Tautan-tautan Akses

Menhan: Akan Ada 15 Institusi yang Bisa Ditempati Prajurit TNI Aktif


Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin menghadiri Rapat Kerja dengan Komisi I DPR RI, Selasa 11/3 (courtesy: Facebook/Kemhan).
Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin menghadiri Rapat Kerja dengan Komisi I DPR RI, Selasa 11/3 (courtesy: Facebook/Kemhan).

Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI sepakat merevisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Pembahasan antara lain terkait dengan perluasan jabatan sipil bagi prajurit TNI, yang semula hanya di 10 kementerian atau lembaga kemudian menjadi 15 kementerian/lembaga.

Pemerintah dan komisi I DPR sepakat membentuk panitia kerja pembahasan revisi UU TNI dalam rapat kerja di Kompleks Parlemen di Jakarta.

Wakil Ketua Komisi I DPR Dave Laksono menjelaskan UU TNI perlu direvisi untuk memenuhi kebutuhan hukum yang berkembang dalam masyarakat. Perubahan UU TNI itu dilandasi oleh kebutuhan akan kepastian hukum terkait substansi-substansi esensi yang memerlukan perbaikan dan penyempurnaan, antara lain batasan usia pensiun prajurit TNI dan penempatan prajurit TNI (aktif) pada jabatan sipil.

Dave menjelaskan Pasal 53 UU TNI Nomor 34 Tahun 2004 mengatur masa dinas prajurit TNI hingga umur 53 tahun bagi bintara dan tamtama, serta 58 tahun untuk perwira. Dia menyebutkan batasan usia ini perlu ditinjau ulang. Dia mengatakan peningkatan angka harapan hidup masyarakat Indonesia menjadi pertimbangan penting untuk mengubah batasan masa dinas bagi prajurit dan perwira TNI.

"Penyesuaian ini bertujuan untuk mengoptimalkan potensi sumber daya manusia TNI. Perubahan batasan usia pensiun juga diharapkan dapat meringankan beban kebutuhan keluarga prajurit TNI, termasuk kebutuhan tempat tinggal, jaminan kesehatan, dan pendidikan anak. Dengan demikian, perubahan Pasal 53 UU TNI adalah suatu keniscayaan," kata Dave.

Dave mengakui kebutuhan penempatan prajurit TNI di kementerian dan lembaga mengalami peningkatan. TNI memiliki sumber daya melimpah sedangkan kementerian dan lembaga sering mengalami keterbatasan. Karena itu, Pasal 47 ayat 2 UU TNI Nomor 34 Tahun 2004 juga harus diubah. Prajurit TNI aktif pada UU TNI saat ini hanya boleh menduduki jabatan di 10 kementerian/lembaga. Pada revisi ini penempatannya akan di tambah menjadi 15 kementerian/lembaga.

Berdasarkan Undang-Undang tentang TNI saat ini, prajurit aktif dapat menduduki jabatan pada kantor yang membidangi Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, Sekretaris Militer Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, SAR Nasional, Narkotika Nasional dan Mahkamah Agung. Untuk menjabat di kementerian/lembaga itu, pimpinan kementerian/lembaga terkait harus mengajukan permintaan resmi terlebih dahulu.

Lembaganya, kata Dave, telah resmi menetapakan RUU tentang Perubahan atas UU TNI Nomor 34 Tahun 2004 sebagai program legislasi nasional prioritas tahun ini. DPR juga sudah menerima surat dari Presiden Prabowo Subianto bertanggal 13 Februari yang telah menunjukkan wakil pemerintah untuk membahas perubahan UU TNI bersama DPR.

Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin menyatakan penempatan prajurit aktif ini dilakukan sesuai kebutuhan dan permintaan dari kementerian/lembaga. Namun, harus ada seleksi bagi para prajurit dalam menempati jabatan sipil tersebut.

Menteri Pertahanan RI, Sjafrie Sjamsoeddin (courtesy: Facebook/Kemhan)
Menteri Pertahanan RI, Sjafrie Sjamsoeddin (courtesy: Facebook/Kemhan)

“Prajurit yang mendapatkan jabatan di luar instansi yang masuk dalam aturan tersebut harus mengundurkan diri. Setelah pensiun, baru diusulkan ke kementerian dan lembaga yang dimaksud. Tentunya dengan kapasitas dan eligibilitas yang terukur, dan yang paling penting dia loyal kepada negara," ungkapnya.

Sjafrie menjelaskan dalam revisi UU TNI akan ada 15 kementerian/lembaga yang dapat diisi oleh prajurit aktif. Jika mereka menduduki posisi dalam 15 kementerian/lembaga tersebut, maka mereka tidak perlu pensiun dari dinas militer.

Wakil Direktur Imparsial Hussein Ahmad mengatakan jabatan sipil yang diisi oleh prajurit aktif dalam UU TNI ini terjadi karena pemerintahan saat ini telah berganti dari Orde Baru ke Reformasi.

Terkait hal itu, kata Hussein, keberadaan Pasal 47 ayat 2 UU TNI yang mengatur adanya 10 kementerian dan lembaga yang diisi oleh prajurit adalah bagian dari kompromi.

Hussein mengatakan “akan ada upaya militerisasi terhadap kehidupan sipil jika revisi UU TNI ini disahkan,” karena di situlah jantungnya. “Niat Presiden Prabowo untuk menggunakan personil TNI aktif dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) dan lainnya akan berjalan mulus jika revisi UU TNI ini jalan,” tegasnya.

Di Amerika Serikat, militer tunduk pada kendali sipil, artinya pelibatan militer dalam jabatan sipil hanya dapat terjadi atas permintaan otoritas sipil atau perintah presiden. Peran militer dalam ranah sipil terbatas dan biasanya terkait dengan penanganan bencana, membantu penegakan hukum untuk menjaga ketertiban sipil atau kerusuhan; namun selalu berada di bawah kendali sipil.

Bapak Bangsa di AS merancang sistem kendali sipil-militer dengan cara yang sesuai dengan rencana besar “checks and balances” atau “saling kontrol dan menjaga keseimbangan.” Seorang presiden terpilih akan sekaligus menjadi panglima tertinggi angkatan bersenjata sehingga pada saat bersamaan dapat menjalankan fungsi memimpin angkatan bersenjata dan memastikan bahwa militer akan senantiasa tunduk pada kehendak rakyat. Presiden diberi kewenangan untuk menugaskan perwira militer dan/atau menunjuk menteri pertahanan dan lainnya untuk memimpin badan militer, namun melaporkannya secara teratur kepada Kongres.

Kongres Amerika – yang terdiri dari dua majelis: Senat dan DPR – memiliki kekuasaan sangat besar, termasuk dalam hal menetapkan strategi dan postur pengawasan militer, menetapkan skala prioritas anggaran militer, membentuk layanan baru dalam militer (misalnya pendirian US Space Force pada tahun 2019), membentuk komponen baru yang dibutuhkan militer (misalnya pembentukan US Special Operations Command dengan misi tertentu), menetapkan kebijakan personel khusus (misalnya mencabut kebijakan Don’t Ask, Don’t Tell bagi personel gay), menyatakan perang, menetapkan dan/atau membatalkan sistem persenjataan, mengorganisir rantai komando, hingga meminta laporan berkala tentang isu-isu penting yang menjadi keprihatinan Kongres (misalnya laporan tahunan tentang kemajuan di Afghanistan), dan memberikan promosi. [fw/lt]

Forum

Recommended

XS
SM
MD
LG