Dengan lima bis sekolah tua, ratusan migran Amerika Tengah tiba di perbatasan Amerika, Minggu (29/4) untuk berunjuk rasa yang diikuti dengan upaya massal yang sudah direncanakan untuk mengajukan suaka, menantang langsung kebijakan pemerintahan Trump.
Para migran, yang sebagian besar membawa anak-anak mereka, meninggalkan tempat penampungan di Tijuana, di mana mereka sebelumnya menginap. Polisi dengan lampu mobil berkedip-kedip mengawal bis-bis itu ke lokasi unjuk rasa di dekat perbatasan di pantai Samudera Pasifik, di mana para pendukung berkumpul di kedua sisi pagar keamanan itu.
Ditanya bagaimana perasaannya ketika naik bis itu, Nefi Hernandez dari Honduras mengatakan kepada Associated Press, bahwa ia merasa “gugup.” Ditambahkannya, ia bermaksud mencari suaka bersama istri dan bayi perempuan yang lahir dalam perjalanan melintasi Meksiko.
Presiden Donald Trump dan anggota-anggota kabinetnya telah memantau rombongan para migran ini sejak 25 Maret lalu ketika mereka berada di kota Tapachula, Meksiko, di dekat perbatasan Guatemala dan menyebutnya sebagai ancaman terhadap Amerika.
Jaksa Agung Jeff Sessions menyebut rombongan migran ini sebagai “upaya yang disengaja untuk merongrong aturan hukum dan membuat sistem pemerintah Amerika kewalahan,” dan berjanji akan mengirim lebih banyak hakim imigrasi ke perbatasan untuk menyelesaikan kasus-kasus jika diperlukan.
Para pejabat pemerintahan Trump telah mengecam apa yang mereka sebut sebagai kebijakan “catch and release” atau “tangkap dan lepas” yang memungkinkan pemohon suaka untuk dibebaskan dari tahanan selagi permohonan klaim mereka diproses di pengadilan, yang dapat berlangsung selama satu tahun.
Kedatangan ratusan migran di pos perbatasan San Ysidro di San Diego, yang tersibuk di Amerika, menandai akhir perjalanan dengan berjalan kaki, naik kereta api barang dan bis yang dilakukan para migran selama satu bulan. Banyak migran itu mengatakan mereka khawatir mengenai keselamatan di negara asal mereka. [em/ds]