Mengungsikan penduduk sebuah kota bukan tugas mudah. Bagi 1.200 penduduk kota Futaba – dekat PLTN Fukushima yang rusak – Saitama Super Arena merupakan tempat tinggal mereka selama dua minggu terakhir.
Tempat itu merupakan stadion besar. Kereta barang dan kereta api cepat melewati tempat itu setiap menitnya. Di lantai arena itu, yang biasanya dipadati band-band terkenal dan penggemarnya, penduduk kota Futuba membuat dinding-dinding dari kardus dan membeberkan selimut mereka di lantai itu.
Fasilitas itu hampir tidak bisa dibilang nyaman. Namun, bagi pengungsi Futaba, seperti Teiji Idogawa dan keluarganya, ketidakpastian itu mulai terasa. Ia mengatakan, “Benar-benar sulit. Tetapi, banyak yang mengurus kami. Kami betul-betul berterima kasih. Tetapi, saya tidak tahu kapan bisa pulang. Saya harap kami bisa segera pulang. Pulang ke rumah selalu ada dalam benak saya.”
Tidak seorangpun tahu kapan penduduk Futaba bisa kembali ke rumah mereka. Tingkat radiasi tinggi masih terdeteksi bahkan di luar 20 kilometer dari zona evakuasi. Dampak keseluruhan kebocoran radiasi pada lingkungan setempat masih belum diketahui. Tetapi, sebagian analis khawatir wilayah di sekitar PLTN Fukushima akan tetap berbahaya sampai berbulan-bulan atau bertahun-tahun lagi.
Ribuan sukarelawan tiba di Saitama Super Arena. Sumbangan makanan dan selimut menggunung. Kelompok muda, khususnya yang sedang libur musim semi, membantu para pengungsi itu, seperti Futaba Nagata yang berusia 14 tahun. Ia mengatakan, “Saya datang ke sini untuk melakukan apa yang bisa saya lakukan. Saya merasa perlu menolong mereka.”
Namun cobaan para pengungsi terus berlanjut. Pengelola arena itu menginginkan fasilitas itu dikembalikan kepada fungsinya untuk konser dan pertunjukan-pertunjukan mendatang. Jadi, para pengungsi itu harus pindah lagi. Mereka akan dipindahkan ke sekolah yang sudah tidak digunakan lagi sejam jauhnya ke arah utara. Bagi banyak orang Futaba, ini adalah ketiga kalinya mereka dipaksa pindah dari tempat perlindungan.
Para sukarelawan membantu keberangkatan para pengungsi itu. Spanduk-spanduk mereka bertuliskan pesan-pesan sederhana – “Kami Cinta Fukushima” dan “Teman-teman dari Futaba, jaga diri kalian.”
Bagi semua yang terlibat itu adalah perpisahan yang menyedihkan. Para penduduk Futaba pindah ke bagian lain wilayah Jepang yang belum diketahui, dan menjadikan masa depan mereka bahkan lebih tidak menentu.