Jokowi mengatakan, setelah kondisi dinyatakan cukup stabil pemerintah pun akan segera memulai segala bentuk perbaikan infrastruktur, termasuk memindahkan pemukiman warga yang termasuk ke dalam zona rawan bencana yang cukup tinggi.
“Kemungkinan relokasi dari tempat-tempat yang memang kita perkirakan berbahaya untuk dihuni kembali. Tadi saya mendapatkan laporan kurang lebih 2 ribuan rumah yang memang harus direlokasi. Ini segera akan kita putuskan dimana relokasinya dan saat itu juga akan segera kita bangun dan saya kira semuanya akan siap,” ungkap Jokowi setelah melakukan peninjauan, di kabupaten Lumajang, Jawa Timur, Selasa (7/12).
Kunjungannya kali ini, katanya juga ingin memastkan bahwa kondisi dan kebutuhan pokok pengungsi dapat dipenuhi dengan baik. Ia juga menginstruksikan kepada seluruh jajarannya untuk mengerahkan segala kekuatan di lapangan untuk melakukan pencarian korban, dan melakukan evakuasi sesegera mungkin. Dalam kesempatan ini, Jokowi juga mengucapkan bela sungkawa atas jatuhnya korban dalam bencana ini.
“Atas nama pemerintah dan seluruh rakyat Indonesia, saya menyampaikan duka cita yang mendalam atas meninggalnya korban akibat letusan gunung Semeru di kabupaten Lumajang, provinsi Jawa Timur,” tuturnya.
Pemukiman Warga Berada di Zona Berbahaya
Ahli Vulkanologi Surono mengatakan, pemukiman warga yang terdampak erupsi Gunung Semeru memang berada di daerah rawan bencana yang sangat tinggi. Berdasarkan peta kawasan rawan bencana, rumah-rumah masyarakat tersebut berada di zona merah yang artinya berbahaya.
Ia mengungkapkan, ancaman masyarakat yang paling mengkhawatirkan adanya awan panas yang kecepatannya bisa mencapai ratusan kilometer per jam, dibandingkan dengan kecepatan larva yang belasan kilometer per jam. Berdasarkan pertimbangan itu, menurutnya, pemukiman warga yang terdampak saat ini tidak bisa kembali untuk di huni.
“Saya tidak akan menyalahkan, mereka itu ada di kawasan rawan bencana. Mari kita jujur. Kemudian what’s next? Karena ini pasti akan terjadi lagi di kemudian hari. Tidak bisa lari mereka, terlalu cepat awan panas, dan bisa datang kapan saja. Dan sekarang yang agak mengkhawatirkan bagi saya, bukaan di kawah Semeru sudah sangat terbuka, bibirnya sekarang sudah sumbing, sehingga tumpukan kubah larva setiap saat bisa longsor gugur dan menghasilkan awan panas,” ungkap Surono.
Lebih jauh, ia menjelaskan bahwa status “waspada” yang disematkan berdasarkan aktivitas Gunung Semeru sebelum terjadinya awan panas sudah benar, dan an pihak terkait sudah mengingatkan warga. Hal ini ditandai dengan sudah adanya 500-an pengungsi pada 1 Desember.
Selain itu, menurutnya, aktivitas gunung api tidak dapat diramalkan. Namun, peningkatan aktivitas suatu gunung api tetap perlu diinformasikan kepada masyarakat, sehingga mitigasi risiko bisa dilakukan dengan seksama.
“Ingat, warning gunung api itu bukan untuk meramalkan kapan terjadinya letusan gunung api, dan berapa besar letusannya. Tetapi itu merupakan hak gunung api menyandang status itu berdasarkan peningkatan aktivitasnya dan hak masyarakat untuk mengetahui status gunung apinya, sehingga tahu harus berbuat apa, supaya dia selamat,” jelasnya.
“Jadi bukan untuk meramalkan. (status) Awas pun, misalnya bisa saja tidak meletus. Seperti kalau kita tanya Kepala BMKG, kapan ini akan terjadi hujan, belum tentu bisa jawab. Jam berapa mau hujan dan berapa liter? Belum tentu bisa jawab. Tapi karena mendung, kita bawa payung, hujan kita pakai, tidak hujan kita simpan lagi,” tambahnya.
Maka dari itu, sekali lagi ia mengatakan bahwa pemukiman warga tersebut harus direkolasi demi keselamatan, karena lambat laun kejadian serupa akan terjadi lagi.
“Dari dulu kita bicara, ini suatu saat pasti kena. Tapi daerahnya subur, disitu ada tambang emas, kadang-kadang tidak ada pilihan. Kalau nanti tidak ada yang tega merelokasi, ya tunggu saja (terkena bencana lagi) bukan saya mendoakan. Peta kawasan rawan bencana ini cerita alam secara jujur. Ahlinya itu mencoba menterjemahkan cerita alam tersebut, mari kita hadapi dengan jujur,” pungkasnya.
Ribuan Warga Mengungsi
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melaporkan jumlah warga yang mengungsi akibat bencana awan panas guguran Gunung Semeru pada Selasa (7/12) meningkat menjadi 3.697 jiwa.
Dalam siaran persnya, Plt. Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari mengatakan masyarakat yang mengungsi mayoritas berasal dari Kabupaten Lumajang.
Adapun sebaran titik pungungsian berada di Kecamatan Pronojiwo, Kecamatan Candipuro, Kecamatan Pasirian, Kecamatan Lumajang, Kecamatan Tempeh, Kecamatan Sumberseko , dan Kecamatan Sukodono.
Hingga saat ini, ujar Abdul tercatat korban meninggal dunia 34 orang, luka-luka 56 orang, dan yang hilang 17 orang. Sementara itu, jumlah warga yang terdampak mencapai 5.205 jiwa.
“Selain dampak korban jiwa, erupsi mengakibatkan 2.970 unit rumah terdampak. Pihak pemerintah daerah masih melakukan pemutakhiran jumlah rumah terdampak maupun tingkat kerusakan. Bangunan terdampak lainnya berupa fasilitas pendidikan 38 unit dan jembatan terputus (Gladak Perak) 1 unit,” jelasnya.
Sementara itu, Gunung Semeru terpantau mengalami dua kali gempa letusan dan durasi gempa 55-125 detik. Di samping itu, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) menginformasikan terjadi tujuh kali gempa guguran dengan durasi 50-120 detik.
Pihak PVMBG pun merekomendasikan beberapa hal terkait aktivitas vulkanik Gunung Semeru.
Pertama, masyarakat tidak beraktivitas dalam radius satu km dari kawah atau puncak Gunung Semeru dan jarak lima km arah bukaan kawah di sektor tenggara - selatan, serta mewaspadai awan panas guguran, guguran lava dan lahar di sepanjang aliran sungai atau lembah yang berhulu di puncak Gunung Semeru. Selanjutnya, radius dan jarak rekomendasi ini akan dievaluasi terus untuk antisipasi jika terjadi gejala perubahan ancaman bahaya.
Kedua, masyarakat menjauhi atau tidak beraktivitas di area terdampak material awan panas karena saat ini suhunya masih tinggi.
Ketiga, masyarakat perlu mewaspadai potensi luncuran di sepanjang lembah jalur awan panas Besuk Kobokan.
Keempat, masyarakat perlu mewaspadai ancaman lahar di alur sungai atau lembah yang berhulu di Gunung Semeru. Hal tersebut mengingat banyaknya material vulkanik yang sudah terbentuk. [gi/ab]