Selama kampanye presiden, Donald Trump menjanjikan perubahan besar dalam kebijakan luar negeri AS, yakni mengusahakan titik temu dengan Rusia, pendekatan lebih keras terhadap Iran dan China, dan dukungan kuat bagi pemimpin Israel Benjamin Netanyahu. Namun baru satu bulan menjabat presiden, pemerintahannya mendefinisikan kembali fokusnya.
Dalam pidato pelantikannya, Presiden Donald Trump bersikeras menyatakan bahwa kebijakan luar negeri Amerika Serikat harus berdasarkan satu prinsip.
"Mulai hari ini, hanya akan Dahulukan Amerika, Dahulukan Amerika. Pada setiap keputusan perdagangan, pajak, imigrasi, hubungan luar negeri,” kata Presiden Trump.
Pada bulan pertamanya, presiden mulai mengimplementasikan perubahan-perubahan pada tradisi-tradisi dan hubungan-hubungan internasional yang sudah bertahan puluhan tahun.
Trump baru-baru ini menyambut kedatangan PM Israel Benjamin Netanyahu ke Gedung Putih, sebuah isyarat persatuan yang menandai era baru hubungan AS-Israel yang sebelumnya tegang di bawah Presiden Barack Obama.
Sebelum menjabat presiden, Trump berjanji untuk memindahkan Kedubes AS dari Tel Aviv ke Yerusalem dan menunjukkan simpati terhadap permukiman Tepi Barat. Namun, sebagai presiden, Trump mengindikasikan bahwa masih mempertimbangkan pemindahan kedubes itu dan mendesak Israel untuk menahan diri dalam perluasan permukiman.
Pada sebuah konperensi pers bersama, Trump menjauhi pendirian lama AS bagi solusi dua negara antara Israel dan Palestina.
“Saya mempertimbangkan solusi dua negara dan satu negara, dan saya menyukai yang sama-sama diinginkan kedua belah pihak,” kata Trump.
Trump bersumpah akan mencegah Iran memiliki senjata nuklir dan menganggap kesepakatan nuklir tahun 2015 antara Iran dan enam negara berpengaruh dunia sebagai perjanjian yang sangat buruk.
Belum lama ini, Trump memberlakukan sanksi-sanksi baru terhadap Teheran sebagai tanggapan atas uji misil balistiknya baru-baru ini.
"Dan saya akan melakukan lebih banyak hal lagi untuk mencegah Iran mengembangkan senjata nuklir,” jelas Trump.
Trump berulangkali mengisyaratkan bahwa hubungan yang lebih hangat dengan Rusia merupakan gagasan yang baik, meski Moskow memiliki hubungan dengan Iran dan adanya dugaan Rusia mencampuri pemilu AS 2016.
Fakta ini mengkhawatirkan sejumlah legislator AS dan sekutu-sekutu Eropa. Akhir pekan lalu di Brussels, Wakil Presiden AS Mike Pence berusaha meyakinkan kembali mitra-mitra Amerika di Eropa.
"Sementara AS akan terus menuntut pertangungjawaban Rusia, berdasarkan pengarahan Trump, kita juga akan berusaha mencari persamaaan pandangan yang diyakini Presiden Trump bisa ditemukan,” kata Mike Pence.
Trump sering mengecam China selama kampanye presiden dan menuduhnya sebagai manipulator mata uang.
"Mereka belum pernah bermain sesuai aturan dan saya tahu, ini saat mereka mulai mengikuti aturan,” imbuh Trump.
Trump berjanji akan memberlakukan bea pada barang-barang impor dari China dan mengubah kebijakan-kebijakan perdagangan, Namun sejauh ini, pemerintahan Trump sepertinya tidak melakukan apa-apa terkait isu itu, dan malah lebih terfokus pada geopolitik.
Trump setuju untuk menghormati kebijakan Satu China terkait Taiwan, namun AS terus meragukan klaim China atas wilayah yang luas di Laut Cina Selatan. Sebuah kapal induk Angkata Laut AS baru-baru ini memulai operasi rutin di Laut Cina Selatan, meski ada peringatan dari China untuk tidak mengganggu kedaulatan China di wilayah itu. [ab/uh]