Laporan Gedung Putih mengenai korban sipil dalam serangan pesawat tak berawak atau drone Amerika memicu berbagai macam reaksi di Pakistan, negara yang menderita jumlah serangan dan korban tertinggi di luar zona konflik aktif.
Kementerian Luar Negeri Pakistan mengeluarkan pernyataan kepada pers yang menyatakan lagi seruannya agar segera dihentikan serangan pesawat tak-berawak yang melanggar keutuhan dan kedaulatan wilayah negara.
Pemerintah Pakistan secara rutin mengutuk serangan yang sangat tidak popular di kalangan rakyat itu, tetapi pihak berwenang diyakini secara diam-diam mengizinkan operasi yang menyerang militan di daerah-daerah suku terpencil negara itu.
Laporan Amerika mengatakan antara 64 sampai 166 orang sipil telah tewas dalam serangan di luar zona tempur aktif dari tahun 2009 sampai tahun 2015. Laporan itu mengatakan serangan tersebut menewaskan antara 2.372 hingga 2.581 militan.
Imran Khan, seorang politisi oposisi dan salah seorang pengeritik paling kuat serangan drone, menyebut data yang dikeluarkan Obama jauh dari realitas di lapangan.
Ia mengatakan pejabat setempat di daerah-daerah suku terpencil Pakistan, tempat sebagian besar serangan pesawat tak-berawak Amerika, melaporkan jumlah yang sangat bertentangan, kira-kira 2.000 warga sipil bukan hanya 100 warga sipil.
Zohra Yousuf, ketua Komisi Hak Azasi Pakistan, mengatakan data Gedung Putih itu dapat dipersoalkan, karena lainnya seperti Biro Jurnalisme Investigatif yang telah lama memantau jumlah korban jiwa serangan pesawat tak-berawak atau drone, telah melaporkan jumlah yang lebih tinggi. Dia juga menyebut setiap korban sipil disesalkan dan serangan pesawat tak berawak adalah satu bentuk pembunuhan di luar hukum.
Namun dia juga menambahkan, adalah sebuah kenyataan bahwa sebagian besar orang yang tewas dalam serangan drone adalah para militan. Yousuf mengatakan bahwa kalau dibandingkan dengan pemboman dari udara, yang mengakibatkan korban sipil yang jauh lebih tinggi, korban sipil dari serangan drone jauh lebih rendah. [gp]