Pengendalian tembakau menjadi agenda penting pemerintah. Namun, sebuah penelitian menunjukan, para calon presiden mengesampingkan itu karena n industri rokok merupakan sumber pendanaan kampanye yang menjanjikan.
Penelitian yang dilakukan Fakultas Ilmu Politik, Universitas Indonesia menemukan fakta, minimnya perhatian calon presiden (Capres) terhadap isu kesehatan, lebih khusus lagi terkait pengendalian tembakau. Salah satu peneliti, Dr Hendriyani menyebut, mayoritas responden mengaku tidak tahu apa rencana capres terkait tembakau jika mereka terpilih nantinya.
“Ternyata hanya 39 persen dari publik menilai, bahwa bakal calon presiden yang ada saat ini mempunyai perhatian pada masalah mengurangi konsumsi rokok,” kata Hendriyani, dalam paparan hasil penelitian, Rabu (9/8).
Kondisi ini menjadi ironi, karena di sisi lain, publik menilai persoalan rokok penting bagi mereka.
Penelitian ini menetapkan nama Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan sebagai tiga nama capres yang dikenal publik. Karena itu, sejumlah pertanyaan juga disampaikan dengan menyertakan ketiga nama itu. Peneliti juga menyimpulkan, para capres sampai saat ini belum pernah mengangkat isu konsumsi rokok dalam pernyataan-pernyataan publik mereka.
“Publik Indonesia, sebagian besar menyatakan ingin memilih atau sangat ingin memilih calon presiden yang mempunyai kebijakan untuk mengurangi konsumsi rokok,” lanjut Hendriyani.
Responden yang menyatakan ingin memilih capres dengan program pengurangan konsumsi rokok adalah 50,5 persen. Sedangkan 13 persen mengatakan sangat ingin memilih, sehingga total ada 64 persen responden memilih capres dengan program ini.
Hendriyani menggarisbawahi, pernyataan 64 persen responden ini agar bisa dijadikan pertimbangan capres dalam pernyataan-pernyataan mereka.
Sikap ini selaras dengan pernyataan 77 persen responden penelitian yang mengatakan, bahwa konsumsi rokok di Indonesia sudah mengkhawatirkan. Ada 75 persen responden yang meyakini, bahwa diperlukan kebijakan lebih tegas untuk mengurangi jumlah konsumsi rokok di Indonesia. Serta 81 persen responden mengatakan, rokok menjadi penyebab banyak masalah kesehatan di Indonesia.
Secara umum, penelitian ini juga menyimpulkan setidaknya ada empat progam terkait kesehatan yang diharapkan dari presiden mendatang. Keempat program itu adalah peningkatan fasilitas kesehatan yang terjangkau bagi masyarakat, diinginkan 94 persen responden. Lebih dari 90 persen respoden juga akan memilih calon presiden yang mengangkat isu memperbanyak tenaga kesehatan. Isu lain yang menjadi perhatian besar adalah peningkatan layanan asuransi kesehatan melaui BPJS dan penyediaan obat-obatan dengan harga terjangkau bagi masyarakat.
Penelitian ini dilakukan dengan 880 responden di 88 desa, yang mewakili populasi Indonesia secara umum.
Jadi Sumber Dana Kampanye
Pakar komunikasi politik dari Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Nyarwi Ahmad Ph D menilai, data hasil penelitian ini relevan dengan kondisi sosial masyarakat. Dia melihat, pembicaraan para capres terkait pendengalian tembakau sangat minim.
Namun, isu pengendalian tembakau memang dilematis bagi capres dan sektor politik secara umum.
“Dilemanya adalah, karena industri tembakau ini juga secara ekonomi itu pergulirannya cukup besar. Dan tidak hanya punya kontribusi terhadap pajak melalui cukai, tapi ada potensi juga sebagai sumber-sumber dana kampanye, baik sifatnya terbuka maupun tertutup. Resmi maupun tidak resmi,” jelas Nyarwi.
Pada titik inilah, Nyarwi menilai penting menerapkan transparansi penerimaan dana kampanye setiap capres. Jika dana dari industri tembakau khususnya rokok diterima para capres, tentu sikap mereka dapat dikaitkan dengan sumbangan itu.
“Potensi-potensi mereka untuk menerima donasi dana kampanye dari industri tembakau, bahkan ke partai, bahkan Caleg misalnya, atau juga dalam beberapa kasus ke calon kepala daerah dalam Pilkada misalnya, itu bisa disampaikan,” tegas Nyarwi.
Bagamanapun, tembakau memiliki dua sisi, yaitu ekonomi dan kesehatan. Karena itu, para capres harus memperjelan posisi mereka, dalam dua sisi ini, apakah berat pada sisi ekonomi atau kesehatan. Sebagai industri, tembakau tahun 2021 melalui cukai rokok menyumbang lebih dari Rp188 triliun. Sementara di sisi lain, beban kesehatan akibat konsumsi rokok juga tidak ringan.
Nyarwi menilai, penting bagi organisasi kemasyarakatan, untuk mengadakan debat terbuka bagi para capres dalam isu pengendalian tembakau. “Debat capres-cawapres ini saya kira diarahkan untuk membaca dua hal. Kalau misalnya ditanya, suruh milih ekonomi atau kesehatan. Nah, ini juga penting,” tambahnya.
Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Tulus Abadi juga mengakui, sangat sulit untuk mengulik perhatian capres dalam isu pengendalian tembakau. “Justru yang terjadi, malah mereka akan menghindari kalaupun ada konsen, karena memang kita tahulah, diduga kan pundi-pundinya juga banyak dari industri ini,” kata Tulus.
Masyarakat dapat turut mengawasi aliran dana industri tembakau ke capres, dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) juga sudah menetapkan rambu-rambu. Namun, selalu ada cara untuk aliran dana ini misalnya melalui kegiatan para relawan.
“Tapi yang penting, masyarakat bisa mengulik, apakah capres memperhatikan aspek promotif-preventif di bidang kesehatan, bukan hanya kuratif. Ketika dia tidak ngomong aspek promotif-preventif, maka diduga nanti dia juga tidak akan bergelut soal pijakan kebijakan pengendalian tembakau atau yang lain,” tegas Tulus. [ns/ab]
Forum