Tautan-tautan Akses

Israel akan Kirim Delegasi ke Qatar untuk Perundingan Gencatan Senjata


Warga Palestina berjalan di tengah reruntuhan rumah dan bangunan yang hancur di lingkungan Zeitoun, Kota Gaza, 7 Maret 2025.
Warga Palestina berjalan di tengah reruntuhan rumah dan bangunan yang hancur di lingkungan Zeitoun, Kota Gaza, 7 Maret 2025.

Dalam sepekan terakhir, Israel mendesak Hamas untuk membebaskan setengah dari sandera yang masih ditahan sebagai imbalan atas perpanjangan fase pertama, yang berakhir pada akhir pekan lalu.

Israel mengumumkan rencana pengiriman delegasi ke Qatar pada Senin (10/3) untuk mendorong kemajuan dalam perundingan terkait gencatan senjata di Gaza. Sementara itu, Hamas, yang diklasifikasikan sebagai organisasi teroris oleh Amerika Serikat, menyatakan adanya "sinyal positif" dalam diskusi dengan mediator dari Mesir dan Qatar mengenai fase kedua gencatan senjata yang masih tertunda.

Kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu tidak memberikan informasi lebih lanjut selain menyebutkan bahwa pihaknya telah menerima undangan dari mediator yang didukung oleh Amerika Serikat. Sementara itu, juru bicara Hamas, Abdel-Latif al-Qanoua, juga tidak memberikan informasi tambahan. Perundingan mengenai tahap kedua gencatan senjata seharusnya telah dimulai sejak satu bulan yang lalu.

Gedung Putih tidak memberikan komentar terkait hal ini, meskipun sebelumnya membuat pernyataan mengejutkan pada Rabu (5/3) mengenai adanya pembicaraan langsung antara Washington dengan Hamas.

Dalam sepekan terakhir, Israel mendesak Hamas untuk membebaskan setengah dari sandera yang masih ditahan sebagai imbalan atas perpanjangan fase pertama, yang berakhir pada akhir pekan lalu, serta janji untuk merundingkan gencatan senjata permanen. Hamas diperkirakan masih menahan 24 sandera Israel yang masih hidup, dan 34 jenazah para sandera yang meninggal.

Rumah-rumah yang hancur selama serangan Israel, di tengah gencatan senjata antara Israel dan Hamas, di Beit Hanoun, Jalur Gaza utara, 5 Maret 2025. (Foto: Reuters)
Rumah-rumah yang hancur selama serangan Israel, di tengah gencatan senjata antara Israel dan Hamas, di Beit Hanoun, Jalur Gaza utara, 5 Maret 2025. (Foto: Reuters)

Pada akhir pekan lalu, Israel menghentikan semua pasokan ke Gaza, yang dihuni lebih dari 2 juta orang, sebagai upaya menekan Hamas agar menyetujui tuntutannya. Hamas menanggapi dengan mengatakan bahwa tindakan tersebut juga akan berdampak pada para sandera yang masih ditahan.

Gencatan senjata itu berhasil menyetop pertempuran paling mematikan dan merusak antara Israel dan Hamas, yang dipicu oleh serangan teroris yang dilakukan Hamas di Israel selatan pada 7 Oktober 2023. Pada tahap pertama, kesepakatan itu membebaskan 25 sandera hidup dan penyerahan jenazah delapan orang lainnya, dengan imbalan pembebasan hampir 2.000 tahanan Palestina.

Pasukan Israel telah ditarik ke zona penyangga di dalam Gaza, sementara ratusan ribu warga Palestina yang mengungsi mulai kembali ke Gaza utara untuk pertama kalinya sejak perang dimulai. Selain itu, ratusan truk bantuan masuk setiap hari hingga Israel menghentikan pasokan itu.

Keluarga para sandera sebelum menggelar unjuk rasa mingguan di Tel Aviv, memohon kepada Presiden Amerika Donald Trump, yang bertemu dengan delapan mantan sandera pada Rabu (5/3).

"Tuan Presiden, kembalinya perang berarti hukuman mati bagi para sandera yang masih hidup. Tolong, Tuan, jangan biarkan Netanyahu mengorbankan mereka."

Relatives and supporters of hostages kidnapped during Hamas' Oct. 7, 2023, attack on Israel gather in Tel Aviv, Israel, to demand the release of all hostages, March 8, 2025.
Relatives and supporters of hostages kidnapped during Hamas' Oct. 7, 2023, attack on Israel gather in Tel Aviv, Israel, to demand the release of all hostages, March 8, 2025.

Tolak Relokasi

Para menteri luar negeri dari negara-negara Muslim pada Sabtu (8/3) menolak seruan Donald Trump untuk mengosongkan Jalur Gaza dari penduduk Palestina. Mereka juga mendukung rencana pembentukan komite administratif yang mengatur wilayah tersebut dan dimulainya kembali rencana pembangunan.

Para menteri luar negeri berkumpul di Arab Saudi untuk menghadiri sesi khusus Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) yang membahas situasi di Gaza. OKI beranggotakan 57 negara yang penduduknya sebagian besar Muslim.

Mereka mendukung rencana untuk membangun kembali Gaza yang diajukan oleh Mesir dan didukung oleh negara-negara Arab, termasuk Arab Saudi dan Yordania.

Tanpa menyebut nama Trump, pernyataan para menteri OKI tersebut menolak dengan tegas terhadap “rencana yang bertujuan menggusur warga Palestina, baik secara individu maupun kolektif," yang mereka sebut sebagai bentuk pembersihan etnis, pelanggaran serius terhadap hukum internasional, dan kejahatan terhadap kemanusiaan.

Mereka juga mengecam apa yang mereka sebut sebagai "kebijakan kelaparan," yang menurut mereka bertujuan memaksa warga Palestina meninggalkan Gaza, merujuk pada tindakan Israel yang menghentikan semua pasokan ke wilayah tersebut.

Trump menyerukan penduduk Gaza direlokasi di tempat lain secara permanen agar Amerika Serikat dapat mengambil alih wilayah tersebut dan mengembangkannya untuk pihak lain. Namun, warga Palestina menolak seruan untuk meninggalkan tanah mereka.

Para menteri yang menghadiri pertemuan OKI tersebut juga mendukung usulan pembentukan komite administratif untuk menggantikan Hamas dalam pemerintahan Gaza. Komite ini akan beroperasi "di bawah naungan" Otoritas Palestina (PA), yang berbasis di Tepi Barat yang diduduki. Namun, Israel menolak keterlibatan PA dalam pemerintahan Gaza pascaperang dan belum mengajukan alternatif pengelolaan wilayah tersebut.

Para menteri luar negeri Prancis, Jerman, Italia, dan Inggris mengatakan dalam pernyataan bersama bahwa mereka menyambut inisiatif Arab untuk rencana rekonstruksi Gaza, menyebutnya sebagai "jalan yang realistis." Mereka menambahkan bahwa "Hamas tidak boleh memerintah Gaza atau menjadi ancaman bagi Israel lagi," dan mereka mendukung peran utama PA.

Warga Palestina berbuka puasa dengan menyantap hidangan iftar selama bulan suci Ramadan. (Foto: Reuters)
Warga Palestina berbuka puasa dengan menyantap hidangan iftar selama bulan suci Ramadan. (Foto: Reuters)

Terus Menyerang

Pada Sabtu (8/3) dini hari, serangan Israel menewaskan dua warga Palestina di Kota Rafah, menurut laporan Kementerian Kesehatan setempat. Sementara itu, militer Israel menyatakan bahwa serangan tersebut menargetkan sekelompok pria yang diduga menerbangkan pesawat nirawak (drone) yang memasuki wilayah Israel.

Serangan militer Israel merenggut lebih dari 48.000 nyawa warga Palestina di Gaza, sebagian besar di antaranya adalah perempuan dan anak-anak, menurut Kementerian Kesehatan Gaza. Namun, mereka tidak memerinci berapa banyak dari korban yang merupakan kombatan. Sementara itu, Israel mengklaim bahwa sekitar 18.000 dari mereka adalah anggota Hamas.

Serangan Hamas pada Oktober 2023 menewaskan sekitar 1.200 orang, sebagian besar warga sipil, di dalam wilayah Israel dan menyandera 251 orang. Sebagian besar sandeta telah dibebaskan lewat perjanjian gencatan senjata atau kesepakatan lainnya. [ah/ft]

XS
SM
MD
LG