Tautan-tautan Akses

Memahami Surga Tanpa Harus Mempertentangkan


Para pemuka agama di Surabaya berdialog mengenai "Surga Milik Siapa" di Kampus UKWMS sebagai upaya merekatkan persatuan dan kesatuan di kalangan umat beragama di Indonesia. (Foto: VOA/Petrus Riski).
Para pemuka agama di Surabaya berdialog mengenai "Surga Milik Siapa" di Kampus UKWMS sebagai upaya merekatkan persatuan dan kesatuan di kalangan umat beragama di Indonesia. (Foto: VOA/Petrus Riski).

Perselisihan dan pertentangan berlatarbelakang agama, akhir-akhir ini banyak mewarnai media sosial di Indonesia. Pembahasan mengenai surga juga menjadi perdebatan dan memunculkan klaim yang benar antara satu sama lain. Sejumlah tokoh lintas agama menggelar dialog bersama, di Kampus Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya, untuk mencari kesamaan makna surga bagi setiap agama dan keyakinan yang ada di Indonesia.

Perdebatan mengenai siapa yang layak masuk surga hingga surga itu seperti apa, menjadi pembahasan yang banyak dibincangkan di media sosial, sehingga memicu pertentangan antar umat beragama. Padahal pemahaman mengenai surga, tidak dapat dijelaskan oleh keterbatasan pikiran manusia.

Menurut Ketua Paruman Walaka Parisada Hindu Dharma (PHDI) Jawa Timur, I Nyoman Sutantra, pertentangan itu disebabkan pengertian yang berbeda mengenai surga pada setiap umat beragama.

“Karena mempunyai pengertian yang berbeda tentang surga itu. Kalau kita mempunyai pengertian yang sama tentang surga itu, bahwa surga itu hanya satu ciptaan Tuhan. Surga itu adalah alam rohani, supaya rohani kita kesana, dan kemudian jasmani kita masih tetap ada di alam ini karena kita terdiri dari alam ini, makanya jasmani kita kembali ke alam, rohani kita ke surga,” ujarnya.

Dikatakan oleh Presidium Majelis Luhur Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa, Indonesia, Naen Soeryono, surga tidak dapat diakui sebagai milik salah satu agama atau golongan tertentu. Menurutnya, surga merupakan capaian bagi setiap orang yang mempunyai damai dan watak cinta kasih terhadap sesama manusia.

“Surga itu adalah milik semua orang, yang dalam kehidupan di dunia ini selalu memiliki sifat harmoni, yaitu orang-orang yang mempunyai watak cinta kasih, yang mempunyai damai dalam kehidupannya, kebahagiaan yang hakiki itulah wujud surga, sehingga surga adalah milik semua orang. Siapa yang melakukan itu, maka kelak dalam kehidupan yang akan datang setelah kematian, dia akan bisa mencapai surga,” kata Naen.

Baca juga: Umat Islam Berdemonstrasi Tuntut Sukmawati Ditangkap dan Diadili

Pemuka agama Katolik di Keuskupan Surabaya, Romo Agustinus Pratisto Trinarso mengatakan, surga tidak dapat disekat-sekat oleh setiap orang berdasarkan keyakinannya. Surga merupakan tempat bagi siapa saja yang memberikan cinta kasih kepada sesama dan membela martabat manusia.

“Kalau dia mau memperjuangkan kehidupan manusia, dia pasti tidak akan tersekat antara surga untuk dirinya, dan surga untuk orang lain. Maka kalau nilai itu yang diperjuangkan, dia memperjuangkan harkat martabat manusia, dia memperoleh dua-duanya, surga untuk dirinya dan surga untuk orang lain. Yang mengajarkan cinta kasih dan membela martabat manusia, dia berhak dapat surga,” tutur Agustinus.

Sementara itu, KH Mohammad Nizam As Shofa, Pengasuh Ponpes Ahlus Shofa Wal Wafa, Sidoarjo, mengungkapkan, pertentangan mengenai siapa yang layak masuk surga, serta surga adalah milik salah satu kelompok, disebabkan masih rendahnya pemahaman mengenai agama itu sendiri. Bahkan kata Nizam, tidak dibenarkan melakukan kekerasan atas nama agama, termasuk demi mendapatkan surga.

“Karena rendahnya pemahaman agamanya, yang harus ditinggikan agar tidak seperti itu. Siapa pun yang pemahaman agamanya baik dan benar, pasti berpantang berbuat kekerasan, dengan alasan apa pun. Maka siapa saja yang melakukan kekerasan, dengan alasan apa pun pula itu pelanggaran agama,” tukas Nizam.

Memahami Surga Tanpa Harus Mempertentangkan
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:03:35 0:00

Mohammad Nizam mengajak setiap umat beragama menjalankan ajaran agamanya sesuai Kitab Sucinya masing-masing, dibawah bimbingan pemuka atau ahli agama yang baik. Hal ini karena masih banyak umat beragama yang tidak mendalami ajaran agamanya secara mendalam, namun lebih memilih belajar agama secara instan dan melalui ahli agama yang tidak sesungguhnya.

“Tidak ada jalan lain kecuali harus memahami, harus kembali kepada Kitab Sucinya masing-masih, dan mendalami atau memahami dengan baik dan benar dibawah bimbingan ahlinya. Kalau Islam ya dibawah bimbingan ulama yang memang, ya ulama dalam arti sesungguhnya. Kalau yang Kristen ya dibawah bimbingan pendeta yang pendeta sesungguhnya, begitu seterusnya,” tambah Nizam. [pr/al]

Recommended

XS
SM
MD
LG