Naomi Ibrahim membuka sebuah sekolah di Kaduna tujuh tahun lalu, setelah serangan oleh militan Boko Haram memaksanya meninggalkan kampung halamannya di negara bagian Borno, Nigeria.
Tujuan pembukaan sekolah baru itu tidak lain untuk membantu anak-anak yang terkena dampak konflik agar bisa mengenyam pendidikan dasar, tetapi dia mengatakan gelombang kekerasan dan penculikan massal mengancam pekerjaannya dan menjauhkan para siswa dari sekolah.
“Ada (anak-anak) yang berasal dari Borno, Adamawa, Gombe dan tempat-tempat lain. Kami hanya bisa berdoa, Tuhan yang menjaga kami tetap aman," kata Naomi Ibrahim.
Pihak berwenang di sebuah sekolah lokal mengatakan hanya 50 dari sekitar 120 siswa yang telah melanjutkan sekolah untuk tahun ajaran baru. Sekolah tidak dipagari, yang berarti keamanan tidak terjamin.”
Kaduna adalah salah satu negara bagian yang paling terpukul oleh penculikan massal terhadap para siswa yang bermula di Nigeria utara akhir tahun lalu. Sejak Desember, pemerintah melaporkan lebih dari 1.000 anak sekolah telah diculik dari sekolah-sekolah di wilayah tersebut.
Penculikan biasanya dilakukan oleh komplotan kriminal yang menuntut uang tebusan dari keluarga korban.
Untuk menghentikan masalah tersebut, otoritas negara bagian Kaduna menutup sekolah pada Juli lalu, tetapi membukanya kembali bulan ini, dengan alasan situasinya telah membaik.
Pemimpin komunitas Abu Mohammed setuju.
“Sebenarnya ada peningkatan dari segi keamanan dan perhatian dari pemerintah. Kenapa? Karena pemerintah sudah menyerukan kepada semua aparat keamanan dan mereka semua berkumpul di sini di Kaduna. Mereka telah mencari para bandit di hutan," katanya.
Tapi Aishatu Musa mengatakan ketakutan bahwa para bandit bisa menculik anak-anaknya dari sekolah belum sirna.
“Saya takut dengan apa yang terjadi sekarang. Itu sebabnya saya belum menginginkan anak-anak saya pergi ke sekolah," ujar Aishatu.
UNICEF memperkirakan satu juta anak Nigeria bisa kehilangan pendidikan karena masalah keamanan.
Badan tersebut memperkirakan Nigeria memiliki jumlah anak putus sekolah terbesar di dunia, sekitar 13,2 juta. Angka itu sebenarnya bisa lebih tinggi, kata manajer pendidikan UNICEF di Nigeria, Rudra Sahoo.
“Pada bulan Mei, Juni dan Juli, ada serangan reguler terutama di wilayah utara, tengah, dan barat laut Nigeria. Sebagai langkah pencegahan, 11.000 sekolah ditutup selama waktu itu. Sekarang sekolah dibuka kembali, tetapi ketakutan di benak para orang tua masih belum hilang," ujarnya.
Untuk saat ini, sekolah seperti yang dijalankan oleh Naomi Ibrahim, akan tetap buka dan melanjutkan pembelajaran di kelas, meskipun ada ketidakpastian apakah langkah itu aman dilakukan. [lt/ka]