Reporters Without Borders mengatakan, Rabu (26/4), kebebasan media secara global tidak pernah seterancam seperti saat ini.
Dalam laporan tahunannya, kelompok hak media itu mengatakan, indeks kebebasan pers menurun selama setahun lalu, bahkan di negara-negara yang tergolong demokratis.
Laporan itu mengatakan, penurunan kebebasan pers sangat jelas terekam di negara-negara yang dikendalikan para pemimpin bergaya otoriter, seperti Polandia, Hungaria dan Turki.
Sekjen Reporters Without Borders Christophe Deloire, mengatakan, fakta memprihatinkan di negara-negara berdemokrasi ini memprihatinkan. “Jika kebebasan media tidak terjamin, tidak ada kebebasan-kebebasan lain yang akan terjamin,” katanya.
Secara keseluruhan, sekitar 62 persen negara yang diukur menunjukkan penurunan kebebasan pers. Laporan itu menunjukkan, Norwegia, Swedia, Finlandia, Denmark dan Belanda sebagai negara dengan tingkat kebebasan tertinggi bagi para jurnalis,
Korea Utara menempati urutan terakhir, karena menurut kelompok hak media itu, negara itu terus menerus mengisolasi dan meneror rakyatnya. Yang juga berada di urutan terbawah adalah Eritrea, Turkmenistan, Suriah dan China.
Negara-negara yang berhasil memperbaiki skornya dibandingkan tahun sebelumnya adalah Laos, Pakistan, Swedia, Burma dan Filipina. Negara-negara yang paling mengalami penurunan besar adalah Arab Saudi, Ethiopia, Maladewa dan Uzbekistan.
Amerika Serikat sendiri berada di urutan ke-43, turun dua peringkat dari posisi sebelumnya. Kelompok hak media itu mengatakan, Presiden AS dan retorikanya yang menyerang organisasi-organisasi media sejak melangsungkan kampanye presiden ikut mempengaruhi skor tersebut.
“Pidato yang menyebarkan kebencian yang disampaikan bos baru Gedung Putih ikut membantu menyuburkan serangan terhadap media di manapun di dunia, termasuk di negara-negara demokratis," tulis laporan tersebut. [ab/as]