Tautan-tautan Akses

Imparsial: Evaluasi Kebijakan Keamanan di Nduga Penting Segera Dilakukan


Pasukan TNI bersiap menaiki helikopter menuju ke distrik Nduga, di Wamena, Provinsi Papua, 5 Desember 2018. (Foto: Iwan Adisaputra/Antara via Reuters)
Pasukan TNI bersiap menaiki helikopter menuju ke distrik Nduga, di Wamena, Provinsi Papua, 5 Desember 2018. (Foto: Iwan Adisaputra/Antara via Reuters)

Permintaan Bupati Nduga, di Provinsi Papua soal penarikan personel TNI dan Polri di wilayahnya bisa dijadikan salah satu dasar pertimbangan dalam mengevaluasi kebijakan keamanan khususnya di Nduga. Hal tersebut disampaikan Wakil Direktur Imparsial Gufron Mabruri.

Bupati Nduga Yairus Gwijangge meminta Presiden Joko Widodo segera menarik personel TNI dan Polri yang sedang menggelar operasi militer di wilayahnya sejak awal Desember 2018.

Operasi militer digelar untuk mengejar sejumlah tersangka pembunuh pekerja proyek Trans Papua. Para tersangka diduga anggota Organisasi Papua Merdeka.

Menurutnya, selama ini masyarakat tidak tenang hidup di antara anggota TNI dan Polri bahkan sejumlah masyarakat mengungsi. Sekitar 11 distrik di wilayah itu, tambahnya, sudah dikosongkan.

Masyarakat Nduga, lanjutnya, memang memiliki trauma terhadap keberadaan militer di wilayahnya sejak peristiwa Mapenduma pada 1996. Konflik yang berkepanjangan antara TNI, Polri, dan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat –Organisasi Papua Merdeka berdampak negatif bagi masyarakat. Antara lain, kesulitan mengakses hak atas pendidikan dan kesehatan.

Masyarakat Nduga bersembunyi di hutan selama TNI-Polri melakukan pengejaran kelompok Egianus Kogoya. (Foto courtesy: Leri Gwijangge)
Masyarakat Nduga bersembunyi di hutan selama TNI-Polri melakukan pengejaran kelompok Egianus Kogoya. (Foto courtesy: Leri Gwijangge)

Wakil Direktur Imparsial Gufron Mabruri, Selasa (6/8), mengatakan permintaan Bupati Nduga soal penarikan personel TNI dan Polri bisa dijadikan salah satu dasar, pertimbangan dalam konteks kebijakan keamanan di Papua. Bagaimana respon masyarakat dan pemerintah daerah di wilayah itu perlu diperhatikan.

Menurutnya bisa saja mereka lebih mengetahui sosial, politik dan keamanan di Papua.

“Ketika misalnya masyarakat mendorong agar pelibatan militer dibatasi atau misalnya pasukan-pasukan non organic itu ditarik dari Papua atau Nduga termasuk juga bupati, itu harus dijadikan pertimbangan dalam konteks kebijakan keamanan di Papua,” ujar Gufron.

Imparsial: Evaluasi Kebijakan Keamanan di Nduga Penting Segera Dilakukan
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:03:04 0:00

Lebih lanjut Gufron menilai penting untuk segera dilakukan evaluasi kebijakan keamanan khususnya di Nduga. Apalagi muncul banyak pandangan bahwa kebijakan-kebijakan yang dilakukan selama ini, tambahnya, menimbulkan dampak yang negatif terutama terhadap kehidupan masyarakat setempat di wilayah itu.

Proses penyelesaian dari sisi sosial, ekonomi, politik kata Gufron lebih penting dikedepankan daripada pendekatan-pendekatan yang sifatnya keamanan, yang realitasnya berdampak negatif terutama kepada masyarakat.

“Itu yang perlu didorong dan segera dilakukan evaluasi semua kebijakan termasuk juga operasi-operasi yang dilakukan di sana dan memastikan penegakan keamanan di sana tetap menjamin aspek perlindungan hak asasi manusia," tambah Gufron.

Operasi gabungan TNI-Polti mengamankan desa-desa di Nduga, Papua, pasca penembakan kelompok bersenjata awal Desember. (Foto Courtesy: Kapendam VXII Cendrawasih Papua)
Operasi gabungan TNI-Polti mengamankan desa-desa di Nduga, Papua, pasca penembakan kelompok bersenjata awal Desember. (Foto Courtesy: Kapendam VXII Cendrawasih Papua)

Kepala Pusat Penerangan TNI Mayor Jenderal Sisriadi menegaskan bahwa keberadaan TNI di Nduga, Papua untuk melindungi masyarakat dan bukan menakut-nakuti. TNI yang berada di wilayah itu diberi tugas untuk membantu Polri dalam penegakan hukum. Polri saat ini sedang mengejar pelaku pembunuhan puluhan pekerja proyek jembatan PT Istaka Karya.

Selain menjaga keamanan di wilayah tersebut tambahnya pasukan TNI juga membantu pembangunan infrastruktur sesuai kebijakan pemerintah.

“TNI, pertama, menjaga perbatasan. Yang kedua, membangun infrastruktur karena tidak ada kontraktor. Kontraktor dibunuhin semua oleh mereka. TNI melakukan pencarian dan penangkapan DPO,” ujar Sisriadi.

Kementerian Sosial mencatat setidaknya ada 2.000 warga Nduga mengungsi. Di antara pengungsi ini, tercatat 53 orang dilaporkan meninggal. Angka ini berbeda dengan data yang dihimpun oleh Tim Solidaritas untuk Nduga, yang mencatat sedikitnya 5.000 warga Nduga kini mengungsi dan 139 di antaranya meninggal dunia. [fw/ft]

Recommended

XS
SM
MD
LG