Ketujuh korban yang meninggal dalam peristiwa kebakaran hutan di gunung Lawu adalah pendaki yang berasal dari Ngawi dan Jakarta. Sebenarnya pendakian lereng Gunung Lawu dari jalur Cemoro Sewu, Kabupaten Magetan, Jawa Timur, telah ditutup sejak Jumat (16/10) akibat adanya kebakaran hutan. Tetapi, jalur pendakian melalui Cemoro Kandang, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah masih dibuka. Inilah jalur yang digunakan para pendaki yang naas itu.
Menurut Kepala Kepolisian Resor Magetan, AKBP Johanson Ronald Simamora, seluruh korban meninggal dunia maupun yang mengalami luka-luka terjebak di dalam hutan yang terbakar saat hendak turun dari puncak
“Baik yang hidup maupun yang sudah meninggal, semua luka bakar. Karena berdasarkan yang kita lihat dari korban, itu semua luka bakar, kemungkinan juga karena terjebak oleh asap dan api, sehingga mungkin ada sebagian yang lemas, kemudian ada yang selamat mengatakan ada yang sembunyi di balik batu, ada yang terjun ke jurang juga,” papar Johanson Simamora.
Johanson menegaskan pihaknya belum dapat melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) untuk mengetahui penyebab kebakaran, karena kebakaran hutan di sekitar pos 3 dan 4 menghalangi tim untuk menembus lokasi. Namun Komandan Pengendali Operasi SAR itu menduga, kebakaran disebabkan oleh faktor alam atau karena api unggun yang belum sepenuhnya padam ketika ditinggalkan para pendaki.
“Ada dua kemungkinan yang pertama adalah faktor alam, karena ini kan musim kemarau sehingga daun ranting semua itu kering, sehingga gampang disulut oleh api. Kemudian yang kedua, bisa saja faktor dari pendaki itu sendiri, dimana karena dingin mereka pasang api unggun sehingga ini memicu kebakaran juga,” ujar Johanson.
Johanson menambahkan, selain memadamkan api serta melakukan penyisiran untuk mencari pendaki lain yang kemungkinan masih terjebak, timnya akan membuat parit-parit untuk melokalisir kobaran api agar tidak semakin meluas.
Selanjutnya, Johanson mengatakan, “Kita akan lakukan penyisiran, kita bagi dua tim baik dari tim Perhutani kemudian Basarnas, akan membuat semacam ilarang, ilarang itu parit, supaya kobaran api tidak menjalar ke tempat pohon-pohon yang besar, jadi tidak menjalar ke tempat lainnya.”
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Timur, Ony Mahardika mengatakan peristiwa kebakaran hutan di kawasan lereng gunung Lawu merupakan peristiwa rutin yang juga terjadi di beberapa hutan di kawasan pegunungan lainnya.
Ony menduga kebakaran terjadi karena kesengajaan, serta tidak adanya upaya serius Perhutani selaku pemegang hak pengelolaan hutan di Pulau Jawa, untuk menjaga kelestarian hutan.
“Dugaan kami adalah dibakar, artinya sebenarnya Perhutani dalam hal ini dengan masyarakat desa hutan tidak sungguh-sungguh untuk melakukan pemantauan dan pengendalian kawasan-kawasan hutan, karena hutan di Jawa itu kan Perhutani kewenangannya,” kata Ony.
Selain itu, Ony juga menduga ada skenario menjadikan peristiwa kebakaran hutan sebagai upaya menurunkan status hutan lindung, menjadi kawasan pariwisata maupun pertanian industri, sehingga mengubah fungsi hutan yang sebenarnya.
“Setiap tahun hutan-hutan lindung yang itu semakin berkurang, dan kawasan-kawasan resapan semakin habis dan hancur, artinya kemungkinan memang ada (alih fungsi), karena kawasan-kawasan di sabuk pegunungan itu sangat strategis, pertama adalah untuk industri pariwisata, dan yang kedua adalah untuk industri pertanian, itu sangat masif,” tambahnya.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana memperkirakan kerugian akibat bencana kebakaran hutan di seluruh Indonesia selama tahun ini sudah mencapai lebih dari 20 Trilyun rupiah.