Pemimpin sementara Republik Afrika Tengah, Catherine Samba-Panza, berangkat lebih cepat dari Majelis Umum PBB untuk kembali ke negaranya karena kekerasan yang melanda ibukota negara tersebut.
Laporan dari Bangui mengatakan puluhan orang telah tewas dalam tiga hari bentrokan yang melibatkan Kristen dan Muslim, yang terjadi karena kematian seorang pria Muslim.
Senin malam, ratusan orang tahanan terlepas dari penjara utama di ibukota. Sebelumnya hari itu, sedikitnya tiga orang tewas ketika pemrotes berkumpul di tengah kota Bangui untuk berpawai ke istana presiden.
Pemrotes menuduh penjaga perdamaian PBB menembak khalayak ramai, tetapi pasukan penjaga perdamaian PBB, MINUSCA, membantah pasukannya melepaskan tembakan ke arah pemrotes. “MINUSCA tidak melepaskan tembakan terhadap penduduk,” kata organisasi itu melalui twitter hari Senin.
Amerika Serikat mengutuk kerusuhan di Republik Afrika Tengah itu, dan menjanjikan dukungan pada pemerintahan Samba-Panza. “Kami sepenuhnya mendukung usaha Afrika Tengah dan pasukan internasional untuk menegakkan kembali ketertiban dan menyeret pelaku kekerasan ke pengadilan,” kata juru bicara Departemen Luar Negeri Amerika John Kirby.
Dalam pernyataan hari Senin, direktur Kawasan Afrika Barat dan Tengah Amnesty International, Alioune Tine, mengatakan, “kekerasan maut di ibukota itu menggambarkan bahwa Republik Afrika Tengah adalah negara yang masih sangat rapuh dan tindakan segera harus diambil untuk meningkatkan kapasitas penjaga perdamaian PBB mendeteksi dan menanggapi dengan ampuh insiden demikian sebelum serangan meruncing terhadap kaum sipil.”
Amnesty mengatakan kaum sipil telah mulai melarikan diri dari pertempuran di Bangui dan mengatakan sedikitnya tiga kantor organisasi bantuan telah dijarah. [gp]