Rontoknya bursa saham Amerika Serikat pada hari Jumat dan krisis keuangan Eropa ditanggapi dengan sangat serius oleh Presiden Yudhoyono. Rapat kabinet terbatas segera diadakan, pada Jumat sore, yang dihadiri oleh tiga menteri koordinator serta para menteri bidang ekonomi, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), dan Gubernur Bank Indonesia.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berharap agar krisis keuangan Eropa dan AS tidak akan mengganggu perekonomian Indonesia. Presiden juga berharap agar guncangan yang terjadi di pasar modal dan sejumlah indikator ekonomi lain dapat selekasnya diatasi, sehingga tidak mengganggu perekonomian domestik.
“Saudara masih ingat tiga tahun lalu juga pada bulan suci Ramadhan kita menghadapi masalah serupa. Waktu itu krisis dipicu dari AS kemudian menjalar akhirnya menjadi krisis perekonomian global. Kali ini situasi yang tidak baik terjadi di Eropa dan AS memunculkan situasi ekonomi dunia yang patut kita antisipasi dengan baik. Kita berharap apa yang terjadi di Eropa dan AS yang hari ini sedikit banyak mengguncang pasar modal dan indikator ekonomi lain, dapat lekas diatasi dalam arti tidak memicu krisis ekonomi dunia sebagaimana tahun 2008-2009. Itu harapan kita, itu yang mesti dilakukan dunia terutama AS dan Eropa,” demikian papar Presiden Yudhoyono.
Seterusnya, Presiden menilai Indonesia wajib melakukan gerak cepat sebagaimana ketika menghadapi krisis tahun 2008-2009; terutama karena jangka waktu krisis ekonomi AS dan Eropa itu tidak bisa diprediksi.
Presiden SBY menambahkan, “Kita harus mengantisipasi dan mempersiapkan diri baik-baik agar manakala apa yang terjadi di kedua benua itu masih ada kelanjutannya yang akhirnya katakanlah memunculkan krisis baru, kita sudah siap mengambil langkah-langkah yang tepat.”
Dalam keterangan terpisah kepada pers, Menteri Perekonomian Hatta Radjasa, menjelaskan bahwa pemerintah sejak lama telah memiliki instrumen dan kebijakan antisipasi krisis keuangan, belajar dari pengalaman pada tahun 1998-1999 yang lalu. Maka, kebijakan serupa kurang lebih akan diterapkan, melalui yang ia namakan “Crisis Management Protocol - CMP”, bekerjasama dengan Bank Indonesia.
Hatta Radjasa mengatakan, “Jadi kita tidak panik dengan adanya hal seperti ini, karena kita sudah menyiapkan berbagai macam instrumen dan respon kebijakannya. Mulai dari kerjasama dengan Bank Indonesia yang saya sebut tadi itu “CMP – Crisis Management Protocol”, sampai kepada langkah-langkah antisipasi bila terjadi sesuatu yang kita sediakan dananya dalam APBN kita.”
Selama dua hari terakhir, beredar spekulasi bahwa resesi ekonomi di Amerika akan berlangsung lama. Namun, Gubernur Bank Indonesia, Darmin Nasution, menilai ini semua masih spekulasi.
Darmin mengatakan, “Kalau masih spekulasi biasanya dalam 2-3 hari juga balik lagi (normal). Artinya situasi yang terhjadi bukan berasal dari dalam negeri, tetapi dari luar negeri. Yang penting kita tetap mengikutinya. Tentu saja BI akan berada di front terdepan jika terjadi hal-hal di luar dugaan. Misalnya hari ini bursa saham berjatuhan di AS sana sampai 4,5%, Eropa, Jepang mengintervensi mata uangnya. Ada banyak tindakan yang berlangsung dan BI merasa tidak perlu berpikir banyak-banyak karena SOP (Prosedur Operasi Standar) kita sudah jadi. Tolong dicatat bahwa yang terpengaruh hari ini baru pada harga saham, SUN (Surat Utang Negara) itu belum terpengaruh. Kita melakukan apa yang perlu kita lakukan.”
Darmin Nasution menambahkan bahwa Bank Indonesia akan tetap menjaga kestabilan nilai tukar mata uang Rupiah terhadap Dollar Amerika, agar tidak terlalu lemah dan tidak pula terlalu kuat.