Tautan-tautan Akses

Mahkamah Agung Tolak PK Ahok


Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok saat menghadiri sidang pengadilan kasus penodaan agama di Jakarta, 3 Januari 2017 lalu. (Foto: dok).
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok saat menghadiri sidang pengadilan kasus penodaan agama di Jakarta, 3 Januari 2017 lalu. (Foto: dok).

Mahkamah Agung menolak permohonan peninjauan kembali (PK) yang diajukan Mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau yang akrab disapa Ahok dalam kasus penodaan agama.

Majelis hakim Mahkamah Agung yang dipimpin Artidjo Alkostar hari Senin (26/3) memutuskan menolak peninjauan kembali yang diajukan oleh mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok terkait kasus penodaan agama.

Juru bicara Mahkamah Agung, Suhadi mengatakan tidak ada perbedaan pendapat atau dissenting opinion hakim dalam memutuskan peninjauan kembali Ahok tersebut. Menurutnya hakim menolak alasan yang diajukan dalam peninjauan kembali Ahok yakni adanya kekhilafan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara dalam memutuskan perkara penistaan agama Ahok. Namun, dia tidak menjelaskan secara rinci hal tersebut.

Suhadi menjelaskan dengan adanya putusan peninjauan kembali (PK) ini, maka mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut sudah tidak bisa mengajukan PK kembali demi kepastian hukum.

"Jadi suara bulat tiga-tiganya sepakat menolak permohonan PK dari Basuki Tjahaja Purnama. Permohonan PK adalah kekhilafan hakim jadi itu yang menjadi dasar permohonan itu yang ditolak oleh majelis. Alasan lengkapnya nanti akan dituangkan sepenuhnya dalam putusan pada hari ini masih diputuskan begitu saja," kata Suhadi.

Lebih lanjut dia menjelaskan kondisi yang bisa membuat perkara ditinjau kembali lebih dari satu kali jika ada putusan yang bertentangan satu dengan yang lain. Misalnya penggugat menang di pengadilan tata usaha negara (PTUN) tetapi kalah di ranah perdata sehingga tidak bisa dieksekusi.

Basuki Tjahaja Purnama saat ini sedang menjalani hukuman dua tahun penjara setelah pada Mei 2017 dinyatakan terbukti bersalah melakukan penodaan agama terkait sebuah pidatonya di Kepulauan Seribu. Dalam pidatonya ketika itu, Ahok menyebut tidak keberatan jika ada yang dibohongi pakai Al Maidah 51 agar tidak memilihnya dalam pilkada DKI Jakarta

Setelah sepuluh bulan menjalani hukuman, Ahok melalui pengacaranya mengajukan PK. Ahok menilai ada kekhilafan hakim saat menvonisnya dengan hukuman penjara dua tahun. Kesimpulan itu diambil dengan membandingkan antara vonis yang diterima Ahok dengan putusan 1,5 tahun yang diterima Buni Yani, penyebar rekaman video pidato Ahok.

Baca juga: PN Jakarta Utara Periksa Kelengkapan Permohonan PK Ahok untuk Diteruskan ke MA

Dalam memori PK yang diajukan, Ahok membandingkan putusan hakim terhadap Buni Yani di Pengadilan Negeri Bandung, Jawa Barat, dengan putusan hakim terhadapnya di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Majelis hakim di Pengadilan Negeri Bandung menilai Buni Yani secara sah dan terbukti melakukan pemotongan video Ahok di Kepulauan Seribu.

Karena video yang telah terpotong itu, Ahok menjalani persidangan dan kemudian dinyatakan bersalah. Ahok divonis dua tahun penjara oleh majelis hakim dan saat ini sedang menjalani masa hukuman di Rutan Mako Brimob, Depok, Jawa Barat, sementara Buni Yani divonis 1,5 tahun penjara karena dianggap melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Mahkamah Agung Tolak PK Ahok
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:03:39 0:00

Josefina Agatha Syukur, anggota tim kuasa hukum Ahok mengatakan pihaknya sudah menyebut hampir semua pertimbangan majelis hakim yang dinilai tidak sesuai dengan fakta persidangan. Dia menyatakan majelis hakim kasus Ahok sama sekali tidak mempertimbangkan keterangan para ahli dan saksi yang diajukan oleh pihak Ahok.

"Namun kami melihat bahwa dalam putusan itu sendiri sebenarnya dasar dari Buni Yani ditetapkan sebagai tersangka kemudian dipidana, itu kan karena dia mengedit apa yang sudah ada di dalam video Pak Ahok. Videonya sendiri memang sama, tetapi kalimat yang ditambahkan itu tidak sesuai. Tidak ada kalimat itu di dalam video. Jadi dia menambahkan kalimat yang sangat provokatif," ujar Josefina.

Josefina Agatha Syukur mengaku kaget dengan putusan Mahkamah Agung tersebut. Hingga laporan ini disampaikan kuasa hukum Ahok belum mendapat pemberitahuan resmi perihal putusan itu. Pihaknya, kata Josefina, masih menunggu salinan putusan tersebut. [fw/em]

Recommended

XS
SM
MD
LG