Malaysia harus menanggung beban utang lebih dari 1 trillun ringgit ($252,7 miliar), kata Perdana Menteri Mahathir Mohamad, Senin (21/5), Reuters melaporkan.
Perdana Menteri Malaysia yang baru itu menyalahkan pemerintahan mantan Perdana Menteri Najib Razak, yang saat ini sedang menghadapi penyelidikan untuk kasus korupsi.
Mahathir, 92 tahun, memimpin koalisi oposisi memenangkan pemilihan umum pada 9 Mei. Dia berkampanye dengan mengusung kenaikan biaya hidup masyarakat dan skandal korupsi miliaran dolar pada perusahaan pengelola dana negara, 1Malaysian Development Berhad (1MDB).
"Kami menemukan bahwa keuangan negara, misalnya, sudah disalahgunakan sedemikian rupa hingga sekarang kita kesulitan membayar utang yang sudah melonjak hingga satu triliun ringgit," kata Mahathir, yang berbicara untuk pertama kali di hadapan para staf kantor perdana menteri.
"Kita belum pernah harus menghadapi hal seperti ini sebelumnya. Sebelumnya, kita tidak pernah menghadapi utang yang lebih dari 300 miliar ringgit. Tapi sekarang utang sudah naik menjadi 1 triliun ringgit," kata Mahathir.
Dalam minggu pertama menjabat, Mahathir sudah mengumumkan akah menghapuskan pajak barang dan jasa (GST) mulai 1 Juni. Pemerintahan Mahathir merancang untuk menerapkan kembali pajak penjualan dan jasa (SST) sebagai gantinya.
Mahathir juga berjanji akan menerapkan kembali subsidi bahan bakar minyak.
Namun kebijakan fiskal Mahathir diperkirakan akan memperbesar defisit fiskal Malaysia dan berdampak negatif untuk kredit tanpa ada langkah-langkah untuk mengurangi kerugian, kata lembaga pemeringkat utang, Moody’s. [ft/dw]