Pemerintah hari Kamis (27/8) mengatakan telah memberi "sanksi" JPMorgan Chase & Co setelah bank investasi itu merekomendasikan paparan lebih kecil untuk obligasi-obligasi pemerintah Indonesia, namun tidak mengatakan seperti apa sanksinya.
Sentimen investor terhadap Indonesia semakin negatif akibat ekonomi yang rapuh, dengan konsumsi domestik yang melambat, menurunnya cadangan valuta asing, dan harga komoditas yang tiarap.
JPMorgan mengganti status obligasi pemerintah Indonesia ke "underweight (berbobot ringan)" dari "overweight" dalam laporan bertanggal 20 Agustus. Beberapa alasan yang dikemukakan adalah devaluasi mata uang China dan rencana pemerintah Indonesian menaikkan pinjaman.
Laporan itu memicu reaksi keras dari Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro dan Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo. Agus menuduh JPMorgan pada hari Rabu menyebarkan kepanikan di negara ini.
"Ketika ada analisis negatif mengenai Indonesia, kami sebagai otoritas harus mengambil tindakan karena bagaimanapun juga, ini sesuatu yang juga tidak etis: menjadikan sebuah negara komoditas," ujar Bambang kepada wartawan.
Ketika ditanya berulang kali apakah sanksi-sanksi terhadap JPMorgan, Bambang menolak memberikan rincian, hanya mengatakan bahwa "hal itu akan mengganggu mereka dan membuat mereka tidak nyaman."
Ia kemudian berkelakar bahwa JPMorgan harus melakukan 100 gerakan push-up sebagai hukuman.
Seorang juru bicara JPMorgan menolak berkomentar.
Indonesia bergulat dengan pertumbuhan terlemah dalam enam tahun terakhir dan para pembuat keputusan telah meningkatkan upaya-upayanya dalam dua minggu terakhir untuk mengurangi penjualan di bursa mata uang dan saham.
Beberapa analis telah melewatkan "data mikro" dan menyamakan semua negara berkembang tanpa mempertimbangkan perbedaan-perbedaan fundamental, ujar Bambang.