Catherine Wilson adalah mahasiswa tingkat akhir di University of Maryland College Park jurusan jurnalistik dan sejarah. Konsentrasinya mudah terganggu. Suara keras, batuk, atau bahkan ketukan bisa merusak konsentrasinya.
Akibatnya, Wilson perlu bantuan agar berhasil di perguruan tinggi: waktu belajar yang lebih lama untuk menghadapi ujian dan alternatif suasana ujian yang disebut "akomodasi yang memadai."
"Selama ini saya sangat berhasil dengan perpanjangan waktu. Saya bisa membuktikan bahwa saya memahami materi tersebut. Dan lebih baik lagi, saya benar-benar bisa menyelesaikan ujian," katanya dalam email kepada VOA.
Dalam pengaturan universitas, Departemen Pendidikan AS mengatakan akomodasi bisa mencakup "mengurangi beban kuliah, pengolah kata elektronik, penerjemah bahasa isyarat, perpanjangan waktu untuk ujian, menyediakan pencatat dan melengkapi komputer universitas dengan pembacaan layar, rekaman suara atau peralatan adaptif lainnya".
Akomodasi yang memadai telah tersedia bagi mahasiswa sejak Undang-Undang bagi Penyandang Difabel di Amerika (ADA) disahkan pada tahun 1990. Menurut Asosiasi Psikolog AS, UU ini memberikan “modifikasi atau penyesuaian pada tugas, suasana atau cara melakukan sesuatu yang memungkinkan individu penyandang difabel memiliki kesempatan yang sama untuk ikut dalam program akademis atau pekerjaan".
Difabel mencakup Attention Deficit Hyperactivity Disorder (gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas - ADHD), juga gangguan penglihatan, ketidakmampuan belajar, gangguan mobilitas dan disabilitas medis.
Akomodasi memungkinkan perpanjangan waktu untuk mengikuti ujian atau tes standar, seperti SAT. Bentuk akomodasi lainnya, menurut Karla McGregor, direktur Center for Childhood Deafness dan profesor emeritus di University of Iowa adalah pencatat pribadi yang mendampingi mahasiswa di kelas sehingga mahasiswa bisa fokus dalam menyerap semua materi.
Menurut Jaringan Nasional ADA, perguruan tinggi dan universitas telah mengalami peningkatan dalam menyediakan akomodasi yang layak dalam 30 tahun terakhir sejak ADA disahkan.
Penilaian kebutuhan siswa akan akomodasi di universitas berbeda-beda. Program Pendidikan Individual (IEP) dan rencana yang dikembangkan untuk siswa di sekolah dasar dan menengah sering kali bisa digunakan untuk mendukung permintaan akomodasi. Penilaian lainnya bisa melalui surat dari penyedia layanan kesehatan, apakah itu seorang dokter, terapis atau ahli saraf, yang mengenal mahasiswa tersebut dan telah mempelajari kecacatan dan dampaknya, kata Fawne Esposito, asisten administrasi di Pusat Sumber Daya Difabel Universitas Salisbury.
Menurut Departemen Pendidikan AS, undang-undang itu jelas mengenai akomodasi yang memadai bahwa diskriminasi dalam bentuk apa pun untuk menyediakan akomodasi yang memadai bagi mahasiswa atau anggota fakultas adalah ilegal.
McGregor menjelaskan, untuk menerima akomodasi atas ketidakmampuan belajar, seorang mahasiswa harus diuji. Ragam tes, yang dilakukan oleh psikolog, mengukur kemampuan belajar mahasiswa. Hasil tes akan menentukan apakah mahasiswa itu berhak mendapat akomodasi atau tidak.
“Untuk memenuhi syarat mendapatkan akomodasi itu, mahasiswa harus menjalani serangkaian tes untuk membuktikan bahwa mereka membutuhkannya. Dan tesnya tidak gratis,” kata McGregor.
Pengujian untuk memastikan adanya kecacatan itu mahal, tambah McGregor. Banyak mahasiswa belajar tanpa akomodasi karena mereka tidak mampu membayar proses tersebut.
“Tiga puluh tiga persen mahasiswa dengan gangguan pembelajaran mendapat akomodasi,” kata McGregor.
Contoh akomodasi termasuk memberi waktu tambahan bagi peserta yang mengidap ADHD untuk mengikuti tes standar. Atau menyediakan penerjemah bahasa isyarat bagi mahasiswa yang tunarungu.
“Penyesuaian akademis yang tepat harus ditentukan berdasarkan kecacatan dan kebutuhan individu. Penyesuaian akademis bisa mencakup bantuan dan layanan tambahan, serta modifikasi pada persyaratan akademik yang diperlukan untuk memastikan kesempatan pendidikan yang setara," kata situs web Departemen Pendidikan AS.
Untuk memastikan mereka mendapat akomodasi yang layak, mahasiswa terlebih dahulu harus memberi tahu perguruan tinggi bahwa mereka memiliki disabilitas dan membutuhkan akomodasi yang memadai. Ini harus dilakukan sedini mungkin, sebelum mulai kuliah, kata Departemen Pendidikan AS pada situsnya.
Menurut situs Universitas Salisbury, gagasan utama akomodasi ini adalah mahasiswa yang menerimanya tidak "memaksakan perubahan mendasar pada sifat layanan, program, atau aktivitas, dan/atau beban keuangan dan administrasi yang tidak semestinya kepada Universitas."
Menurut Jaringan Nasional ADA, meskipun mungkin lebih banyak mahasiswa memperoleh akomodasi yang layak di perguruan tinggi dan universitas, masih ada hambatan bagi keberhasilan mereka sepenuhnya.
Hambatan-hambatan ini bisa mencakup penerimaan dari sesama mahasiswa, atau bisa juga secara fisik, misalnya tidak bisa hadir ke ruang kuliah jika seorang mahasiswa memiliki disabilitas gerak.
“Saya kira satu potensi negatif yang dikhawatirkan mahasiswa adalah apakah meminta akomodasi akan menimbulkan stigma,” kata McGregor.
Dampak negatif lainnya adalah berapa lama waktu dibutuhkan sampai mahasiswa menerima akomodasi.
Wilson sangat blak-blakan tentang pengalamannya. Ia mengatakan ia tidak bisa menyelesaikan ujian yang dijadwalkan ketika kebutuhannya tidak diakomodasi.
Meskipun akomodasi membantu mahasiswa, penerapannya dalam ruang kuliah menjadi tantangan lain.
Menurut Jaringan Nasional ADA, "persepsi yang salah tentang akomodasi sebagai perlakuan khusus, ketimbang sebagai akses yang setara, adalah hambatan pendidikan yang umum bagi mahasiswa penyandang difabel."
Selain itu, mahasiswa yang mendapat akomodasi memadai memberi pengalaman kuliah yang lebih beragam, karena mahasiswa penyandang difabel bisa dianggap sebagai "bentuk keberagaman".
“Kami menginginkan populasi mahasiswa yang beragam. Keberadaan para mahasiswa ini sangat penting,” kata McGregor.
Catherine Wilson mengatakan, "Ketika saya tidak bisa mendapatkan akomodasi, saya menjadi frustrasi. Saya merasa dibuat merasa bodoh atau tidak mampu, dan saya tahu, bukan itu masalahnya. Karena tidak mendapat akomodasi, saya merasa sangat tidak berdaya karena tahu saya bisa melakukan dengan lebih baik.” [my/ka]