Tautan-tautan Akses

Mengapa Hukum Islam di Aceh Hanya Diberlakukan pada Kejahatan Seksual?


FILE - Seorang pria dicambuk di depan umum sebagai hukuman berdasarkan hukum Syariah Provinsi Aceh karena kedapatan berada dekat pacarnya, di Banda Aceh, 8 Maret 2021. (CHAIDEER MAHYUDDIN / AFP)
FILE - Seorang pria dicambuk di depan umum sebagai hukuman berdasarkan hukum Syariah Provinsi Aceh karena kedapatan berada dekat pacarnya, di Banda Aceh, 8 Maret 2021. (CHAIDEER MAHYUDDIN / AFP)

Mahkamah Syariah Banda Aceh menjatuhkan hukuman cambuk antara 80-85 kali terhadap pasangan gay yang tertangkap tangan. Sebagian warga mempertanyakan mengapa hukum Islam hanya diberlakukan pada kejahatan seksual, dan tidak pada kejahatan ekonomi yang jelas merugikan rakyat Aceh.

“Menjatuhkan hukuman cambuk 85 kali terhadap …..”

Setelah membacakan berbagai pertimbangan hukum, ketua majelis hakim Mahkamah Syariah Banda Aceh, Sakwanah, Senin (24/2) menjatuhkan vonis 80 dan 85 hukuman cambuk di depan umum terhadap dua laki-laki karena tertangkap tangan melakukan hubungan seks sesama jenis. Keduanya dinilai terbukti melanggar pasal 63 ayat (1) Qanun Aceh No.6 Tahun 2014 tentang hukum jinayat.

Pasangan berinisial AI dan DA digerebek warga di salah satu rumah kos di Banda Aceh setelah warga yang telah sejak lama mencurigai mereka sebagai pasangan gay, mendobrak masuk ke dalam kamar sewaan dan mendapati keduanya dalam keadaan tanpa busana dan berpelukan.

Hakim ketua mengatakan kedua mahasiswa itu “secara sah dan meyakinkan” terbukti melakukan hubungan seks sesama jenis. “Selama persidangan terbukti bahwa para terdakwa melakukan tindakan terlarang, termasuk berciuman dan berhubungan seks… Sebagai Muslim, para terdakwa seharusnya menjunjung tinggi hukum syariah yang berlaku di Aceh,” tambahnya.

Panel hakim memutuskan untuk tidak menjatuhkan hukuman maksimal 100 kali cambukan karena keduanya merupakan mahasiswa berprestasi yang selama dalam persidangan bertindak sopan, bekerja sama dengan pihak berwenang, dan tidak memiliki catatan kriminal sebelumnya.

Jaksa penuntut umum, Alfian, mengatakan puas dengan putusan yang dijatuhkan. “Hakim telah menjatuhkan vonis sesuai harapan kami, jadi kami puas dengan vonis ini. (Mengapa vonisnya berbeda?) Jumlah hukuman cambuknya berbeda karena keduanya memiliki peran berbeda.”

AI, yang berusia 24 tahun, dijatuhi hukuman lebih berat karena dinilai berusia lebih tua dan diyakini telah mendorong, termasuk menyediakan tempat, untuk melakukan hubungan seksual. AI divonis 85 hukuman cambuk di depan umum.

Tim pengacara kedua laki-laki ini mengatakan menerima hukuman tersebut dan tidak akan mengajukan banding.

Pro dan Kontra

Warga Banda Aceh, Muhammad Yusrizal, mengatakan kepada VOA bahwa ia sangat setuju dengan hukuman yang dijatuhkan.

“Saya setuju dengan hal tersebut. Kenapa? Karena Aceh memang harus melaksanakan satu hukuman atau peraturan yang sempurna di Aceh melihat pada sejarah Aceh atau historis Kerajaan Aceh yang menerapkan hukum syariat Islam yang kafah (sempurna). Lalu, juga merujuk kepada UU Pemerintah Aceh yang memberikan keleluasaan bagi Aceh untuk menjalankan syariatnya. Jadi, ada kekhususan bagi Aceh untuk menjalankan syariat Islam. Hukuman cambuk bagi pasangan sesama jenis itu sudah sangat tepat dilakukan di Aceh baik itu kepada pelaku zina, perjudian, dan mabuk,” sebutnya.

Dua pria yang dihukum karena melakukan hubungan seks sesama jenis berdiri dengan tangan diborgol bersama setelah diadili di pengadilan Syariah di Banda Aceh, Indonesia, Senin, 24 Februari 2025. (Reza Saifullah/AP)
Dua pria yang dihukum karena melakukan hubungan seks sesama jenis berdiri dengan tangan diborgol bersama setelah diadili di pengadilan Syariah di Banda Aceh, Indonesia, Senin, 24 Februari 2025. (Reza Saifullah/AP)

Hal senada disampaikan Amita Masyarah, seorang mahasiswi berusia 20 tahunan. “Iya aku setuju itu dilakukan bagi pelaku zina di Banda Aceh. Kan semua sudah tahu, di Banda Aceh itu syariat Islam sangat dijunjung tinggi. Jadi tidak pandang bulu entah itu pelaku zina, penjudi, dan pemabuk harus dihukum sesuai hukum yang berlaku di Aceh.”

Tetapi Amita buru-buru menambahkan bahwa seharusnya hukuman dijatuhkan pada setiap bentuk kejahatan, bukan hanya kejahatan seksual.

“Kenapa kok pelaku kejahatan seksual saja yang dihukum cambuk? Sementara untuk pejabat-pejabat koruptor lain itu malah dihukum di luar Aceh, padahal mereka juga terbilang sebagai warga Aceh. Kenapa ada ketimpangan di situ?," sebutnya.

"Menurutku ketika pejabat melakukan korupsi memang sebaiknya dihukum saja di Aceh, karena kalau dihukum di sana (Jakarta), hukumannya kurang setimpal, cuma diberikan hukuman penjara dan denda (tidak ada hukum cambuk). Padahal sesuai hukuman syariat Islam, kejahatan mereka itu bisa dicambuk. Menurutku biar lebih terasa kalau apa yang selama ini dilakukannya khususnya korupsi itu sangat salah dan tidak dibenarkan agama,” imbuh Amita.

Mengapa Hukum Islam di Aceh Hanya Diberlakukan pada Kejahatan Seksual?
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:03:29 0:00

Qanun Aceh

Aceh merupakan satu-satunya provinsi di Indonesia yang diizinkan untuk menjalankan hukum Syariah Islam. Qanun Aceh No.6 Tahun 2014 tentang hukum pidana (jinayat) sejauh ini mengatur soal kejahatan seksual (pemerkosaan, pelecehan seksual, serangan seksual, liwath dan musahaqah atau hubungan sesama jenis – gay dan/atau lesbian – dan zina).

Tetapi ada beberapa Qanun lain yang mengatur hukuman untuk tindakan yang dilarang dalam syariah Islam seperti pencurian, minum minuman keras, dan judi.

Dalam teori hudud, hukuman bagi pelaku pencurian – termasuk korupsi – adalah dipotong tangan. Tetapi pemberlakuan hukuman ini masih didialogkan oleh sejumlah pemuka agama dan masyarakat.

Qanun Aceh ini berlaku untuk setiap orang yang terbukti melakukan kejahatan tersebut di wilayah Aceh, termasuk jika pelaku bukan beragama Islam. [aa/em]

Forum

Recommended

XS
SM
MD
LG