Seiring berakhirnya bulan Ramadan, pemerintah Malaysia dan yayasan-yayasan amal berupaya memperbaiki kondisi kehidupan para pengungsi, seperti membagi-bagikan makanan kepada mereka.
Kini, 50.000 pengungsi Muslim dari Burma tinggal dalam kemiskinan di ibukota Malaysia, Kuala Lumpur.
Raahiman Nur Boshur, warga Muslim Burma, melarikan diri dari rumahnya dengan menggunakan perahu setelah desanya dibakar dan beberapa kerabatnya tewas. Ia mengatakan:
"Tidak mungkin bagi saya untuk tetap tinggal," ujarnya. "Satu-satunya cara untuk menyelamatkan hidup kita adalah mengungsi dari negara itu, melarikan diri ke mana saja. Kami kehilangan segalanya."
Masuknya keluarga-keluarga baru yang melarikan diri dari kekerasan di negara asal mereka telah mengakibatkan semakin terkurasnya sumber daya masyarakat yang sangat terbatas. Ini mendorong beberapa warga Malaysia untuk berusaha mengurangi kesulitan para pengungsi selagi umat Muslim merayakan Idul Fitri.
Mariam Binti Kassim, seorang relawan Islam Outreach Abim, sebuah yayasan Muslim Converts Development Program, mengatakan, "Rekan-rekan kerja saya juga pengungsi Burma, dan setiap kali terjadi sesuatu di desa mereka, mereka tidak bisa bekerja karena emosinya terpengaruh. Jadi, sebagai teman dan rekan kerja mereka, ini juga mempengaruhi saya."
Pemerintah Malaysia tidak menandatangani konvensi PBB terkait pengungsi. Meskipun Badan Pengungsi PBB (UNHCR) telah mendaftarkan warga Muslim Burma sebagai pengungsi, mereka masih terpaksa hidup sebagai komunitas yang terpinggirkan.
Pemerintah Malaysia berjanji akan mencermati pengeluaran izin kerja bagi para pengungsi yang memiliki status dari UNHCR. Hingga kini, para pengungsi terpaksa bekerja secara gelap. Aktivis masyarakat akan menyambut baik langkah apapun untuk memungkinkan pengungsi bekerja secara sah.
"Langkah untuk membuat pengungsi bekerja secara sah adalah cukup positif," ujar Mohammad Sadek, anggota staf Komite Pengungsi Rohingya Arakan. "Ini sangat membantu para pengungsi karena kehidupan mereka cukup menderita. Tapi PBB seharusnya tidak menghentikan kewajibannya, dan PBB harus terus menyediakan fasilitas untuk menampung mereka ke negara-negara lain, dan melanjutkan bantuan keuangan, medis dan upaya lainnya yang dibutuhkan bagi kesejahteraan para pengungsi."
Para aktivis mengatakan yang dibutuhkan adalah solusi jangka panjang untuk membantu orang-orang yang melarikan diri dari Burma agar dapat membangun kembali kehidupan mereka di Malaysia, atau di negara lain yang bersedia menampung mereka.
Kini, 50.000 pengungsi Muslim dari Burma tinggal dalam kemiskinan di ibukota Malaysia, Kuala Lumpur.
Raahiman Nur Boshur, warga Muslim Burma, melarikan diri dari rumahnya dengan menggunakan perahu setelah desanya dibakar dan beberapa kerabatnya tewas. Ia mengatakan:
"Tidak mungkin bagi saya untuk tetap tinggal," ujarnya. "Satu-satunya cara untuk menyelamatkan hidup kita adalah mengungsi dari negara itu, melarikan diri ke mana saja. Kami kehilangan segalanya."
Masuknya keluarga-keluarga baru yang melarikan diri dari kekerasan di negara asal mereka telah mengakibatkan semakin terkurasnya sumber daya masyarakat yang sangat terbatas. Ini mendorong beberapa warga Malaysia untuk berusaha mengurangi kesulitan para pengungsi selagi umat Muslim merayakan Idul Fitri.
Mariam Binti Kassim, seorang relawan Islam Outreach Abim, sebuah yayasan Muslim Converts Development Program, mengatakan, "Rekan-rekan kerja saya juga pengungsi Burma, dan setiap kali terjadi sesuatu di desa mereka, mereka tidak bisa bekerja karena emosinya terpengaruh. Jadi, sebagai teman dan rekan kerja mereka, ini juga mempengaruhi saya."
Pemerintah Malaysia tidak menandatangani konvensi PBB terkait pengungsi. Meskipun Badan Pengungsi PBB (UNHCR) telah mendaftarkan warga Muslim Burma sebagai pengungsi, mereka masih terpaksa hidup sebagai komunitas yang terpinggirkan.
Pemerintah Malaysia berjanji akan mencermati pengeluaran izin kerja bagi para pengungsi yang memiliki status dari UNHCR. Hingga kini, para pengungsi terpaksa bekerja secara gelap. Aktivis masyarakat akan menyambut baik langkah apapun untuk memungkinkan pengungsi bekerja secara sah.
"Langkah untuk membuat pengungsi bekerja secara sah adalah cukup positif," ujar Mohammad Sadek, anggota staf Komite Pengungsi Rohingya Arakan. "Ini sangat membantu para pengungsi karena kehidupan mereka cukup menderita. Tapi PBB seharusnya tidak menghentikan kewajibannya, dan PBB harus terus menyediakan fasilitas untuk menampung mereka ke negara-negara lain, dan melanjutkan bantuan keuangan, medis dan upaya lainnya yang dibutuhkan bagi kesejahteraan para pengungsi."
Para aktivis mengatakan yang dibutuhkan adalah solusi jangka panjang untuk membantu orang-orang yang melarikan diri dari Burma agar dapat membangun kembali kehidupan mereka di Malaysia, atau di negara lain yang bersedia menampung mereka.