US$ 30 miliar di sektor pendidikan, dan US$ 8 miliar di bidang layanan kesehatan.
Gita menekankan Indonesia masih bisa berkompetisi dengan negara-negara lain apabila berinvestasi besar di bidang pengembangan sumber daya manusia dan konektivitas. Dia memastikan jika produk domestik bruto (PDB) bertambah lima persen, di mana PDB tahun lalu senilai US$ 1 trilun, Indonesia dapat mencapai PDB US$ 14 triliun pada 2045.
"Dengan PDB sebesar itu (US$ 14 triliun), kita bisa menggelontorkan US$ 5 triliun buat sektor pendidikan, US$ 5 triliun untuk konektivitas. Sehingga kita bisa menjadi sangat berpendidikan dan sangat terhubung dalam 27 tahun ke depan," ungkap Gita.
Menurut Gita, pemerintah juga perlu meningkatkan pendapatan dari pajak, yang menurutnya akan membuat masa depan Indonesia kian cerah.
Melalui video conference, mantan Wakil Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim mengatakan ASEAN telah berhasil mengatasi perbedaan di antara negara-negara anggotanya. Perekonomian ASEAN juga mampu tumbuh secara berkelanjutan.
Lebih lanjut Anwar mengungkapkan ASEAN berhasil menunjukkan mereka tidak terlibat atau ikut-ikutan berpihak dalam perang dagang antara Amerika Serikat dan China. Karena itu, dia mengajak ASEAN supaya mampu menggaet investasi dari China dan Amerika. Apalagi, lanjut Anwar, Amerika dan China sama-sama tertarik untuk menjadikan ASEAN sebagai basis mereka.
Anwar menyerukan agar ASEAN lebih memperkuat perannya secara politik dan ekonomi. ASEAN menurutnya juga perlu meningkatkan keahlian dalam pertanian, industri, pendidikan, pelatihan, dan sektor jasa ke agenda digital. Hal ini bisa dilakukan tanpa menggantungkan diri kepada tenaga ahli asing karena banyak tenaga kerja muda yang cerdas dan inovatif.
Lebih lanjut Anwar mengungkapkan ASEAN harus pula memusatkan perhatian pada revolusi digital, dengan memanfaatkan beragam sumber daya untuk menciptakan kesempatan bagi generasi muda yang cerdas dan inovatif di era ekonomi digital seperti sekarang. Menurut WEF (Forum Ekonomi Dunia), tidak ada satu negara pun di dunia bisa mencapai keadilan sosial tanpa dibarengi oleh pertumbuhan ekonomi yang bagus. Alhasil, pertumbuhan ekonomi harus berjalan beriringan dengan kesejahteraan sosial. [fw/em]