Singkatnya masa kampanye pemilu presiden kali ini membuat tiga calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) harus bekerja keras meyakinkan para pemilih, melalui program-program unggulan mereka. Tentu dengan janji, bahwa jika kelak mereka terpilih menjadi orang nomor satu di Indonesia, program itu akan benar-benar diwujudkan.
Tetapi, siapa yang dapat mencerna dengan mudah 10 program unggulan Anies-Muhaimin, atau 17 program unggulan Prabowo-Gibran, atau 21 program unggulan tim Ganjar-Mahfud?
Dari sekian banyak program unggulan tersebut, ada beberapa yang menarik perhatian publik. Misalnya, “minum susu dan makan siang gratis untuk anak sekolah,” yang digaungkan Prabowo Subianto, capres nomor urut dua. Ada juga program “internet gratis” yang ditawarkan Ganjar Pranowo, dan “tunjangan bagi ibu hamil sebesar Rp6 juta selama 9 bulan” untuk mencegah stunting yang disampaikan cawapres Muhaimin Iskandar. Dibalik semua janji itu, ada konsekuensi anggaran yang tentu tidak sedikit.
Susu dan Makan Siang Gratis Prabowo-Gibran
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Mohammad Faisal menyebut anggaran yang dibutuhkan untuk program makan siang gratis bagi siswa sekolah di Indonesia bisa mencapai lebih dari Rp400 triliun. Angka itu hampir menyamai total anggaran perlindungan sosial di APBN 2024 yang sebesar Rp 493 Trilliun.
Jika tidak ada tambahan pendapatan negara untuk membiayai program makan siang gratis tersebut, lanjutnya, maka yang terjadi justru tambahan defisit anggaran. Tentu program makan siang gratis ini tidak bisa dijalankan dengan menambah utang karena utang pemerintah saat ini sudah Rp8 ribu triliun.
Menurut Faisal, jika program makan siang cuma-cuma untuk pelajar sekolah dasar negeri itu dihubungkan dengan program penanganan stunting, maka seharusnya targetnya bukan hanya pelajar sekolah dasar tapi juga seluruh masyarakat sangat miskin di berbagai pelosok daerah yang tidak dapat memenuhi kebutuhan gizi dasar mereka.
"Kalau mau dihubungkan dengan program peningkatan gizi untuk masyarakat kelas bawah, maka tidak bisa hanya anak sekolah. Karena anak sekolah itu ada yang miskin menengah, ada yang kaya. Jadi harus dikerucutkan lagi," ungkap Faisal kepada VOA.
Dia menyebutkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta semasa Anies Baswedan menjadi gubernur pernah menggunakan dana APBD untuk menyediakan makan siang gratis di daerah-daerah kantong kemiskinan. Program ini lebih tepat sasaran dan alokasi anggarannya tidak terlalu besar. Faisal menekankan program susu gratis juga tidak bisa dijalankan karena kebutuhan susu di Indonesia masih bergantung pada impor. Kalau program ini dipaksakan maka tidak ada dampak positifnya bagi ekonomi dalam negeri.
Saat berbicara di PWI Jakarta hari Kamis (4/1), Prabowo mengatakan siap memberi susu gratis pada 82 juta anak Indonesia. “Kalau mereka minum 500 cc, berarti kita butuh sekitar 40 juta liter. Berarti kita minimal perlu sapi perah, mungkin dua setengah juta sapi. Jadi mungkin kita harus impor satu atau satu setengah juta ekor sapi lagi,” kata dia. Prabowo tidak merinci lebih jauh bagaimana menutup anggaran impor sapi itu.
Internet Gratis, Andalan Ganjar-Mahfud
Calon presiden nomor urut tiga Ganjar Pranowo menggagas internet gratis sebagai salah satu program unggulannya. Menurutnya program ini mirip subsidi kuota gratis di masa perebakan luas pandemi COVID-19 tahun 2020-2022 lalu. Program ini akan menyasar para pelajar, sebelum nantinya diperluas untuk publik. Ganjar mengaku masih berhitung soal anggaran yang bisa dialokasikan untuk program tersebut jika ia kelak menjadi orang nomor satu.
Pemerintah pernah memberikan subsidi internet gratis kepada siswa, mahasiwa dan pengajar selama masa pandemi Covid-19 di mana setiap bulan mereka menerima besaran kuota berbeda, antara 7 – 15 gigabyte. Sebagai contoh, pada 2021, Kementerian Keuangan mengalokasikan Rp8,54 trilliun untuk program serupa.
Mohammad Faisal dari CORE kembali mempertanyakan sumber pembiayaan; apakah dari pemerintah, APBN atau APBD. Juga berapa sekolah yang akan disasar dan berapa lama program berlangsung. Kalkulasi anggaran menurutnya sangat penting dilakukan sejak awal agar tidak menjadi beban kelak.
Anies-Cak Imin: Tunjangan Ibu Hamil
Sementara calon Wakil Presiden Muhaimin Iskandar menjanjikan untuk memberikan tunjangan khusus kepada ibu hamil sejak usia awal kehamilan. Mereka akan mendapatkan rangkaian perbaikan gizi dari pemerintah, terutama yang miskin dan tidak mampu. Meski dia tidak menyebutkan rangkaian perbaikan gizi yang dimaksud.
Hal ini dilakukan, tambahnya, untuk menyelesaikan masalah stunting di Indonesia. Awalnya keponakan Gus-Dur itu menyebutkan bahwa tunjangan untuk ibu hamil akan diberikan sebesar Rp6 juta selama 9 bulan, namun kemudian hal itu diklarifikasi.
Menurut data Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), setiap tahun rata-rata ada 4,8 juta ibu hamil. Jika menggunakan pernyataan awal Muhaiman soal besaran tunjangan Rp6 juta, maka akan dibutuhkan anggaran sebesar, Rp28,8 triliun.
Terkait program ini, Faisal menegaskan bisa dijalankan tetapi ada konsekuensi anggaran. Menurutnya harus jelas berapa ibu hamil yang menjadi target. Mestinya, tambah dia, ibu hamil dari kalangan miskinlah yang menjadi target untuk pencegahan stunting ini, bukan ibu hamil dari kalangan orang kaya.
Program Semestinya Lebih Matang dan Realistis
Firman Noor, pengamat politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengatakan tidak salah jika masing-masing pasangan calon presiden dan wakil presiden menawarkan program yang lebih praktis; meskipun mengakui bahwa sebagian program yang ditawarkan memang kontroversial. Menurutnya capres-cawapres sedianya mempersiapkan agenda dan programnya lebih matang, relevan dan realistis.
“Harus satu paket dalam artian ini program, gimana realisasinya, bagaimana pendanaannya, aturan mainnya, bentuk implementasinya saya kira memang begitu. Dan realistis ini tidak mudah artinya harus betul-betul digodok dengan baik dan juga tidak terpancing oleh keinginan menggebu-gebu untuk tampil akrabtif di hadapan masyarakat,” ujar Firman Noor.
Firman mengatakan, masyarakat saat ini lebih melek politik dan kritis, sehingga tidak mudah percaya dengan janji yang disampaikan oleh para capres dan cawapres. Terlebih mengingat luasnya penggunaan media sosial yang dapat menyampaikan informasi apapun dalam hitungan detik, dengan cakupan yang luar biasa luas. [fw/em/ns]
Forum