Menjelang puncak musim kemarau yang akan diperkirakan terjadi pada Agustus hingga Oktober 2021, KLHK menyiapkan sejumlah strategi untuk mengantisipasi dan pengendalian karhutla. Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim KLHK, Laksmi Dhewanthi, mengatakan ada tiga klaster utama strategi menuju solusi permanen pengendalian karhutla.
Klaster pertama adalah pengendalian operasional dalam sistem satgas patroli terpadu di tingkat wilayah yang diperkuat dengan Masyarakat Peduli Api (MPA) Paralegal. Klaster kedua, berupa upaya penanggulangan karhutla berdasar analisis iklim dan rekayasa hari hujan melalui Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC).
Sedangkan, klaster ketiga yakni dengan melakukan pembinaan tata kelola lanskap, khususnya dalam ketaatan pelaku konsesi, praktik pertanian, dan penanganan lahan gambut.
"Untuk itu dari tahun ke tahun kita senantiasa menguatkan sistem dan melakukan upaya-upaya agar bisa mengantisipasi melakukan pencegahan, serta penanganan terhadap karhutla," kata Laksmi dalam jumpa pers secara daring, Senin (30/8).
Laksmi menjelaskan, sampai dengan 27 Agustus 2021, patroli terpadu yang melibatkan Manggala Agni bersama personel TNI-Polri dan anggota MPA telah dilaksanakan diseluruh wilayah Indonesia sebanyak 219 posko desa dengan menjangkau 621 desa.
Wilayah patroli ini meliputi 17 lokasi di Sumatera Utara, 55 lokasi di Riau, 2 lokasi di Kepulauan Riau, 25 lokasi di Jambi, 34 lokasi di Sumatera Selatan, 29 lokasi di Kalimantan Barat, 26 lokasi di Kalimantan Tengah, 18 lokasi di Kalimantan Selatan dan 13 lokasi di Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara.
Sementara itu, patroli mandiri oleh Manggala Agni sampai dengan 31 Juli 2021 telah dilaksanakan pada 704 posko desa di provinsi rawan, yaitu Sumatera 298 desa, Kalimantan 320 desa, Sulawesi 40 desa, Maluku Papua 36 desa, Jawa-Bali-Nusa Tenggara 10 desa.
"Kami akan terus meningkatkan upaya-upaya ini. Kegiatan ini juga merupakan kolaborasi antara KLHK dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)," ujarnya.
BMKG Prediksi Karhutla Akan Terjadi di Sebagian Sumatera, NTT & NTB
Prediksi dari Badan Meterologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyebutkan jika berdasarkan analisis ZOM Dasarian II Agustus 2021, sebanyak 85,38 persen wilayah Indonesia telah masuk musim kemarau.
Pada Agustus hingga Oktober potensi karhutla atau titik panas kategori menengah sampai tinggi diprediksi berpeluang terjadi di Sumatera bagian tengah dan sebagian Nusa Tenggara Timur (NTT) serta Nusa Tenggara Barat (NTB).
"Sedangkan, untuk September sampai Oktober potensi karhutla atau titik panas kategori menengah sampai tinggi diprediksi berpeluang terjadi di sebagian NTB dan NTT," ungkap Laksmi.
Laksmi menambahkan, pada November hingga Desember diprediksi tidak ada potensi terjadinya karhutla.
"Ini merupakan informasi berbasis titik panas. Tentu saja kami terus menerus melakukan upaya untuk bisa memastikan tidak terjadi karhutla pada bulan yang rawan musim kemarau," tambahnya.
Sementara, pada puncak musim kemarau dari Agustus hingga Oktober 2021, sedikitnya enam wilayah telah menetapkan status siaga darurat bencana asap akibat karhutla. Enam wilayah itu yakni Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Tengah.
"Jadi ini merupakan periode status siaga karhutla," ungkap Laksmi.
Pemantauan Titik Panas
Direktur Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Rasio Ridho Sani, mengatakan pihaknya masih terus melakukan pemantauan titik panas yang terdeteksi dari satelit. Bahkan, pihaknya juga telah menyurati sejumlah perusahan yang di lahannya terdapat titik panas untuk mencegah karhutla.
"Ada 134 surat peringatan yang sudah kami sampaikan kepada perusahaan-perusahaan yang lokasi-lokasinya terjadi karhutla pada tahun ini," ujarnya.
Lanjut Rasio Sani, penegakan hukum secara tegas terkait administrasi, perdata maupun pidana juga telah dilakukan terkait karhutla. Sedikitnya ada 20 perusahaan yang telah digugat secara perdata terkait dengan karhutla, dan 833 korporasi diberikan sanksi administrasi, serta belasan lainnya dipidana.
"Kami yakin penegakan hukum tegas akan merubah perilaku dari pembakar hutan dan lahan. Kami sedang menyiapkan penegakan hukum karhutla multidoor, yaitu tidak hanya menerapkan pasal berlapis. Tapi juga akan menerapkan undang-undang berlapis bersama kepolisian dan kejaksaan agar hukumannya semakin berat," pungkasnya.
Luas karhutla di Indonesia pada tahun ini hingga Juli 2021 mencapai 105,7 ribu hektare. Sementara, sepanjang tahun 2020 terjadi karhutla seluas 269 hektare. Sedangkan, tahun 2019 mencapai 1,6 juta hektare. Angka itu jauh di bawah tahun 2015 ketika karhutla di Indonesia mencakup luas areal 2,61 juta hektare. [aa/em]