Tautan-tautan Akses

Kelompok Ahli di Jerman: Aborsi Dalam 12 Pekan Pertama Kehamilan Harus Didekriminalisasi


Dari kiri: Claudia Wiesemann, Friederike Wapler, Frauke Brosius-Gersdorf dan Liane Woerner, anggota komisi ahli yang ditugaskan oleh pemerintah Jerman, menyampaikan laporan untuk mendekriminalisasi undang-undang aborsi di Berlin, Jerman, 15 April 2024. (AP/Markus Schreiber)
Dari kiri: Claudia Wiesemann, Friederike Wapler, Frauke Brosius-Gersdorf dan Liane Woerner, anggota komisi ahli yang ditugaskan oleh pemerintah Jerman, menyampaikan laporan untuk mendekriminalisasi undang-undang aborsi di Berlin, Jerman, 15 April 2024. (AP/Markus Schreiber)

Sebuah komisi ahli independen, Senin (15/4) merekomendasikan agar aborsi di Jerman tidak lagi termasuk dalam hukum pidana negara tersebut dan dilegalkan jika dilangsungkan dalam 12 minggu pertama kehamilan.

Saat ini, aborsi dianggap ilegal di Jerman tetapi tidak dapat dihukum jika seorang perempuan menjalani konseling wajib dan harus menunggu selama tiga hari sebelum dia menjalani prosedur tersebut.

Koalisi pemerintah progresif Jerman yang terdiri dari Partai Sosial Demokrat pimpinan Kanselir Olaf Scholz, Partai Hijau, dan Partai Demokrat Bebas yang probisnis, telah menugaskan sebuah komisi ahli untuk menyelidiki masalah aborsi, yang telah menjadi topik perdebatan hangat selama beberapa dekade.

Pendekatan Jerman terhadap aborsi lebih ketat dibandingkan dengan negara-negara Eropa lainnya. Beberapa perempuan Jerman telah melakukan perjalanan ke negara-negara tetangga seperti Belanda, terutama pada tahap akhir kehamilan mereka ketika aborsi dianggap sepenuhnya ilegal di Jerman kecuali dalam kasus-kasus yang sangat serius, untuk melakukan aborsi di sana.

Negara-negara Eropa lainnya memiliki pendekatan yang sangat berbeda terhadap aborsi. Prancis, misalnya, bulan lalu mencantumkan jaminan hak aborsi dalam konstitusinya, yang merupakan pesan dukungan pertama dan kuat bagi perempuan di seluruh dunia.

Sementara itu, parlemen Polandia pekan lalu mengadakan perdebatan yang telah lama ditunggu-tunggu mengenai liberalisasi undang-undang aborsi negara tersebut, yang lebih ketat dibandingkan undang-undang di Jerman, meskipun banyak perempuan mengakhiri kehamilan di rumah dengan pil yang dikirim dari luar negeri.

Meskipun rekomendasi komisi ahli Jerman kepada pemerintah untuk mendekriminalisasi aborsi bersifat tidak mengikat, hal ini kemungkinan akan kembali memanaskan diskusi mengenai isu ini di negara tersebut. Hal ini pada akhirnya juga dapat mengarah pada reformasi peraturan yang ada saat ini oleh parlemen, namun saat ini masih belum jelas apakah dan kapan hal tersebut akan terjadi.

“Rekomendasi kami adalah menjauhi tindakan ilegal ini dan memberi label aborsi pada tahap awal kehamilan sebagai hal yang legal,” kata Frauke Brosius-Gersdorf, seorang profesor hukum yang merupakan anggota komisi tersebut, kepada wartawan di Berlin.

Dari kiri: Menteri Urusan Keluarga, Warga Lanjut Usia, Perempuan dan Pemuda Jerman, Lisa Paus, Menteri Kesehatan Karl Lauterbach dan Menteri Kehakiman Marco Buschmann dalam konferensi pers di Berlin, Senin, 15 April 2024. (AP/Markus Schreiber)
Dari kiri: Menteri Urusan Keluarga, Warga Lanjut Usia, Perempuan dan Pemuda Jerman, Lisa Paus, Menteri Kesehatan Karl Lauterbach dan Menteri Kehakiman Marco Buschmann dalam konferensi pers di Berlin, Senin, 15 April 2024. (AP/Markus Schreiber)

“Ini bukan sekedar formalitas, tapi bisa dibayangkan bahwa hal ini membawa manfaat besar bagi perempuan yang bersangkutan, mereka yang berada dalam situasi sedang mempertimbangkan apakah akan menjalani aborsi, apakah yang mereka lakukan itu salah atau benar,” tambahnya.

Banyak perempuan yang pernah melakukan aborsi di Jerman menggambarkan konseling wajib sebagai hal yang memalukan, sementara yang lain mengatakan hal itu membantu mereka dalam pengambilan keputusan.

Selain rumitnya status hukum aborsi di Jerman, para ahli juga menunjukkan bahwa dalam beberapa tahun terakhir, jumlah dokter yang bersedia melakukan aborsi di negara tersebut telah menurun dan semakin sulit bagi perempuan untuk menemukan dokter di wilayah tempat tinggal mereka di Jerman yang bersedia membantu mereka.

Komisi tersebut mengatakan bahwa jika pemerintah memutuskan untuk melegalkan praktik aborsi dalam 12 minggu pertama, pemerintah juga harus memastikan bahwa perempuan yang ingin melakukan aborsi memiliki akses cepat dan mudah ke organisasi dan dokter yang menyediakannya.

Saat ini, sekitar 10 persen dokter yang melakukan intervensi medis menghadapi tuntutan pidana, meskipun mereka hampir tidak pernah dinyatakan bersalah.

FILE - Aksi protes menentang aborsi di depan Katedral Berlin di Berlin, 26 September 2009. (AP/Franka Bruns)
FILE - Aksi protes menentang aborsi di depan Katedral Berlin di Berlin, 26 September 2009. (AP/Franka Bruns)

Gereja Katolik, salah satu penentang utama liberalisasi peraturan aborsi di Jerman, dengan cepat mengecam rekomendasi komisi tersebut.

“Komisi ini sedang mempertimbangkan untuk melegalkan aborsi pada tahap awal kehamilan. Ini berarti berakhirnya konsep perlindungan jiwa yang jelas,” kata Irme Stetter-Karp, presiden kelompok Komite Sentral Katolik Jerman yang berpengaruh.

“Martabat manusia sudah ada sejak awal,” tambahnya, seraya menyebut rekomendasi tersebut “tidak dapat diterima.”

Selain rekomendasinya untuk 12 minggu pertama kehamilan, komisi tersebut mengatakan bahwa untuk fase tengah kehamilan, keputusan harus diambil oleh para legislator untuk menentukan apakah, dan untuk berapa lama, aborsi harus dilegalkan, sedangkan pada trimester terakhir, aborsi tidak diperbolehkan kecuali ada alasan medis atau sosial yang kuat.

“Semakin pendek usia kehamilan, semakin besar kemungkinan aborsi diperbolehkan; dan semakin lanjut usia kehamilan, semakin penting kebutuhan bayi yang belum lahir,” kata anggota komisi dalam ringkasan laporan mereka, yang akan mereka serahkan kepada para menteri pada hari Kamis. [ab/uh]

Forum

Recommended

XS
SM
MD
LG