Di jantung Pittsburgh, kota di negara bagian Pennsylvania yang ramai dengan gedung-gedung yang menjulang tinggi, terdapat komunitas musisi dan cendekiawan yang disatukan oleh melodi musik gamelan yang mempesona. Uniknya, musik tradisional khas Indonesia yang berkembang dan dipromosikan oleh Universitas Pittsburgh itu adalah gamelan Sunda, bukan gamelan Jawa atau gamelan Bali seperti yang sering ditemukan di banyak universitas lain di Amerika Serikat.
Alunan gamelan Sunda yang dilengkapi dengan kendang rampak memenuhi Auditorium Bellefield Hall, University of Pittsburgh (Universitas Pittsburgh) di Kota Pittsburgh, Pennsylvania, memanjakan telinga para hadirin pada 13 April lalu. Jenis musik khas Jawa Barat ini menuai popularitas di “Kota Baja” itu setelah diajarkan dan dipromosikan sebagai salah satu genre musik dunia di Jurusan Musik, Universitas Pittsburgh. Grup gamelan Sunda di universitas ini, University Gamelan Ensemble, secara berkala mengadakan konser yang tidak hanya dinikmati oleh kalangan civitas academica universitas itu, tetapi juga terbuka untuk umum.
Mengapa Gamelan Sunda?
Profesor Andrew Weintraub, PhD, seorang etnomusikolog yang berdedikasi, adalah perintis dan motor semaraknya gamelan Sunda di universitas yang didirikan pada tahun 1787 itu. Universitas tersebut pada tahun 2021 lalu meraih peringkat satu di antara universitas negeri di wilayah Amerika timur laut. Andrew berdiri di garis depan pertukaran dan pengalaman budaya di kota itu, dan kecintaannya pada musik Indonesia bagaikan lentera yang menerangi ruang-ruang akademis di alma maternya.
Andrew mengatakan bahwa konser gamelan Sunda itu merupakan puncak dari acara simposium dua hari bertajuk “Politik Bunyi Kontemporer di Indonesia.”
“Sebelum konser, ada dua hari seminar. Kami kombinasi simposium dan konser pada satu weekend supaya orang yang ikut simposium bisa ikut atau bisa menonton program gamelan. Dan juga supaya mahasiswa dan kolega di Universitas Pittsburgh tahu bahwa program ini memang tidak hanya untuk memainkan gamelan, tapi ada bagian intelektual yang cukup kuat di program studi etnomusikologi dan Indonesia,” ujar Andrew.
Mengenai ketertarikannya pada bentuk seni dari Jawa Barat itu, kepada VOA Andrew mengatakan bahwa gamelan Sunda adalah musik yang bergema jauh di dalam jiwanya, puncak dari tahun-tahun yang dihabiskannya dalam penelitian dan pembelajaran yang dilakukan dengan “membenamkan diri” langsung dengan masyarakat Bumi Priangan. Dari pengalaman budaya yang didapatnya dari para seniman lokal, Andrew dapat menyelami seluk beluk serta memahami nuansa seni gamelan Sunda.
Andrew juga pernah belajar bermain gamelan Jawa dan gamelan Bali, tetapi dia menjatuhkan pilihan untuk menekuni gamelan Sunda. Ia bertekad melestarikan dan mempromosikan tradisi Sunda yang kurang dikenal di Amerika Serikat. Andrew berharap bahwa gamelan Sunda yang diajarkan di Jurusan Musik Universitas Pittsburgh juga menjadi sarana untuk mengenalkan Indonesia.
“Mudah-mudahan ini salah satu forum untuk mahasiswa yang belajar gamelan akan lebih tahu tentang negara Indonesia, baik dalam kebudayaan maupun sejarah, bahasa, dan lain-lain. Mereka juga belajar tari dan kadang-kadang ada wayang atau seni pertunjukan yang lain. Semuanya fokus pada kesenian Sunda, tapi memang ada seni dari daerah lain seperti Kroncong, atau Dangdut, atau jenis musik yang lain, dari daerah yang lain,” ungkapnya.
Menurut Andrew, pada bulan April setiap tahunnya, kampus Universitas Pittsburgh dimeriahkan dengan konser musik gamelan Sunda, sebuah tradisi yang dibidani dan sangat dicintainya. Pada setiap konser tahunan itu biasanya tampil artis tamu, seringkali dari Indonesia, yang bersama grup gamelan universitas mementaskan sajian menarik yang menyatukan budaya melalui bahasa musik yang bersifat universal.
Dia menegaskan bahwa pada akhirnya, semangat kolaboratif tidak kalah penting, sebuah bukti kekuatan musik untuk menjembatani kesenjangan dan menumbuhkan pemahaman.
Konser tahun ini, ujar Andrew, sangat spesial dengan kehadiran Ed dan Cia Garcia, sepasang suami istri yang menjadi artis tamu dari University of California, Santa Cruz. Ed Garcia adalah seorang drummer kenamaan yang juga piawai memainkan kendang gamelan Sunda, dan Cia Garcia, seorang penari Sunda.
Konser malam itu dimeriahkan dengan sajian duo kroncong string band oleh Nyak 'Ubiet' Ina Raseuki, Ph.D., seorang musisi kroncong dan dosen program pascasarjana di Institut Kesenian Jakarta (IKJ) bersama Hannah Standiford, seorang mahasiswa program doktoral di Universitas Pittsburgh. Selain itu, musisi Herry Sutresna, Rizky Sasono dan Hirdzan Ruchimat tampil memukau dalam pentas electronic noise poetry (‘puisi kebisingan elektronik’).
Tribute for Undang Sumarna
Alunan musik gamelan dan pentas tari Sunda di Universitas Pittsburgh ini memiliki tujuan yang lebih dalam, yakni penghormatan kepada pionir musik gamelan Sunda di Amerika, dan pionir itu tidak lain adalah Undang Sumarna (Pak Undang), dosen gamelan Sunda di University of California, Santa Cruz (UCSC) yang baru saja memasuki masa pensiun. Oleh karena itu, konser itu diberi judul “Gamelan Music and Dance of Indonesia: A Tribute Concert for Undang Sumarna” (“Konser Musik Gamelan dan Tari Indonesia: Konser Penghormatan untuk Undang Sumarna”).
Andrew mengatakan bahwa Pak Undang memang selama ini mengajar di UCSC, dan ribuan mantan mahasiswanya telah menyebar di seluruh Amerika dan sebagian di antaranya mengajar atau membentuk grup gamelan Sunda, termasuk Andrew sendiri dan koleganya, Jay Michael Arms, PhD, yang keduanya kini berkarir di Universitas Pittsburgh. Selain menjadi dosen musik, Jay juga menjadi dosen ensambel gamelan Sunda di universitas itu. Andrew mengakui bahwa Pak Undang tidak hanya berhasil menularkan ilmu kepada dirinya dan Jay, tetapi juga menjadi pendorong dan pembimbing terbentuknya grup gamelan Sunda, University Gamelan Ensemble, di universitas itu.
Andrew sendiri dengan penuh semangat mengenang perjalanannya ke Indonesia pada tahun 1984, dengan bimbingan dan surat rekomendasi dari Pak Undang.
“Waktu pertama kali saya ke Indonesia tahun 1984, saya bawa surat dari Pak Undang ke keluarga yang pada waktu itu tinggal di Jalan Babakan Torogong, yang dekat rumah sakit Immanuel di Bandung. Jadi mereka menerima saya sebagai keluarga, anak buah Pak Undang. Jadi saya tinggal di situ dan mereka membantu saya di Bandung selama 3 bulan sebagai undergraduate (mahasiswa tingkat sarjana) dan itu pengalaman yang luar biasa buat saya. Pak Jay juga dan banyak yang lain. Bukan tiga orang saja tapi ada banyak yang memperdalam studi gamelan, dasarnya program Pak Undang,” papar Andrew.
Warisan Undang Sumarna
Berbicara dengan VOA, Undang Sumarna mengenang perjalanan sejauh lebih dari 16 ribu kilometer yang melintasi benua, budaya, dan generasi—sebuah perjalanan yang didorong oleh kecintaan pada musik gamelan dan komitmen pada pelestarian dan penyebarannya.
Mengenai konser di Universitas Pittsburgh untuk menghormatinya, Pak Undang merasa sangat terhormat dan gembira bahwa upaya pengajarannya menunjukkan hasil nyata dan benih-benih kecintaan pada gamelan Sunda yang ditebarnya telah berbuah. Semula dia tidak menyadari konser yang direncanakan untuk menghormatinya, dan dia sendiri terpaksa tidak bisa menghadirinya. Namun, dia mempercayakan mantan mahasiswanya, yang keduanya mengajar di UCSC, untuk mewakilinya.
“Semula saya nggak tahu kalau anak-anak itu mengadakan konser untuk saya. Waktu itu anak-anak datang ke rumah, terus nanyain (apa saya bisa datang). Saya bilang nggak bisa, karena terlalu jauh (dan) saya baru pulang dari rumah sakit. Makanya saya menyuruh dua anak (Cia Garcia dan Ed Garcia) yang menari dan yang main kendangnya itu. Mereka anak-anak dari Santa Cruz. Mereka mahasiswa saya. Saya bilang, kamu ke sana, ke Pittsburgh. Tolong itu Andrew dan Jay untuk pertunjukan. Kebetulan mereka itu suami-istri,” ungkapnya.
Pak Undang tidak menyangka bahwa apa yang pernah ditebarnya sebagai dosen akan berpengaruh jauh setelah masa pensiunnya.
“Saya baru saja retire (pensiun). Jadi mungkin anak-anak menerima saya, mungkin merasakan telah mendapat sedikit ilmu dari saya. Begitulah anak-anak. Makanya mereka bisa mendirikan grup-grup gamelan di tempat lain. Andrew sudah menjadi profesor di sana, terus Jay sudah bisa mendirikan grup dan sudah jadi profesor juga. Itu karena mereka belajar gamelan Sunda. Terus dia bisa menyebarkan ke universitas lain, tidak hanya ke Pittsburgh. Dulu kan (gamelan Sunda) hanya di California,” ujarnya.
Dia menceritakan pengalaman pertamanya dengan dunia gamelan di Amerika pada tahun 1974. Berkaca pada masa-masa awalnya, dia mengenang masa ketika di Amerika belum ada gamelan Sunda, atau mungkin hanya segelintir orang yang pernah mendengarnya, dibayangi oleh popularitas gamelan Jawa dan gamelan Bali. Pada waktu itu dia bersama empat musisi Sunda lainnya tiba di University of California, Berkeley, California, dengan sponsor Center for World Music, sementara rombongan gamelan Jawa dan gamelan Bali masing-masing diwakili oleh 15 dan 20 pengrawit.
Karena gamelan Sunda kurang dikenal di Amerika, Pak Undang kemudian benar-benar memulai misi untuk memperkenalkan jenis musik dari Jawa Barat itu ketika dia diundang kembali ke Amerika, tepatnya untuk mengajar di UCSC pada tahun 1976.
“Tahun 1976 saya diundang lagi ke Santa Cruz untuk mengajar. Ya, Alhamdulillah itu banyak mahasiswanya. Banyak yang senang dengan musik Sunda. Setiap semester saja saya itu sampai mendapatkan 150 atau kadang-kadang 200 orang, sampai lima kelas saya itu mengajar,” akunya.
Melalui dedikasinya yang tidak kenal lelah dan bimbingan pada para mahasiswanya, Pak Undang meletakkan dasar bagi sebuah gerakan yang kemudian mendefinisikan kembali persepsi tentang musik Sunda di Amerika. Usahanya membuahkan hasil ketika ensambel gamelan bermunculan di seluruh Amerika, mulai dari University of California, Davis hingga Universitas Pittsburgh, dari UCSC hingga Bates College di Maine, yang masing-masing merupakan bukti warisan dari upayanya. Dengan bangga dia menceritakan prestasi para mahasiswanya, dan peran mereka sebagai profesor dan duta budaya Sunda di berbagai universitas dan komunitas Amerika.
Kepada VOA, Jay Michael Arms, PhD, dosen jurusan musik dan pengajar sekaligus pemimpin ensambel gamelan universitas menceritakan tentang konser untuk menghormati mantan dosennya, Undang Sumarna.
“Ketika saya mulai mengajar di Universitas Pittsburgh pada tahun 2019, Andrew Weintraub dan saya mulai mendiskusikan kemungkinan diadakannya konser yang didedikasikan untuk guru kami, Pak Undang Sumarna. Kami berdua awalnya belajar gamelan bersamanya di UC Santa Cruz, meskipun dalam dekade yang berbeda, dan kami merasa bahwa kami berhutang banyak atas kemurahan hatinya dalam membagikan musiknya sehingga ini adalah saat yang tepat untuk memberikan penghormatan kepada guru kami,” paparnya.
Jay menegaskan bahwa tidak berlebihan jika dikatakan kisah musik Sunda di Amerika berkelindan dengan kisah Pak Undang.
“Sejak tahun 1974 ia mengabdikan hidupnya untuk mengajar musik Sunda di Amerika Serikat,” ujar Jay, seraya menambahkan, “sejak itu banyak muridnya yang bepergian ke Indonesia, menjadi ahli etnomusikologi, komposer, penari, atau pecinta seni dan budaya Jawa Barat sebagai hasil dari pengalaman mereka belajar dari Pak Undang.”
Menurut Jay, program gamelan Sunda di Universitas Pittsburgh merupakan hasil warisan Pak Undang melalui Andrew yang mendirikannya pada tahun 1997, dan berlanjut pada dirinya.
“Saya merasakan pentingnya dedikasi Pak Undang pada seni, dan saya berusaha untuk meneruskan semua yang dia ajarkan kepada mahasiswa saya di Universitas Pittsburgh. Suatu kehormatan bagi saya bisa mengadakan konser untuk menghormati Pak Undang dan mengucapkan terima kasih bersama Andrew dan Ed,” pungkas Jay Michael Arms. [lt/em]
Forum