Pramila Jayapal adalah anggota DPR Amerika Serikat yang dibesarkan di Indonesia sewaktu mengikuti orang tuanya bertugas pada akhir tahun 1969.
“Saya tinggal di situ untuk 12 tahun," katanya.
Dan sejak itu, tumbuhlah rasa cinta yang abadi terhadap Indonesia.
Jayapal mengatakan baginya Indonesia merupakan negara yang luar biasa. Karena itulah ia memiliki kecintaan dan kasih sayang yang mendalam pada Indonesia.
Kenangan terindah baginya ketika tinggal di Jakarta adalah sikap orang-orang Indonesia yang hangat.
Ia mengatakan baginya orang Indonesia selalu murah hati dan sangat ramah, baik itu ketika ia masih kecil maupun sewaktu ia mendapat kesempatan untuk kembali. Menurutnya, Indonesia adalah negara yang indah dan ramah.
Pada April 2023, Jayapal sempat berkunjung ke Indonesia dalam misi kenegaraan sebagai anggota delegasi resmi yang bertujuan memperkuat hubungan antara Amerika Serikat dan Indonesia. Ia menyempatkan diri mengunjungi sekolah almamaternya, Jakarta Intercultural School (JIS) atau yang dulu lebih dikenal dengan nama Jakarta International School.
Ia mengungkapkan bagaimana masa kecilnya di Indonesia mempengaruhi pandangannya terhadap dunia dan cita-citanya untuk membuat dunia menjadi lebih baik.
Ia mengatakan pengalamannya di Indonesia berdampak besar pada hidupnya, ia jadi menyadari pentingnya bahasa dan budaya yang berbeda, serta kemampuan untuk mengerti latar belakang orang yang berbeda dan keinginan untuk bekerja demi perdamaian dan keadilan.
Semuanya berpengaruh pada perjalanan kariernya ketika mulai bekerja dalam bidang nirlaba, kesehatan masyarakat, termasuk di Indonesia, dan akhirnya ketika menjadi anggota Kongres Amerika Serikat di mana ia bekerja dalam berbagai bidang pembangunan internasional, perubahan iklim, pelestarian lingkungan, isu demokrasi dan sebagainya.
Jayapal juga menceritakan bagaimana ia berkontribusi kembali untuk Indonesia pada waktu ia bekerja dalam sektor kesehatan masyarakat untuk memajukan pelayanan kesehatan di Indonesia.
Bagian dari kerjanya adalah meningkatkan pencegahan penyebaran AIDS ketika pertama kali mulai merebak dan banyak kasus yang bermunculan di Indonesia. Mereka juga bekerja dalam bidang kesehatan reproduksi dan sektor kesehatan primer.
Menurutnya Indonesia sangat unik karena terdiri dari banyak pulau, jadi sulit untuk memastikan bahwa ada sistem kesehatan masyarakat yang beroperasi secara penuh di pulau-pulau tersebut. Ia pun senang dapat bekerja sama dengan pemerintah Indonesia untuk memperkuat program-program kesehatan masyarakat tersebut.
Juul Pinxten, seorang ekonom yang bekerja dalam bidang perlindungan sosial dan pekerjaan global pada Bank Dunia di Washington, D.C. Sebelumnya ia bekerja di kantor Bank Dunia di Jakarta dengan fokus ke Indonesia dan Timor Leste. Ia juga dibesarkan di Indonesia, dari tahun 2003 sampai 2008 ia mengenyam pendidikan di JIS, kemudian menyelesaikan pendidikan hingga jenjang S-2 di Belanda, negeri asalnya, dan kembali ke Indonesia untuk bekerja selama 6 tahun.
Kenangan terindah baginya di Indonesia selalu berhubungan dengan musik. Pria kelahiran Kota Maastricht yang jago bermain gitar dan trombone ini bahkan sempat tampil bersama sebuah jazz band dalam acara Java Jazz Festival.
Juul mengatakan selama enam tahun bekerja di Bank Dunia di Jakarta, ia bekerja mendukung pemerintah dalam memperluas bantuan sosial. Ia rasa hal tersebut berdampak pada sistem bantuan sosial di Indonesia yang kini sudah meluas dan kuat. Kini, ia ingin dapat kembali dan terus berkontribusi pada pembangunan ekonomi Indonesia sebisanya dan memberi masukan kepada pemerintah sesuai kemampuannya. Namun di luar itu semua, ia akan selalu mengunjungi “kampong halamannya” yaitu Jakarta.
Sementara itu, Ben Park adalah seorang mahasiswa jurusan hukum di George Washington University, ia mengenyam pendidikan SMA di Indonesia pada 2011 hingga 2015. Menurut pria keturunan Korea ini, kenangan indahnya dari Indonesia cukup sederhana.
“My fondest memories of Jakarta, ya adalah makanan ya, saya sangat suka makanan Indonesia," tukasnya.
Walau demikian, Ben memiliki cita-cita yang tinggi untuk berkontribusi kembali untuk Indonesia. Kepada VOA ia mengatakan seusai lulus dengan gelar S-2 dalam bidang hukum, ia berniat kembali ke Indonesia dan memanfaatkan pendidikannya untuk berkontribusi pada pembangunan ekonomi negara dengan membantu transaksi transnasional dan mereformasi undang-undang antikorupsi.
Peran Guru
Bagaikan pepatah “tak kenal maka tak sayang”, kenangan indah serta rasa cinta yang tumbuh di dalam hati para warga asing tersebut tidak lepas dari jasa para guru sekolah yang memupuknya.
Narottama Notosusanto mengajar di Jakarta Intercultural School dari tahun 2009 sampai 2024. Menurutnya, mata pelajaran yang berperan dalam memperkenalkan budaya dan bahasa Indonesia di sekolah tersebut adalah ‘Indonesian Studies’ yang utamanya adalah kelas bahasa. Namun seiring waktu, kelas ini berevolusi menjadi pelajaran yang lebih lengkap dalam satu semester. Ini pun merupakan salah satu mata pelajaran wajib untuk memenuhi persyaratan lulus tingkat SMA di JIS.
Denny Lienau adalah seorang guru asal Amerika yang mengajar di JIS dari 1974 sampai 2003. Menurutnya, pengalaman para siswa internasional terekspos dengan aneka budaya dan keragaman Indonesia merupakan pengaruh positif yang bermanfaat bagi hidup mereka setelah dewasa.
Itulah yang dirasakan oleh kedua anak Denny yang dulu juga dibesarkan di Indonesia, kini mereka juga berkarir dalam dunia pendidikan di Amerika. Odette, anaknya yang paling tua, baru diangkat menjadi Dekan di Fakultas Hukum Boston College, sementara anaknya yang kedua, Annette, adalah seorang professor pengajar comparative literature atau sastra perbandingan di Harvard University.
Dengan pengalaman lebih dari 29 tahun mengajar di Indonesia, Denny berbagi nasihat bagi siapapun yang akan mengenyam pendidikan di Indonesia untuk membenamkan diri dalam budaya dan sejarah guna benar-benar merasakan apa yang ada di hadapan kita. Ia pun mengingatkan di manapun kita berada, pelajarilah bahasanya. [aa/ka]
Forum