Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan, pemerintah masih akan memberlakukan kebijakan PPKM per level menyusul meningkatnya jumlah kasus COVID-19 yang dipicu varian omicron.
Luhut menjelaskan, sejak omicron terdeteksi satu bulan lalu di Indonesia, peningkatan kasus COVID-19 sampai saat ini masih relatif terkendali. Ia mengatakan, jumlah kasus terkonfimasi dan aktif masih lebih rendah 90 persen dibandingkan dengan puncak kasus delta pada Juni-Juli 2021 lalu.
“Pemerintah hari ini menegaskan akan terus menggunakan assestment level sebagai basis pengetatan masyarakat. Sampai saat ini pemerintah belum berpikir untuk memberlakukan PPKM darurat lagi atau melakukan lockdown. Pemerintah meminta kepada setiap kepala daerah , agar tetap taat pada peraturan assestment level yang dikeluarkan pemerintah dan menaati setiap kewajiban yang dituangkan untuk mencegah dampak buruk di kemudian hari,” ungkap Luhut usai Ratas Evaluasi PPKM, di Jakarta, Senin (24/1).
Luhut mengungkapkan, tingkat keterisian tempat tidur atau bed occupancy ratio (BOR) bagi pasien COVID-19 di rumah sakit khusus di Jawa dan Bali belum mencapai tingkat yang mengkhawatirkan, yakni 60 persen. Menurutnya, kasus kematian pada wilayah tersebut juga masih berada pada level yang sangat rendah.
Luhut menekankan pemerintah akan tetap waspada dalam mengantisipasi kenaikan kasus konfimasi positif corona yang diperkirakan akan naik cukup cepat dalam kurun waktu 3-4 minggu ke depan. Ia yakin pihaknya kali ini akan cukup siap dalam menghadapinya dibandingkan ketika menghadapi varian delta. Namun, Luhut meminta kepada masyarakat untuk tetap disiplin dalam menerapkan protokol kesehatan yang menurutnya kunci untuk mencegah lonjakan kasus.
Lebih jauh, Luhut menjelaskan, kenaikan kasus harian di Jawa dan Bali dalam kurun waktu sepekan terakhir telah didominasi oleh transmisi lokal dibandingkan dengan kasus yang disebabkan oleh pelaku perjalanan luar negeri (PPLN). Berdasarkan data yang diperolehnya, tren positivity rate tes antigen dan PCR terus merangkak naik.
“Pemerintah terus mewaspadai tren positivity rate meskipun secara keseluruhan PCR dan anti gen positivy rate kita masih di bawah lima persen. Tetapi positivity rate PCR terus meningkat dan sudah mencapai hampir 9 persen. Dengan itu, kami mengimbau masyarakat juga untuk lebih waspada, prokes jangan ditinggalkan, selalu kenakan masker, kurangi aktivitas di luar rumah yang tidak perlu, dan selalu gunakan PeduliLindingi ketika beraktivitas di tempat umum,” jelasnya.
Ia juga mengatakan gejala yang disebabkan oleh varian Omicron sulit dibedakan dengan flu biasa. Oleh karena itu, masyarakat pun diimbau untuk segera melakukan tes apabila merasakan gejala tersebut.
“Mengingat gejala omicron yang ringan, sulit dibedakan dengan batuk dan flu biasa, pemerintah mengimbau kepada masyarakat untuk segera melakukan testing apabila merasakan gejala tersebut. Tidak pergi ke area publik atau melakukan isolasi mandiri jika terdapat gejala ringan seringan apapun,” tuturnya.
Langkah Antisipasi Hadapi Omicron
Menteri kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan memang kenaikan kasus omicron akan terjadi dengan sangat cepat dan melebihi varian delta. Namun, katanya berdasarkan pengalaman yang terjadi di negara lain, penurunan kasus yang cepat diikuti dengan tingkat hospitalisasi yang rendah.
Dari 1.600 kasus omicron yang ada di tanah air, ungkap Budi, yang membutuhkan perawatan dengan oksigen hanya 20 orang dan kasus kematian sejauh ini tercatat dua orang.
Guna mengantisipasi potensi ledakan kasus, pemerintah pun akan melakukan berbagai langkah. Dari sisi surveillance, katanya, pemerintah akan terus menggencarkan testing dan tracing terutama tes PCR dan PCR S-Gen Failure Test (SGTF) agar hasil yang keluar bisa lebih cepat. Sementara untuk testing dengan whole genome sequencing (WGS) akan difokuskan untuk menganalisa pola penyebaran kasus omicron, sehingga tidak semua kasus positif akan dilakukan metode WGS.
“Kami harapkan disiplin untuk melakukan testing 1 per 100 ribu penduduk per minggu itu tetap dijalankan, dan strategi isolasi di rumah maupun di isoter dan RS tetap kita jalankan sesuai dengan protokol yang ada, dengan bantuan telemedicine sudah lakukan di Jakarta dan hasilnya baik,” ungkap Budi.
Program vaksinasi COVID-19, ujar Budi, juga akan dipercepat terutama untuk para lansia karena menghadapi resiko gejala yang parah dan kematian.. Langkah serupa juga akan diberlakukan pada program vaksinasi anak-anak.
Terkait strategi perawatan, menurut Budi, pihaknya juga sudah menyiapkan 80 ribu tempat tidur untuk mengantisipasi ledakan kasus omicron. Untuk saat ini, katanya, sudah terisi sebanyak lima ribu tempat tidur. Jumlah tempat tidur tersebut, kata Budi, juga bisa ditingkatkan hingga 150 ribu.
Evaluasi Strategi 3T
Ahli Epidemiologi dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman mengungkapkan, kebijakan pengetatan berupa lockdown atau PPKM Darurat tidak perlu dilakukan mengingat masyarakat yang memiliki imunitas baik dari infeksi alamiah maupun vaksinasi sudah meningkat.
Meski begitu, menurutnya penerapan kebijakan PPKM per level perlu dievaluasi terutama strategi 3T. Pasalnya, dari sejak pandemi berlangsung hingga saat ini kapasitas testing dan tracing yang dilakukan oleh pemerintah masih tidak memadai. Akibatnya, indikator epidemiologi yang diterapkan untuk menentukan level PPKM dikhawatirkan akan menghasilkan penerapan kebijakan yang tidak tepat.
“Kalau PPKM (per level) digunakan dalam konteks omicron dengan data atau indikartor yang ada, ini yang kalau tidak di-review, tidak diperkuat 3T-nya, kita bisa salah strategi, salah memahami situasi, ini yang berbahaya,” ungkap Dicky kepada VOA.
Pemerintah, katanya harus belajar dari pengalaman gelombang pertama dan kedua dalam menghadapi pandemi. Ia mengingatkan pemerintah untuk selalu mengedepankan langkah mitigasi atau pencegahan agar potensi ledakan kasus bisa dikurangi dengan signifikan.
“Ini artinya menempatkan kita di posisi rawan di tengah fakta bahwa omicron cepat sekali menyebar. dan mayoritas tidak bergejala. Sehingga bahwa potensi kasus infeksi di masyarakat lebih besar 8-10 kali lebih banyak dari yang dilaporkan itu bisa terjadi. Dan kita tidak bisa mengandalkan misalnya RS belum penuh, ya kalau RS penuh sudah telat,” tuturnya,
Travel Bubble Singapura, Bintan dan Batam
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan pemerintah resmi menerapkan konsep travel bubble di Batam dan Bintan, Kepulauan Riau dengan Singapura.
Adapun pertimbangan diterapkannya travel bubble ini karena untuk mendorong kegiatan pariwisata di kedua pulau tersebut.
“Level di Batam dan Bintan sudah (PPKM) level 1, dan relatif situasinya terkendali. Dengan travel bubble karena ini kan ada pintu masuk dan keluar yang terbatas dan sudah dibuat satgas, dan travel bubble ini pelaksanaannya membutuhkan waktu. Bahwa penerbangan dan kapal feri tidak serta merta dan itu membutuhkan sosialisasi dan kesiapan sistem,” ungkap Luhut.
Ia menjelaskan, pemerintah sudah menerbitkan Surat Edaran (SE) Satgas tentang protokol kesehatan yang dinyatakan bahwa pintu masuk untuk pelaku perjalanan luar negeri (PPLN) travel bubble ini adalah Nongsapura di Batam, dan terminal ferry Bintan di Telani, Bintan.
Adapun persyaratan PPLN yang ingin berkunjung ke Bintan dan Batam adalah turis yang harus sudah divaksinasi lengkap, memiliki visa kecuali WN Singapura yang merupakan bagian dari ASEAN, memiliki asuransi sebesar 30.000 dolar Singapura dan menggunakan aplikasi PeduliLindungi. [gi/ab]